30.1 C
Jakarta

Ustadz Dadakan Jelas Tidak Mengerti Agama, Kenapa Kamu Ikuti?!

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanUstadz Dadakan Jelas Tidak Mengerti Agama, Kenapa Kamu Ikuti?!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Akhir-akhir ini, apalagi dimanja dengan media sosial, banyak orang berbondong-bondong menjadi dan mengaku ustadz. Mereka gencar berdakwah tentang Islam di pelbagai forum, tak terkecuali di masjid-masjid. Mereka menjadi paling tahu berbicara Islam, kendati mereka baru belajar Islam. Mereka merasa paling muslim dengan penampilan jubah putih, sorban yang melilit, dan jenggot yang panjang. Mereka inilah yag dimaksud dengan Ustadz Dadakan.

Begitulah ustadz dadakan. Soal ustadz dadakan, Gus Dur jauh sebelum merebaknya media sosial memprediksi: Nanti akan datang masa, ada orang bukan keturunan pesantren dipanggil ustadz. Ramalan Gus Dur ini disampaikan kepada Prof. Said Aqil Siradj. Prof. Said Aqil geleng-geleng kepala begitu sadar, ramalan Gus Dur menjadi kenyataan sekarang. Buktinya, sekarang mulai banyak orang yang memburu titel ustadz, bahkan mengaku dirinya ustadz.

Prof. Said Aqil Siradj merasa risih dengan kehadiran ustadz dadakan itu. Mereka telah menodai kehormatan status ustadz yang memiliki kesetaraan dengan profesor. Menjadi profesor tentunya tidak mudah. Begitu pula menjadi ustadz tentu membutuhkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Prof. Said Aqil menawarkan persyaratan bagi orang yang pengin menyandang status ustadz.

Ustadz hendaknya mengerti tentang agama secara mendalam. “Yang tidak mengerti agama, jangan sekali-kali bicara agama. Nanti salah semua,” sentil Prof. Said Aqil Siradj. Pesan Prof. Said Aqil ini penting direnungkan, karena ustadz itu tak ubahnya dokter. Bagaimana seandainya dokter yang mendiagnosa pasien hanya belajar ilmu kedokteran dari membaca buku saja? Itu pun membacanya belum tuntas dan belum paham secara keseluruhan lagi?

Ustadz dadakan, sekalipun memiliki banyak follower di media sosial, kehadirannya sangat membahayakan terhadap paham keagamaan seseorang. Orang yang menelan mentah-mentah dakwah ustadz dadakan ini akan sangat mungkin menjadi pribadi yang radikal. Mereka akan mudah mengkafirkan saudaranya sendiri, sekalipun sesama muslim. Mereka merasa paling benar, sedangkan yang lain dianggap sesat.

BACA JUGA  Benarkah Politik Sebatas Menang-Kalah, Bukan Benar-Salah?

Ustadz dadakan yang gemar mengkafirkan sesungguhnya melupakan kriteria menjadi muslim yang baik. Nabi Muhammad Saw. menegaskan: Muslim yang baik adalah mereka yang menjaga tangan dan lisannya sehingga tidak mencelakai orang lain. Ustadz dadakan menggunakan lisannya untuk mengkafirkan orang lain dan menggunakan tangannya menulis status di media sosial yang nge-hate speech orang lain juga.

Mengkafirkan orang lain termasuk sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Pengikut Abu al-Hasan Ali al-Asy’ari mengatakan: La yukaffiru ahla al-qiblah. Maksudnya, tidak boleh mengkafirkan orang yang masih shalat menghadap kiblat. Ustadz dadakan tidak memandang orang yang dikafirkan, termasuk orang yang shalatnya menghadap kiblat. Selama orang itu tidak sependapat langsung di-judge kafir.

Prof. Said Aqil Siradj menambahkan, bahwa berdakwah hendaknya disesuaikan dengan skill dan kemampuannya. Jangan sampai orang yang tidak mengerti agama berbicara tentang agama. Itu akan menyesatkan banyak orang. Karena itu, siapapun yang ingin menjadi ustadz hendaknya diuji penguasaannya terhadap pengetahuan agama.

Orang yang tidak mengerti agama berbicara agama akan melahirkan kelompok teroris yang menyebutkan jihad itu adalah perang melawan orang kafir. Padahal, jihad itu tidak selamanya perang. Jihad memiliki cakupan makna yang amat luas. Prof. Said Aqil Siradj menegaskan jihad dilakukan dengan tiga tujuan: menghilangkan kemiskinan, menebar hal-hal yang baik, dan mensolidkan masyarakat.

Sebagai penutup, jangan terlalu percaya terhadap orang yang tiba-tiba mengaku ustadz. Telusuri terlebih dahulu background pendidikannya. Jika mereka benar-benar menguasai pengetahuan agama secara mendalam, tidak masalah fatuwah-fatuwahnya dijadikan cermin untuk melihat masa depan yang gemilang.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru