Harakatuna.com. – Dalam hidup sering kali kita bertanya: kapan waktu yang paling tepat untuk bersedekah? Apakah ketika kita punya banyak kelebihan, atau justru saat keadaan sulit? Rasulullah SAW memberikan jawaban yang bijak dan penuh hikmah. Bersedekah itu tidak hanya soal “apa” yang diberikan, tetapi juga “kapan” dan bagaimana kesiapan hati melakukannya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
ان تصدق وانت صحيح، حريص وفي رواية شحيح، تأمل الغنى، وتخشى الفقر، ولا تهمل حتى اذا بلغت الحلقوم قلت لفلان كذا، ولفلان كذا، وقد كان لفلان. رواه البخاري عن ابي هريرة
“Bersedekahlah ketika kamu sehat, saat masih kikir, di kala berangan-angan menjadi kaya, dan ketika khawatir jatuh miskin. Jangan menunda sedekahmu hingga menjelang ajal, di saat itu kamu berkata, ‘Harta ini untuk si fulan, dan ini untuk si fulan,’ padahal harta itu sudah menjadi milik orang lain.” (HR. Bukhori)
Hadis ini memberikan pesan mendalam tentang waktu terbaik untuk bersedekah. Berikut penjelasannya:
1. Saat Sehat: Melawan Godaan Dunia
Ketika tubuh sehat, pikiran pun penuh dengan angan-angan. Kita cenderung sibuk mengejar keinginan dan kesenangan duniawi, sehingga sering merasa berat untuk berbagi. Sedekah dalam kondisi ini menjadi lebih bernilai, karena membutuhkan perjuangan melawan ego.
Berbeda halnya saat sakit atau di ambang ajal. Pada kondisi itu, hasrat duniawi biasanya memudar, sehingga memberi terasa lebih mudah. Maka, bersedekah saat sehat bukan hanya menunjukkan keikhlasan, tetapi juga melatih diri untuk tidak diperbudak oleh harta dan keinginan dunia.
Seorang ulama, Syekh Muhammad Abdul Aziz Al-Khuli, menjelaskan bahwa sedekah di saat sehat adalah bukti jiwa yang lapang, karena saat itulah ujian kesungguhan memberi berada pada puncaknya.
2. Saat Kikir: Ujian Ketulusan
Kikir adalah sifat yang sering menguasai manusia, apalagi terhadap harta yang didapatkan dengan kerja keras. Rasa sayang untuk berbagi sering kali lebih dominan dibandingkan keinginan membantu orang lain.
Namun, di sinilah letak keutamaan sedekah. Ketika seseorang mampu mengalahkan sifat kikirnya dan tetap berbagi, sedekah tersebut menunjukkan ketulusan hati yang luar biasa. Bahkan, meski hanya sedikit, Allah SWT sangat menghargai pengorbanan itu.
3. Saat Berlimpah: Bersyukur dengan Berbagi
Kekayaan adalah ujian, bukan sekadar anugerah. Ketika dunia berada dalam genggaman, saat itulah seseorang diuji apakah ia tetap ingat kepada Allah atau terlena dengan nikmat dunia.
Sedekah di saat kondisi berlimpah adalah cara untuk bersyukur atas rezeki yang telah diberikan. Harta yang mengalir deras seharusnya menjadi sarana untuk berbagi manfaat kepada sesama, bukan hanya alat pemuas ambisi pribadi.
Dalam Al-Qur’an, banyak kisah yang mengingatkan kita bahwa kekayaan sejatinya adalah titipan, bukan milik mutlak. Berbagi saat berada di puncak kejayaan adalah wujud rasa syukur yang nyata.
4. Saat Khawatir Jatuh Miskin: Bukti Keimanan
Ketakutan akan kemiskinan sering kali membuat seseorang enggan bersedekah. Namun, justru di tengah kondisi ini, sedekah menjadi bukti keyakinan bahwa Allah adalah pemberi rezeki.
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta. Bahkan, ia adalah jalan untuk mendapatkan keberkahan, baik di dunia maupun akhirat. Ketika seseorang mampu tetap berbagi di tengah kondisi sulit, hal itu menunjukkan keimanan yang kokoh dan hati yang penuh tawakal.
Hikmah Waktu dalam Bersedekah
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Munafiqun: 10:
“Infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antaramu. Dia lalu berkata (sambil menyesal), ‘Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku sedikit waktu lagi, aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang saleh.’”
Ayat ini menjadi pengingat bahwa sedekah bukan sesuatu yang bisa ditunda. Ketika kesempatan masih ada, gunakanlah untuk berbagi. Jangan sampai penyesalan datang di akhir, saat harta sudah tidak lagi bernilai karena ajal menjemput.
Sedekah adalah cermin dari keimanan dan ketulusan hati. Besar atau kecilnya nominal bukanlah ukuran utama. Yang penting adalah niat dan usaha untuk berbagi, terlepas dari kondisi kita.
Wallahu a’lam.