30.1 C
Jakarta

Viral Mayat Manusia Dijadikan Pupuk Kompos, Bolehkah dalam Islam?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamViral Mayat Manusia Dijadikan Pupuk Kompos, Bolehkah dalam Islam?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Pupuk kompos berasal dari tubuh manusia? Pernahkah Anda mendengar hal ini? Atau pernahkah terpikirkan oleh Anda sebelumnya akan hal tersebut? Tren pupuk kompos yang berasal dari jasad manusia tengah tren di Amerika Serikat.

Istilah tersebut populer dengan human composting. Proses pembuatan pupuk kompos ini melibatkan kombinasi antara karbon, nitrogen, oksigen, dan mikroba-mikroba—yang dapat menghancurkan jasad manusia dalam waktu singkat.  Setelah proses penghancuran jasad, maka tubuh tersebut sudah bisa dijadikan pupuk kompos untuk digunakan sebagai penyubur pelbagai tanaman.

Adapun tujuan tubuh manusia dibuat jadi pupuk kompos, sebagaimana dikutip dari NYTimes.com, untuk melestarikan lingkungan. Pasalnya, cara ini diklaim lebih ramah lingkungan daripada proses kremasi atau dikubur di dalam tanah. Lantas dalam Islam bolehkah jenazah dijadikan pupuk kompos?

Menurut ajaran Islam, manusia adalah makhluk yang sangat mulia. Kemuliaan manusia itu berlaku ketika ia hidup ataupun sudah mati. Jika manusia meninggal dunia, dalam Islam, sudah ada aturan syariat terkait prosedur pengurusan jenazah. Yang disebut dengan fardu kifayah yang empat; yakni memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Habib Salim bin Jindan dalam kitab al-Ilmam bi Ma’rifat al-Fataawi al-Ahkaam. Menurut beliau jenazah seorang manusia memiliki empat hak. Adapun hak tersebut menjadi kaum muslimin untuk menunaikannya. Simak perkatan Habib Salim bin Jinda berikut;

واكرامهم بعد موتهم هو تغسيلهم  و تكفيهم حسب, اوامر الشريعة والصلاة عليهم ودفنهم

Artinya: bentuk pemuliaan terhadap manusia setelah mereka wafat, yakni memandikan jenazah, dan mengkafani sesuai syariat, dan menyalati, serta mengkuburkan jenazah.

Pada sisi lain, pengarang fikih kontemporer Syekh Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaff dalam kitab Taqrirotus Sadidah fil Masa’il Mufidah, menyebutkan bahwa seorang yang muslim yang meninggal wajib dikuburkan. Pasalnya, menguburkan mayat yang sudah meninggal, merupakan fardu kifayah yang harus ditunaikan oleh sebagian kaum muslimin. Jika tidak ada yang mengerjakan tersebut, maka berdosalah seluruh kaum muslimin di daerah tersebut.

احكام الدفن ثلاثة; الاول واجب: للمسلم والكافر الذمي غير السقط الذي لم يظهر فيه مبدأ خلق آدمي

Artinya; Hukum menguburkan mayit ada tiga; Pertama, hukumnya wajib; apabila yang meninggal itu kaum muslimin, dan juga kafir dzimmi (yang dilindungi) yang meninggal bukan keguguran yang tidak nyata padanya tanda-tanda kehidupan.

BACA JUGA  Bagaimana Hukum Fidyah Puasa Bagi Orang Hamil

Menurut Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, dalam kitab al-Umm bahwa menguburkan jasad orang yang sudah meninggal  hukumnya wajib dalam Islam. Sudah sepantasnya seorang yang meninggal di dunia memperoleh haknya berupa dimandikan, diberikan kain kafan, begitu juga dishalatkan, dan dikuburkan secara layak. Ini semua hukumnya sebagai fardu kifayah. Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menerangkan sebagai berikut;

قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ: حَقٌّ عَلَى النَّاسِ غُسْلُ الْمَيِّتِ، وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ، وَدَفْنُهُ لَا يَسَعُ عَامَّتَهُمْ تَرْكُهُ، وَإِذَا قَامَ بِذَلِكَ مِنْهُمْ مَنْ فِيهِ كِفَايَةٌ لَهُ أَجْزَأَ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَهُوَ كَالْجِهَادِ عَلَيْهِمْ حَقٌّ أَنْ لَا يَدَعُوهُ،

Artinya; Ada pun hak seorang mayit pada manusia lain; memandikan si mayit,  menyediakan kain kafan, menshalatinya, dan menguburkannya, sejatinya  kewajiban ini tidak berlaku bagi semua orang.  Apabila sebagian orang melakukannya, maka hal itu sudah  memadai bagi yang lain, dan menggugurkan kewajiban bagi manusia lain.  Demikian itu seperti melaksanakan jihad bagi mereka yang melaksanakannya.

Dengan demikian , tak dibenarkan oleh syariat Islam seorang muslim yang meninggal dijadikan pupuk kompos, sekalipun dengan alasan ramah lingkungan. Pun tak boleh hukumnya melaksanakan kremasi pada jenazah orang Islam. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Dr. Nashar Farid Wasil dari  Dar Ifta Mesir, bahwa kremasi atau membakar jenazah umat Islam tidak diperbolehkan. Pasalnya, praktik kremasi itu tidak sesuai dengan syariat Islam yang mulia. Dr. Nashar Farid Wasil dari Lembaga Fatwa Mesir mengatakan;

فلا يجوز بحالٍ إحراقُ جثث موتى المسلمين، ولم يُعرَف الحرقُ للجثث إلا في تقاليد المجوس، وقد أُمِرنا بمخالفتهم فيما يصنعون مما لا يوافق شريعتنا الغراء.

Artinya; Maka tidak diperbolehkan kremasi jasad jenazah umat Islam, Praktik kremasi tidak dikenal kecuali pada tradisi  kaum Majusi. Sesungguhnya kita diperintahkan untuk menyalahi perbutan yang mereka lakukan, pasalnya itu tidak tidak sesuai dengan syariat kita yang mulia.

Zainuddin Monash, Alumni Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purba Baru.  Pimpinan Redaksi LPM Institut  2017. Peneliti  di El Bukhari Institut.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru