29.7 C
Jakarta

Ustaz Ihsan Tanjung, JAD, dan The Next Aman Abdurrahman

Artikel Trending

Milenial IslamUstaz Ihsan Tanjung, JAD, dan The Next Aman Abdurrahman
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setelah sebelumnya kita mengulas tentang topik-topik dakwah ustaz Ihsan Tanjung, latar belakang, hingga dakwah pemurnian yang dibawanya, yang tidak bisa dipungkiri bermanhaj PKS, kini tersuguhkan sebuah pertanyaan besar: kenapa ia sekarang banyak diminati? Siapa para jemaahnya? Dan apa yang para jemaahnya inginkan dari seorang Ihsan Tanjung? Pertanyaan terakhir ini erat berhubungan dengan prospek dakwahnya ke depan. Baik dalam hal sosial-dakwah maupun politik-dakwahnya.

Sosial-dakwah ustaz Ihsan Tanjung bertolak dari upaya memperbaiki tatanan sosial umat Islam. Dirinya berusaha menarik kembali kita, Muslim, yang dirasa telah terjerumus dalam sistem sosial bernama “sistem dajjal.” Maka bukan sesuatu yang asing dalam ceramahnya, konspirasi New World Order yang diprakarsai PBB—menarik seluruh bangsa yang telah diatur berdasarkan konsensus mereka untuk memiliki pandangan yang sama. Tidak ada sistem yang sesuai ajaran Al-Qur’an dan hadis Nabi, katanya.

Sistem sosial tadi menjalar melalui apa yang ustaz Ihsan Tanjung sebut sebagai “sistem Yahudi”. Bahwa secara politik, kita telah berkiblat kepada Yahudi, dan bukan kepada Al-Qur’an dan hadis. Ia tidak pernah menyebut itu sebagai “thaghut” sebagaimana aktivis HTI mengistilahkannya. Tidak juga menganjurkan  “bughat” sebagaimana proyek-proyek teror JAD dan sejenisnya. Tetapi, ia berangkat dari kesadaran kolektif para jemaah bahwa “hari ini sosial-politik kita tidak selaras Al-Qur’an dan hadis,” dan sesudah itu Ihsan Tanjung menyerahkan kepada mereka, apa pun yang hendak dilakukannya.

Benang merah dakwah ustaz Ihsan Tanjung ialah tentang “kemurnian tauhid”. Secara tidak langsung, ia hendak mengatakan bahwa sosial-politik-keagamaan kita di Indonesia memerlukan penyadaran. Ia tidak sekadar berceramah, lebih dari itu ia tengah menyebarkan doktrin yang dianggapnya paling sahih dari realitas yang ada, yang melalui perspektif tertentu, kita bisa menyebutnya “anti-demokrasi”.

Bagaimanapun, sistem yang dirinya maksud adalah sistem politik: demokrasi adalah produk Barat, konspirasi Yahudi melalui PBB. Kita, dalam dakwah ustaz Ihsan Tanjung kepada para jemaah, harus memurnikan kembali tauhid kita—menghindari sistem dajjal. Kurang sedikit langkah lagi untuk menjadikan Ihsan Tanjung mirip Aman Abdurrahman dalam hal menyikapi realitas bangsa kita: keduanya sama-sama bertolak dari antipati terhadap sistem kenegaraan, meski sang ustaz sendiri tidak sekonfrontatif pendiri Jemaah Ansharut Daulah (JAD), yang kini terkena hukuman mati, itu.

Para Jemaah Ihsan Tanjung

Menyamakan substansi dakwah  ustaz Ihsan Tanjung dengan Aman Abdurrahman, saya sadari, akan membuat para jemaahnya merasa tidak nyaman. Mereka tidak akan setuju panutannya dikaitkan dengan teroris, sedekat-semirip apa pun ideologi atau narasi dakwahnya. Meskipun begitu, mengesampingkan potensi bahwa masa depan Ihsan Tanjung adalah mengakomodir gerakan ekstrem adalah kekeliruan. Bukankah sementara jemaahnya tidak sepolos yang ia pikirkan?

Saya meyakini satu hal, bahwa pada setiap narasi, kepentingan-kepentingan selalu mengikuti. Boleh jadi bagi ustaz Ihsan Tanjung niatnya satu: berdakwah memperbaiki umat dari ketergelinciran pada pembatal iman (nawāqidh al-īmān). Itu sah-sah saja. Saya tidak mengatakan bahwa ia adalah radikalis-ekstremis. Ia tidak punya rekam jejak terlibat aksi teror sebagaimana Aman Abdurrahman. Saya hanya mengatakan, di antara para jemaah, ia diproyeksikan sebagai panutan baru mereka.

BACA JUGA  Melihat Lebaran Ketupat dari Kacamata Deradikalisasi

Apa yang dilakukan ustaz Ihsan Tanjung sama dengan dakwah pemurnian tauhid ala Aman, tapi ia lebih murni karena bertolak dari kritik atas realitas modern yang dibahasakannya sebagai produk kafir Yahudi. Imam Bonjol dan pahlawan Islam lainnya yang memerangi kolonial ia sinyalir berada di bawah kesultanan, kekhalifahan Nusantara ketika itu. Bagi para jemaah “yang berkepentingan”, yang menarik dari Ihsan Tanjung ialah ketika dirinya seolah menjustifikasi langkah JAD, ISIS, HTI, dan lainnya.

Kurang tepat bila dikatakan, para jemaah tidak punya kepentingan apa-apa. Sebagaimana kita tidak bisa menggeneralisir bahwa mereka punya agenda politik, kita juga tidak bisa menggeneralisir bahwa mereka semuanya bertujuan murni: Islam. Setelah Aman Abdurrahman tidak lagi bisa diharap kembali memimpin, mereka butuh panutan baru, pemimpin baru, yang doktrin tauhidnya sekokoh Aman.

Ustaz Ihsan Tanjung memiliki syarat yang dibutuhkan itu di satu sisi, dan di sisi lainnya mereka butuh tokoh yang meneruskan perjuangan jihad Aman Abdurrahman. Apakah Ihsan Tanjung menjadi target jemaah yang berkepentingan tersebut?

JAD Butuh Pengganti Aman

Tidak ada yang bisa menyangkal fakta ini. JAD tidak bisa berjalan serampangan, atau dipimpin Aman melalui ruang tahanan. Kalau pun bisa, itu tidak akan berlangsung lama. Karenanya, menyiapkan pengganti menjadi keharusan. Boleh jadi, ketertarikan anggota JAD dkk kepada ustaz Ihsan Tanjung berlangsung perseorangan lantaran merasa ada kecocokan orientasi dakwah, tetapi tidak menutup kemungkinan juga  terorganisir—bahkan rekomendasi dari Aman itu sendiri.

Agenda intinya adalah, dakwah politik JAD harus tetap eksis di negeri ini, mau ada Aman atau tidak. Basis ideologi salafi-ekstrem mereka tidak boleh luntur, maka The Next Aman Abdurrahman merupakan proyek jangka panjang memerangi pemerintah bersama “sistem dajjal”-nya. Saya tidak perlu menjabarkan banyak bukti, namun tanda-tanda kea rah itu sudah tampak jelas di hadapan kita. Ini terlepas dari fakta apakah Ihsan Tanjung sendiri paham hal ini atau tidak.

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, doktrin tauhid ustaz Ihsan Tanjung tidak seekstrem Aman. Maka saya ingin menegaskan, yang terjadi sekarang ialah upaya menyelaraskan mereka oleh sebagian jemaah yang berkepentingan tadi. Sekalipun misalnya Ihsan Tanjung tidak akan melakukan aksi teror, satu fakta yang perlu kita terima bersama ialah: ia tidak akan pernah menjadi mitra pemerintah atau berkompromi untuk memajukan bangsa.

Dan meski ia bukan teroris, ia turut memberi sumbangsih masifnya intoleransi. Jemaahnya menjadi Muslim eksklusif, yang mengklaim bahwa selain mereka, semuanya adalah penganut sistem Yahudi—kafir dan menjadi antek dajjal. The Next Aman Abdurrahman telah disiapkan oleh para pengikut setianya, dan ustaz Ihsan Tanjung tengah dalam incaran mereka.

Kini, di hadapan kita, tersuguhkan pertanyaan akhir: apakah membendung intrik JAD dan proyek The Next Aman Abdurrahman ini harus ditempuh dengan cara mengamankan ustaz Ihsan Tanjung itu sendiri? Jawaban atas pertanyaan ini tidak mudah, dan boleh jadi terkesan menyinggung sementara kalangan. Yang terpenting adalah, spirit menjaga bangsa Indonesia dari gangguan narasi-aksi radikal-ekstrem harus terus terpatri. Apa dan bagaimanapun caranya. Seberat apa pun langkah dan risikonya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru