26.3 C
Jakarta

Ustadz Maaher dan Tren Ceramah Hinaan

Artikel Trending

KhazanahTelaahUstadz Maaher dan Tren Ceramah Hinaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ustadz Maaher at-Thuwailibi, sebutan ustadz milenial dengan nama lengkap Soni Eranata yang memiliki banyak followers, mulai dari Instagram, Twitter bahkan Facebook. Ini baik, sebab kita sedang berada kebebasan berkespresi dan menjelajah. Namun, bagaimana bentuk kebebasan berekspresi di media sosial?

Irjen Pol. Marthinus Hukum, dalam pemaparan kuliah tamu Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dengan tema “Pergulatan Psikologis dan Sosial Mereka yang Terjebak dalam Jaringan Terorisme” menegaskan, bahwa kebebasan berkespresi di media sosial tidak boleh melanggar hak orang lain.

Ketika kita seseorang memiliki banyak followers di media sosialnya, ini menjadi previllege yang dimiliki untuk membentuk dirinya, dengan istilah kekinian “personal branding”. Pada kenyataannya, previllege tersebut tidak terbatas pada “personal branding” semata. Lebih dari itu. Apapun yang kita posting, ataupun jual, secara tidak langsung akan mempengaruhi para folllowers.

Termasuk konten-konten yang kita produksi. Apalagi saat ini, kita sedang berasa di zaman, semakin banyak followers media sosial seseorang, otoritas keilmuannya semakin diterima oleh masyarakat. Padahal, hal tersebut tidak selalu relevan. Salah satunya ustadz Maaher.

Sosok ustadz Maaher,  selain katanya sebagai “juru dakwah”, ia juga menjadi influencer. Banyak sekali ungkapan yang disebarkan di media sosialnya. Tidak sedikit menyinggung orang lain, menyakiti. Bahkan ceramah yang dilontarkan oleh si ustadz, tidak lebih daripada hinaan yang bisa kita pahami.

Sederet Kasus Ustadz Maaher

Kalau kita lihat berbagai tweet yang tampil di laman profilnya, konten yang tayang dengan berbagai macam narasi, video, tidak luput dari isu SARA yang dibawa. Dilansir dari Detik News,  salah satu cuitan yang kemudian menjadi alasan dirinya dilaporkan ke Bareskrim, yakni “cantik pakai jilbab kaya kiai Banser” dengan memasang foto Habib Luthfi bin Yahya. Ia kemudian dilaporkan, dan baru pada tanggal pada Kamis (3/12) kemarin.

Apakah terbatas pada masalah tersebut? Kenyataannya, ustadz Maaher pernah dilaporkan ke Polda Jawa Timur oleh Ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) Jatim karena dugaan menghina Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahib atau Gusdur dengan sebutan “kiai buta”, pada 16 November silam.

Bahkan ceramah seksis juga turut menjadi bagian ceramah Ustadz Maaher dalam berbagai konten video yang diunggahnya.

Hinaan Menjadi Ceramah

Islam sangat menghargai manusia bagaimana ia selayaknya manusia, tanpa melihat jenis kelamin, fisik bahkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri seseorang. Sebab kita meyakini bahwa kekurangan adalah keniscayaan yang dimiliki oleh manusia, kesempurnaan hanya milik Allah.

BACA JUGA  Pemuda: Sasaran Indoktrinasi Khilafah oleh Aktivis HTI

Tidaklah dibenarkan bagi seseorang menghina orang lain, hanya karena fisik. Apalagi secara keilmuan agama, kita tertinggal jauh dengan orang yang kita hina. Hal tersebut tercantum dalam firman Allah Swt. QS al-Hujurat: 11, artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik” (QS. al-Hujurat: 11).

Tidak hanya larangan menghina, mengolok-olok kekurangan lain, seperti cacat fisik dan  semacamnya, juga tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Hal ini terdapat dalam sebuah hadis. Dari ‘Aisyah berkata:

“Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang pada Rasulullah Saw. Maka Nabi berkata: “Saya tidak suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian dan sekian.” Meski sifatnya sebuah candaan, ataupun untuk bersenang-senang. Budaya merendahkan orang lain sebagai bahan candaan kiranya harus selalu kita hindarkan apalagi keluar dari seorang juru dakwah yang setiap kalimat, perbuatan dan sikap menjadi cerminan orang banyak.

Apa yang dipopulerkan ustadz Maaher sangat tidak menggambarkan sikap Rasulullah berdakwah. Sebab dalam dakwahnya, beliau selalu memperlihatkan kedamaian, sikap ramah tanpa cacian, bercanda dengan mengolok-olok ataupun yang lain.

Kiranya sebagai penutup sebuah tulisan ini agar kita mengingat apa yang disampaikan oleh Gus Mus dalam temu virtual mengisi acara virtual pada acara Haul KH Achmad Masduqi Machfudh dan Nyai Chasinah Chamzawi.

Acara yang digelar oleh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Nurul Huda Mergosono, Malang, turut menyita keprihatinan Gus Mus atas banyak sekali fenomena ceramah yang selama ini populer di kalangan masyarakat kita. Beliau berpesan:

“Tolong para kiai, ustaz, habaib hadirkan lagi akhlak Rasulullah Saw, kasih sayangnya Rasulullah kepada sesama. Dakwahnya Rasulullah yang mengajak, tolong itu dihadirkan. Tolong dihadirkan itu kasih sayang agar orang-orang yang awam, yang tidak paham Al-Qur’an al-Karim, kurang paham dengan pribadi Rasulullah SAW, bisa menyimak Anda sekalian yang ngerti Al-Qur’an, yang ngerti sirah Rasulullah SAW.”

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru