26.7 C
Jakarta

Ustad HTI yang Jago Kandang (Bagian I)

Artikel Trending

KhazanahOpiniUstad HTI yang Jago Kandang (Bagian I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Seri tulisan ini adalah ulasan terkini atas batalnya rencana debat terbuka seputar khilafah dalam Islam antara Ust. Azizi Fathoni, kader dan penggerak Hizbut Tahrir Indonesia, Kota Malang dengan Ust. Moch Syarif Hidayatullah, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Ketua Umum Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia ADDAI. Tema debat yang disepakati sebelumnya adalah Khilafah dalam Al-Qur’an dan Hadis Berdasarkan Kitab-kitab Rujukan Ulama.

Sebagai bentuk keseriusan, dibuatlah draf awal teknis dan mekanisme debat terbuka oleh kedua belah pihak. Sayangnya, selang beberapa hari dari draf kontrak debat terbuka yang disiapkan untuk disepakati secara bersama-sama, seperti biasa ustad HTI membatalkan secara sepihak dengan alasan yang tidak jelas dan ilmiah. Tentu saja, ustad Syarif kecewa sekali dengan pembatalan tsb, tapi apa boleh buat beliau harus menghormati pilihan ybs. Beliau kecewa karena telah berjam-jam menghabiskan waktu untuk berdiskusi dan berdebat di FB dan WA. Merasa buang-buang waktu. Ternyata, kader dan ustad HTI hanya jago di kandangnya sendiri dan merasa benar pada kelompoknya sendiri.

Saya ingin menyampaikan perkembangan paling mutakhir terkait Surat Kesepakatan Debat (SKD). Meskipun ini jadi antiklimaks dan sepertinya tak banyak yang mengharapkannya.

Ust. Azizi Fathoni yang saya kirimi draft SKD tetiba MENGURUNGKAN rencana debat tsb, padahal sesaat sebelum saya kirimi draft SKD, ybs masih menantang kapan saya akan datang ke Malang. Alasan ybs mengurungkan debat karena ybs merasa tidak murni ilmiah. Itu bahasa di WA ybs yang dikirim ke saya.

Saya terus terang saja kecewa sekali dengan pembatalan tsb, tapi apa boleh buat saya harus menghormati pilihan ybs. Saya kecewa karena telah berjam-jam menghabiskan waktu untuk berdiskusi dan berdebat di FB dan WA. Merasa buang-buang waktu.

Saya melayani diskusi dan debat ybs karena saya melihat ybs mengajar kitab Kifayatul Akhyar dan materi terkait al-Imamah wal al-Khilafah di akun FB-nya yang cukup banyak pengikutnya.

Saya pikir dengan latar belakang seperti itu, okelah saya layani serangan agresifnya ke postingan saya. Karena saya tak akan melayani akun-akun kloningan dan alay yang jelas-jelas berandanya bertabur topik khilafah dan bendera yang identik dengan bendera HTI. Kalaupun saya layani, hanya ingin memberi pesan “kalau tak paham, gak usah komen!”

Setelah saya layani, saya menemukan banyak sekali kelemahan dalam cara berpikirnya, terutama dalam memahami teks berbahasa Arab tentang khilafah. Namun, ybs sangat percaya diri, apalagi didukung oleh akun-akun cyber army HTI.

Saya juga merasa ybs banyak berbohong dan ingkar janji dalam diskusi. Saya didesak-desak untuk menjawab pertanyaan di FB, tapi pada saat yang sama ybs tak mau menjawab pertanyaan saya, padahal sudah disepakati sebelumnya.

Sebagai contoh, ybs mengklaim ada ayat Al-Qur’an soal cinta Tanah Air yang harus diwujudkan dalam bentuk khilafah. Karena berdasarkan bacaan tafsir saya selama ini hal itu tak saya temukan, ya saya minta ke ybs untuk menunjukkan ayat dan tafsir apa yang dirujuk. Meski berkilah dengan berbagai cara, ybs hingga berjam-jam diskusi tak kunjung menjawab apa yang saya tanyakan.

Padahal, semua tantangan ybs soal kriteria baik-buruk dan benar-salah menurut NKRI yang sebelumnya dengan nada menantang dan meremehkan, saya jawab dan saya tunjukkan basis argumennya berdasarkan ayat dan hadis.

BACA JUGA  Cara Nalar Kritis-Humanis Pemuda Menangkal Terorisme

Ketika ybs mempertanyakan penerapan hukum jinayat di NKRI, saya menunjukkan basis argumen saya berdasarkan Tafsir Mafatihul Ghaib karya Ar-Razi. Dan dalam diskusi ini, saya menemukan ybs tidak memahami teks dengan baik. Fahmul Maqru’nya bermasalah. Ybs tak paham takzir dan fungsi takzir. Pemahaman fikih muashirnya bermasalah, begitu juga dengan fikih waqi’i-nya. Bias HTI sekali. Tak jujur dalam berargumen, serta ada masalah dalam adabul hiwar.

Contoh yang lain, ketika ybs menyampaikan bahwa demokrasi itu berasal dari Yunani, sebelum Islam, dan bukan dari Islam. Saya jawab, konsep kerajaan juga bukan dari Islam dan bahkan lebih tua daripada konsep demokrasi. Tapi Daulah Ummayyah, Daulah Abbasiyah, bahkan Daulah Ustmaniyah pemerintahannya memakai sistem monarki. Ini belum lagi negara-negara Islam berbentuk monarki kontemporer seperti Arab Saudi misalnya. Semua diskusi ini masih tersimpan rapih di file WA saya.

Akhirnya, saya berkesimpulan, literasi kawan-kawan yang mengampanyekan khilafah ini masih rendah dan perlu ditingkatkan.

Mereka selama ini hanya sibuk mencari pembenaran, tapi abai dari kebenaran bahwa tak ada satu pun ayat atau hadis yang mengharuskan mendirikan negara khilafah.

Tidak ada nash sharih bentuk khilafah ala HTI itu adalah syariat. Saya sudah jelaskan di https://youtu.be/9c1BqRcUFw4 bahwa itu adalah ijtihad belaka, seperti ketika para ulama-ulama kita dulu berijtihad menerima demokrasi musyawarah ala Indonesia.

Ini belum lagi terkait fakta bahwa tidak ada satu pun kibarul ulama di seluruh dunia Islam yang menerima konsep khilafah ala HT/HTI. Dan, fakta bahwa semua negara Islam melarang HT/HTI di negaranya masing-masing.

Ini saja sudah meruntuhkan fondasi klaim-klaim mereka selama ini. Ini sekaligus membantah bahwa mereka masuk dalam kelompok Ahlussunnah wal Jamaah.

Dengan memperhatikan narasi yang dikembangkan mereka selama ini, mereka jelas tak paham sunnah dan mereka telah keluar dari jamaatul Muslimin yang faktanya semua menolak khilafah ala HT/HTI. Itu artinya mereka bukan Ahlussunnah wal Jamaah. Kalau sekadar klaim, ya monggo saja. Faktanya tidak demikian. Apalagi memalsukan orang HTI yang digelari “ulama Aswaja”. Ini blunder memalukan.

Apa yang mereka klaim sebagai imamah dan khilafah di teks klasik, itu sebetulnya juga mengakomodasi model kepemimpinan dan pemerintahan yang sekarang dalam bentuk nation state. Tidak ada satu pun dalil yang mengharamkan model pemerintahan ala nation state. Ini sudah saya tulis di tesis saya.

Terakhir, mereka tak jujur dengan menyembunyikan fakta bahwa ada hadis sahih riwayat Muslim bahwa “al-Khilafatu min Quraisy”. Khilafah itu harus dari Quraisy. Baca penjelasan Imam Nawawi yang sangat gamblang soal ini di Syarah Sahih Muslim.

Pertanyaan sederhananya, “Orang HT/HTI yang suku Quraisy siapa? Kalau ada, apakah dia akan dijadikan khalifah? Kalau iya, kenapa tidak segera dideklarasikan? Apakah dia sekarang pucuk pimpinan HT/HTI? Kalau tidak ada, berarti konsep khilafah ala HT/HTI ini konsep kosong dan belum pernah teruji diterapkan bahkan oleh HT/HTI sendiri.”

Padahal mereka selama ini memframing bahwa khilafah itu syariat Islam, lah kan lucu jadinya.

Salam hangat dari saya,

Moch Syarif Hidayatullah

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru