Harakatuna.com – Jatuhnya pemerintah Bassar al Assad menimbulkan tanda tanya. Sebab, sampai saat ini belum tahu siapa yang akan menjadi ketua pemerintahan resmi di Suriah. Di lain pihak, pasca kemenangan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), sudah terjadi pengambilan tanah oleh Israel sebagai medan operasinya.
Banyak orang bertanya, siapa sesungguhnya pemegang kendali pemerintahan di Suriah? Siapa yang menguasai secara penuh teritorial maupun politik Suriah saat ini? Bagaimana nasib warga Suriah pasca runtuhnya rezim Assad? Mengapa rezim rezim Assad begitu rapuh dan mengalah atas pemberontak HTS?
Strategi Militer dan Aliansi Global dan Lokal
Kekalahan kilat rezim Assad menunjukkan ia tidak berdaya baik secara politik, milter dan finansial. Parahnya, rezim Assad juga sudah ditinggalkan oleh pendukungnya seperti Rusia dan Iran. Meski tak secara penuh menarik dukungan, Rusia dan Iran ini telah mencabut beberapa kekuatan militernya di tengah agresi militer di Palestina vs Israel, Rusia vs Ukraina, dan Suriah vs milisi HTS.
Artinya, Suriah memang sedang bapuk. Sementara, kelompok perompak Hay’at Tahrir al-Sham mendapat dukungan besar dari Israel dan Amerika Serikat. Mereka berani bertempur dengan kekuatan senjata tingkat tinggi dan memenangkannya. Jadi terlihat, kekalahan Suriah menunjukkan kekalahan Rusia, dan kekalahan Palestina menunjukkan kelalahan Iran. Semua dimenangkan oleh Amerika Serikat.
Selain kekuatan global, faktor lain yang membantu keberhasilan HTS di Suriah adalah dukungan dari milisi jihad lokal. Kelompok lokal seperti Jabhat Tahrir Suriya berkoalisi dengan HTS, untuk menghadapi ancaman bersama, terutama pasukan pemerintah Suriah dan sekutunya. Meskipun koalisi mereka bersifat sementara dan bisa berubah seiring dinamika pertempuran di lapangan karena perbedaan ideologi, tapi mereka saling membantu secara taktis dan strategis. Misalnya dalam layanan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan. Milisi lokal ini disatukan bukan karena ideologi tapi karena memiliki musuh bersama.
Jika Amerika dapat membantu secara logistik, sementara milisi lokal ini mengorganisir wilayah yang mereka kuasai dengan baik. Keduanya dapat mengontrol pertahanan lawan baik secara strategi, logistik maupun administrasi. Karena inilah mereka dapat memenangkan pertempuran melawan rezim Assad secara kilat.
Situasi Suriah terlihat gamblang. Perang terus terjadi, sementara krisis kemanusiaan dan ekonomi menyumbat perut warga Suriah. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh HTS dengan menawarkan stabilitas ekonomi dan bantuan kemanusiaan. Mau tidak mau, rakyat Suriah tunduk kepada HTS. Mereka ikut serta membantu dan menumbangkan rezim Assad. Rakyat Suriah bersama HTS menang.
Euforia Kelompok Radikal di Indonesia
Melihat kemenangan itu, beberapa kelompok radikal di Indonesia turut bereuforia. Kelompok radikal bahkan mengklaim keberhasilan HTS sebagai awal kebangkitan khilafah. Kelompok radikal ini merasa bahwa HTS adalah simbol perjuangan yang sah untuk mewakili kemenangan mereka sebagai tujuan ideologis dan jihad selanjutnya.
Kelompok radikal di Indonesia memang memiliki ideologi jihad yang tinggi. Khawatirnya, melihat kemenangan milisi HTS atas Suriah dijadikan bekal untuk mencontoh melawan negara-negara yang mereka anggap sebagai musuh Islam seperti Indonesia. Selama ini Indonesia dianggap negara toghut karena tidak berlandaskan sistem Islam atau khilafah.
Karena itu, kemanangan HTS di Suriah patut diwaspadai. Selain HTS dapat dijadikan sumber inspirasi dan motivasi dari ideologi jihadnya, kelompok radikal bisa ikut mencontoh bahwa keberhasilan HTS menjadi bukti bahwa perjuangan bersenjata secara terus-menerus dapat menghasilkan kemenangan. Inilah yang kita khawatirkan.
Kemenangan HTS bisa membangkitkan kelompok radikal-teroris di Indonesia. Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap potensi itu menjadi perhatian bersama untuk menjaga stabilitas dan keamanan nasional. Kewaspadaan ini patut dibarengi dengan kerja pencegahan di segala lini: pemantauan deteksi ini, pengawasan media sosial, program deradikalisasi, peningkatan kerja sama internasionaldalam pertukaran informasi dan penanggulangan terorisme global, serta penanaman cinta Tanah Air Indonesia.