Harakatuna.com. Jakarta-Masyarakat diminta untuk tidak terkecoh dengan proganda dari paham radikalisme di ruang digital yang ada. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, untuk mencegah masuknya paham radikal itu, netizen bisa melakukannya dengan cara membagikan narasi dan konten yang dapat mengedukasi serta meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap Indonesia. “Harapannya, propaganda radikal terorisme dapat dieliminasi dengan narasi-narasi positif. Juga mengimbau agar tidak terkecoh dengan propaganda radikalisme terorisme yang dikemas dalam bentuk apapun,” kata Boy dalam website resmi BNPT RI, Jakarta, Jumat (3/12/2021).
Menurut Boy, tantangan terbesar bangsa saat ini adalah melawan ideologi-ideologi yang bertentangan dengan nilai kebangsaan. Paham itu biasanya menghalalkan kekerasan dan biasanya dibalut dengan narasi agama. Karenanya, tidak sedikit masyarakat terjebak, bahkan generasi muda menjadi korban. “Hasilnya kekerasan fisik dan non fisik terjadi, bermula dari membentuk kelompok eksklusif dan intoleran hingga melakukan aksi teror dengan tujuan jihad,” ujar Boy.
Bahkan, berdasarkan hasil survei yang dirilis Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada tahun 2020 menunjukkan 30,16 persen mahasiswa memiliki sikap toleransi beragama yang rendah. Boy menyebut, rendahnya toleransi beragama tersebut harus direspon karena jika dibiarkan dapat menjadi bibit radikalisme dan terorisme. Dianalogikan sebagai virus, Boy menuturkan, ideologi yang mengusung kekerasan ini menyebar sangat cepat karena kemajuan teknologi. Pemanfaatan ruang digital mempercepat proses radikalisasi dan mampu menjangkau pengguna internet di berbagai belahan dunia. “Vaksin paling ampuh dalam mematikan virus tersebut adalah Pancasila yang sarat dengan makna toleransi dan solidaritas,” ucap Boy.
Pengaplikasian nilai Pancasila, kata Boy, dapat dilakukan dari lingkungan keluarga hingga tempat bekerja, yang artinya Pancasila dapat diamalkan di setiap lini kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. “Kalau kita analogikan sebagai virus (ideologi kekerasan), vaksin yang paling pas adalah wawasan kebangsaan, nilai dalam ideologi Pancasila. Implementasi dan pengamalan pancasila harus dilaksanakan, jangan sampai narasi radikalisme masuk dalam kegiatan sehari-hari,” tutup Boy.