27.4 C
Jakarta

Wajah Radikalisme Indonesia Pasca Meninggalnya Abu Bakar al-Baghdadi

Artikel Trending

KhazanahResonansiWajah Radikalisme Indonesia Pasca Meninggalnya Abu Bakar al-Baghdadi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bahaya laten paham radikalisme muncul dari kelompok militan Islamic State of Irak and Syria alias ISIS, kelompok ini mempertontonkan eksistensi radikalisme agama yang mengatasnamakan agama tertentu, yaitu Islam. Padahal, perbuatannya sangat memberikan contoh buruk terhadap ajaran Islam yang sebenarnya tidak mengajarkan kita untuk menyebarkan agama dengan paham kekerasan (ekstremsime, radikalisme, terorisme).

Dari sebagian besarnya, paham agama yang disebarkan telah menyalahgunakan jihad yang ada dalam teks agama. Bahkan, seolah-olah semua agama. Khususnya Islam melegalkan dakwah atau ceramah agama alias jihad agama dengan kekerasan tanpa didasarkan pada pemahaman dalil keagamaan yang kuat. Dan tidak berpikir esensi agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.

Apalagi pasca tewasnya pimpinan ISIS (Islamic Statet of Irak and Syria), Abu Bakar al-Baghdadi. Hal ini tentu harus kita waspadai. Karena itu, belum bisa dipastikan jaringan ISIS akan terputus setelah meninggalnya pimpinan kelompok Islam radikal ini. Sebab itu, paham radikalisme yang dianut oleh ISIS sudah tersebar ke pelbagai penjuru negeri. Dari situasi ini, keamanan global penting dioptimalkan kembali demi kemanan agar dapat bebas dari terpaparnya paham radikalisme yang sudah bergentayangan.

Dan banyak kelompok-kelompok Islam yang ada di berbagai negara mayoritas Islam terpapar paham radikalisme yang dibawa oleh ISIS. Pandangan ini yang kemudian juga ditegaskan oleh Prof. Azyumardi Azra, selaku Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat diwawancarai tim Harakatuna Media (04/11/19). Bahwa, “intinya adalah bahwa kalaupun Abu Bakar al-Baghdadi tewas tidak berarti kemudian ISIS itu akan hilang. Dan juga sekaligus ancaman ISIS (Islamic State of Irak and Syria) itu juga akan hilang di berbagai kawasan dunia muslim atau kelompok-kelompok yang pro-ISIS itu juga hilang. Kalau di Indonesia, itu masih ada orang-orang atau kelompok yang sudah lama menyatakan berbai’at setia kepada khilafah Abu Bakar al-Baghdadi itu”.

Untuk mengetahui lebih jauh pengamatan terhadap “ISIS Pasca Meninggalnya Abu Bakar al-Baghdadi”. Cendikiawan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Azyumardi Azra, berkenan memberikan pandangan substantif sejauh mana paham radikalisme yang dibawa oleh ISIS itu berkembang. Dan apakah hal ini bisa menutup kemungkinan besar, meninggalnya pimpinan ISIS tersebut menjadi saksi terkuburnya jaringan ISIS? Berikut petikan wawancaranya:

Menurut tanggapan Prof. Azyumardi Azra terkait sumber isu meninggalnya pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi bisa dikatakan pasti atau hanya ada semacam propaganda politik?

Kita tidak tahu pasti, karena sebelumnya juga Abu Bakar al-Baghdadi sudah pernah dilaporkan tewas, dua-tiga kali sebelumnya sudah. Dan yang terakhir kemaren itu dari Donald Trump (Presiden Amerika Serikat) yang mengumumkan sendiri, tapi soal apakah betul-betul ia 100%. wallahu ‘alam bis shawab. Saya tidak tahu pasti. Yang jelas, katakanlah kalau al-Baghdadi meninggal. Saya kira tidak berarti kemudian organisasi ataupun kelompok ISIS ini akan hilang begitu saja, tidak juga. Apalagi kemudian juga dilaporkan bahwa ISIS sudah memilih ataupun ada orang kedua. Yaitu, Abu Ibrahim al-Hasyimi, itu yang kemudian dilaporkan memimpin ISIS ini kalau Abu Bakar al-Baghdadinya sudah tidak ada. Jadi, intinya adalah bahwa kalaupun Abu Bakar al-Baghdadi tewas tidak berarti kemudian ISIS itu akan hilang, dan juga sekaligus ancaman ISIS (Islamic State of Irak and Syria) itu juga akan hilang di berbagai kawasan dunia muslim atau kelompok-kelompok yang pro-ISIS itu juga hilang. Kalau di Indonesia itu masih ada orang-orang atau kelompok yang sudah lama menyatakan berbai’at setia kepada khilafah Abu Bakar al-Baghdadi itu. Seperti JAD (Jamaah Ansharut Daulah), misalnya sebagai sebuah kelompok tapi juga ada orang-orang yang berbai’at melalui on-line kepada Abu Bakar al-Baghdadi/ISIS. Jadi, masih ada dan masih berlanjut, apalagi kalau misalnya konflik masih terus berlanjut di kawasan itu, keadaan politik yang tidak menentu keamanan di Irak, Suriah, Turki, dan wilayah Kurdi itu masih bergejolak panas. Maka, wilayah itu tetap menjadi tempat atau wilayah kelompok-kelompok radikal dan teroristik itu, bukan hanya ISIS, tetapi juga kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda. Jadi, wilayah ini memang wilayah yang penuh konflik, dan kita tidak tahu pasti. Bagaimana keadaan yang sebetulnya? Kita sudah tahu dan sudah mendengar banyak berita dan laporan ISIS/Abu Bakar al-Baghdadi. Itu menyerang hingga membikin kekacauan kegiatan teror dengan aksi-aksi terorisme di banyak negara termasuk di Indonesia. Kecuali hanya di Israel, dan kita juga baca laporan bagaimana yang itu tidak pasti juga, tapi laporan bagaimana hubungan antara Abu Bakar al-Baghdadi dengan Mossad (Dinas Rahasia Israel). wallahu ‘alam, tetapi kenyataanya memang seperti itu. ISIS banyak beraksi di negara-negara atau wilayah-wilayah muslim, tapi tidak pernah menyerang Israel.

Sejauh ini kan Abu Bakar al-Baghdadi cukup sering diisukan tewas. Bahkan, sudah berkali-kali isu yang berkembang. Tetapi yang memberikan statement ini melalui media jumpa persnya Presiden AS, Donald Trump. Tentu apakah ini sebuah tanda bahwasanya ISIS akan tiada Prof?

Tidak otomatis begitu, seperti yang saya bilang tadi ada atau tidak ada al-Baghdadi selama ini juga tidak tahu tempatnya dimana? Dan bersembunyi dimana? Mungkin dia tidak bisa melakukan komdando secara efektif, tapi ISIS tetap berjalan aja. Apalagi kemudian orang atau kelompok ada saja yang terus-menerus berbai’at setia kepada Daulah Islamiyahnya ISIS ini. Jadi, pada tahap ini sebetulnya tidak terlalu signifikan lagi apakah Abu Bakar al-Baghdadi sudah tewas atau tidak. Walaupun tentu saja harus juga dikatakan sebetulnya dalam setahun-dua tahun ini ISIS mengalami keterpukulan dan kemunduran di berbagai front di wilayah Suriah, dan Irak. Banyak wilayah yang dikuasasinya sesudah direbut oleh Irak ataupun Suriah, tapi tidak otomasi kemudian ISIS hilang, dan mungkin juga kelompok-kelompok yang simpatisan atau yang berbai’at setia kepada ISIS di wilayah-wilayah lain justru semakin aktif dalam rangka membuktikan bahwa ISIS itu belum mati. Kita lihatlah di Indonesia menjelang pelantikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin kemarin banyak sekali yang ditangkap itu orang-orang yang terafiliasi dengan JAD, dan JAD itu adalah kelompok yang berbai’at kepada Abu Bakar al-Baghdadi. Walaupun juga tidak secara langsung berbai’atnya.

Bagaimana respon Prof. Azyumardi Azra terhadap wajah dunia, khususnya masyarakat Indonesia pasca meninggalnya Abu Bakar al-Baghdadi (pimpinan ISIS)?

Sesungguhnya tidak terlalu menjadi isu di Indonesia, masyarakat Indonesia umumnya juga tidak tahu persis siapa Abu Bakar al-Baghdadi itu. Yang tahu mungkin hanya orang-orang yang memang punya minat atau punya niat/kemauan untuk bergabung dengan ISIS, orang-orang JAD misalnya tentu dia tahu siapa Abu Bakar al-Baghdadi atau orang-orang spesialis, pengamat atau pengkaji atau peneliti. Mereka ini tahu siapa Abu Bakar al-Baghdadi. Koneksinya bagaimana? Tapi kalau masyarakat muslim Indonesia umumnya tidak tahu siapa Abu Bakar al-Baghdadi, dan bagi mereka tidak relevan, yang relevan bagi mereka itu adalah orang-orang yang memang simpatisan ISIS atau berafiliasi kepada ISIS. Oleh karena itu, tewas atau tidak tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi bagi kaum muslimin Indonesia yang mayoritas itu tidak relevan. Apalagi kemudian mayoritas masyarakat muslim Indonesia itu moderat (wasathiyah), maka tidak tertarik kepada ISIS, al-Qaeda, dan atau Taliban tidak tertatik. Maka, mungkin anggota NU, Muhammadiyah, al-Wasliyah, dan Nahdlatul Wathan yang tidak ada agenda radikal, serta tidak ada orientasi kepada kelompok-kelompok radikal-teroristik seperti ISIS itu. Oleh karena itu, sama sekali tidak relevan bagi mereka.

BACA JUGA  Bimtek PPIH 2024: Upaya Kementerian Agama Melahirkan Uwais Al-Qarni di Zaman Modern

Apakah hal ini akan kemungkinan besar berdampak positif pasca meninggalnya Abu Bakar al-Baghdadi (pimpinan ISIS) Prof?

Kita harus lihat dulu dalam beberapa waktu kedepan ini. Apakah tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi punya dampak terhadap aksi-aksi teroristik yang ada di Indonesia itu? Apakah dampaknya ada atau misalnya berkurang atau tidak? Kalau misalnya tidak ada lagi penangkapan-penangkapan orang JAD misalnya, berarti ada dampaknya, dan kemudian orang JAD sudah tidak lagi aktif dalam kaitannya dengan ISIS. Tapi kalau misal jumlahnya meningkat semakin banyak yang ditangkap oleh Densus 88 Anti-terorisme. Maka, berarti kemudian laporan tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi ini menurut terjadinya eskalasi kekerasan dan aksi terorisme oleh kelompok-kelompok atau orang-orang yang berbai’at kepada Abu Bakar al-Baghdadi itu bisa kita lihat. Jadi, kita harus lihat dulu atau kita harus tanya dulu laporan intelejen. Apakah mungkin ada BNPT punya data mengenai hal itu atau Densus 88 atau mungkin BIN yang pasti sejauh mana dampak laporan tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi terhadap aksi-aksi atau pertumbuhan dinamika kelompok-kelompok radikal-teroristik yang berafiliasi kepada ISIS itu.

Pasca meninggalnya Abu Bakar al-Baghdadi ini menimbulkan reaksi yang cukup besar dari masyarakat. Tetapi sekarang yang menjadi perhitungan itu apakah dengan meninggalnya pimpinan ISIS ini akan menjadi sebuah rantai pemutus jaringan kelompok ISIS?

Yang pertama di Indonesia seperti yang saya tadi katakan, bahwa isu tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi tidak terlalu menjadi pemberitaan yang besar, media mainstrem melaporkan besar-besaran tidak ada. Di media sosial juga tidak. Mungkin juga kalaupun ada beredar sedikit, saya juga melihat ada tapi tidak banyak dan tidak signifikan. Mungkin karena isu itu tidak lagi hangat bagi orang Indonesia. Apalagi kemudian seperti yang saya tadi katakan, mayotiras kaum muslimin Indonesia itu adalah orang-orang yang wasathiyah. Jadi, tidak terlalu tertarik pada hal-hal yang bersifat teroristik itu. Oleh karena itu, apakah masyarakat kemudian tersinggung sehingga meninggalnya Abu Bakar al-Baghdadi mempengaruhi gerakan radikal skala umum belum tentu, dan itu tergantung dari kondisi ataupun dinamika politik yang terjadi di negara-negara timur tengah secara keseluruhan. Kalau negara-negara timur tengah tetap kacau seperti sekarang ini, maka kekacauan-kekacauan politik, kekerasan-kekerasan politik, dan konflik-konflik politik seperti itu. Maka, itu menjadi lahan subur bagi munculnya kelompok-kelompok radikal. Selalu begitu polanya, kita tahu lah bahwa kekacauan masih terus terjadi, seperti kemaren di Irak ada demonya yang ditembakin, ada soal ekonomi, soal politik, budaya perang antara Turki dengan Kurdi, mungkin ada Suriah, kemudian perang masih berlanjut di Yaman, koalisi Militer Arab Saudi masih menyerang di Yaman. Jadi, situasi kacau seperti ini mendorong munculnya kelompok-kelompok radikal-teroristik. Jadi, selama keadaan di situ masih kacau seperti itu. Maka, kita bisa bayangkan, dan bisa diduga kelompok-kelompok teroristik bisa muncul sewaktu-waktu.

Mungkin Prof. Azyumardi Azra bisa menawarkan sebuah pendekatan-pendekatan atau strategi apa yang paling efektif untuk mereduksi dan memutus penyebaran paham radikalisme?

Kalau di Indonesia mungkin lebih bisa, karena situasi politik, dan stabilitas politiknya mencapai lebih baik, serta ekonominya bertumbuh walaupun juga melambat sehingga mengalami kecenderungan stagnansi. Tapi secara umum, kalau situasi politiknya stabil, keamanan stabil, dan ekenomi juga bertumbuh dengan baik. Maka, kemunculan kelompok-kelompok radikal itu lebih kecil walaupun ada. Tapi kalau situasinya kacau, politiknya kacau, politiknya represif. Misalnya katakanlah seperti yang terjadi di Mesir, Militer, Presiden Abdul Fatah al-Sisi, dia Militer represif terhadap kelompok Islamis Ikhwanul Muslimin, atau ada perang saudara di Yaman dicampuri oleh koalisi Militer Saudi, kemudian juga keadaan politik keamaan tidak baik, dan selalu memburuk di Irak, di Suriah. Ini semua menjadi lahan subur bagi munculnya kelompok paham radikalisme dan kelompok terorisme itu. Dan apalagi kemudian situasi seperti ini dicampuri oleh kekuatan-kekuatan besar dunia akan tambah kacau lagi, kekuatan besar dunia itu termasuk Amerika, Rusia, dan Cina. Walaupun Cina tidak terlalu besar dan tidak terlalu jauh ikut campur tangan, tetapi ini semua membuat keadaan semakin susah untuk diselesaikan. Oleh karena itu, kita di Indonesia ini harus bersyukur kalau kita aman, dan damai, serta tidak ada campur tangan asing di Indonesia ini. Cuma kalau kita kacau pasti kekuatan asing itu mau ikut campur dalam urusan Indonesia, sehingga membuat kondisi ini tambah kacau lagi.

Terkait langkah pemerintah, apa yang harus dilakukan oleh pemerintahan saat ini dalam menuntaskan paham-paham radikalisme Prof?

Pemerintah harus bekerjasama dengan masyarakat. Jadi, radikalisme itu sumber dan penyebabnya banyak, serta tidaklah tunggal. Oleh karena itu, penyelesaiannya juga harus komprehensif, harus melibatkan kementerian dan lembaga. Artinya, tidak cukup kemudian Presiden Jokowi misalnya hanya memberikan mandat pada Menkopolhukam, dan Menteri Agama untuk memberantas radikalisme. Ini harus ditangani oleh lintas kementerian dan lembaga. Kementerian itu termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, dan Kementerian yang relevan itu harus ikut bersama lembaga. Lembaga itu apa? Misalnya BNPT, dan juga masyarakat, Ormas, Civil Society, kayak anda-anda ini Harakatuna misalnya, harus ikut semuanya. Jadi, tidak bisa kalau cuma Menteri Agama yang berteriak-teriak mau memberantas radikalisme, Itu malah kontra-produktif. Jadi, ini harus dikerjakan bersama-sama, dan masyarakat juga harus dipahamkan bahwa supaya dalam menghadapi radikalisme ini bukanlah untuk memojokkan Islam secara keseluruhan, karena apa? Karena pelaku radikalisme itu adalah bagian kecil saja segelintir oknum di kalangan umat Islam di Indonesia. Ini perlu diklarifikasikan, karena kalau tidak, ada orang-orang yang memanfaatkan situasi ini, kemudian mengeneralisasi bahwa dengan melakukan kegiatan anti-radikalisme seolah-olah pemerintah itu anti umat Islam secara keseluruhan. Dan ini yang perlu diklarifikasikan. Jadi oleh karena itu, pemerintah harus hati-hati, harus bersama-sama dengan melibatkan Ormas Islam, terutama NU dan Muhammadiyah.

Bagaimana harapan Prof itu terhadap masyarakat, supaya masyarakat kedepannya memahami bahwa radikalisme itu tidak ada afiliasinya dengan Islam?

Masyarakat itu harus lebih waspada, lebih peduli, kalau misalkan di Masjidnya ada ustad yang pembicaraanya memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan ujaran kebencian. Masyarakat harus lapor kepada pengurus Masjid supaya jangan mengundang lagi ustad seperti itu atau misalnya masyarakat melihat di satu rumah atau kos-kosan ada yang mencurigakan. Baik itu, dari segi pakaiannya, gerak-geriknya, dan cara berbicaranya, masyarakat itu bisa mengendus, dan harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Jadi, punya kepedulian dan jangan diam-diam saja. Jadi, kita harus bersama-sama berbicara sama kiai, atau sama siapa pemimpin di lingkungan RT-RW kita mengenai hal-hal yang mencurigakan, itu perlu dibicarakan. Jadi, tidak mungkin Polisi atau Densus 88 kelayapan tiap hari di kampung-kampung, itulah peran dari masyarakat. Masyarakat ini termasuk pengurus Masjid sebaiknya harus menghindarilah, dan tidak mengundang ustad-ustad yang kerjanya memprovokasi, menghasut, dan mengadu domba, mengumbar ujaran kebencian, itu tidak ada gunanya, tidak ada manfaatnya, dan itu hanyalah menimbulkan permusuhan di antara sesama umat Islam. Padahal, tujuan dari dakwah atau ceramah agama itu untuk mengajak umat Islam untuk menjadi lebih baik, menjadi lebih itu supaya lebih kuat ukhwah Islamiyahnya, itulah peran masyarakat untuk mengawasi.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru