30.1 C
Jakarta

Urgensi Pendidikan Multikulturalisme untuk Mencegah Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahTelaahUrgensi Pendidikan Multikulturalisme untuk Mencegah Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.comDalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Penjelasan dalam pasal tersebut, dijabarkan oleh Langeveld, ahli pedagogik asal Belanda dengan menyebut pendidikan sebagai proses bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa dengan tujuan untuk mendewasakan orang lain. Setidaknya dalam proses ini, ada tiga karakteristik umum.

Pertama, stabil, yakni sikap dan kepribadian yang tetap dalam segala situasi dan kondisi. Baik dalam kondisi normal, senang ataupun susah. Kedua, tanggung jawab, yakni antara argumen dan perilaku yang ditampilkan sejalan. Ketiga, mandiri, yakni kemampuan mengambil keputusan atas dasar kemampuan yang dimiliki sendiri, bukan karena paksaan dari pihak orang lain.

Namun, institusi pendidikan yang seharusnya mampu menciptakan siswa menjadi pribadi yang terbuka, mampu menghargai sesama tanpa melihat latar belakang seseorang, belum berbanding lurus dengan impian yang ada. Beberapa kasus intoleransi di sekolah, seperti yang terjadi di SMAN 6 Depok, ketika terpaksa mengurungkan niatnya menjadi ketua OSIS di sekolah lantaran beragama non-Islam.

Kasus semacam ini merupakan PR panjang dari pendidikan kita mengingat bahwa, kasus-kasus intoleransi di sekolah merupakan permasalahan yang sangat urgen untuk diatasi. Kasus intoleransi seperti pemaksaan jilbab, masalah ras, suku dan agama, mewarnai sederet jalan panjang perjalanan pendidikan di Indonesia.

Masalah di atas perlu dipecahkan bersama, dan menjadi tugas, serta kewajiban seluruh elemen yang ada di institusi pendidikan. Kesadaran kolektif dari sebuah institusi pendidikan, untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan terbuka, serta menghargai hak setiap orang agar mampu memperoleh kesempatan yang sama dalam setiap hal, perlu untuk terus diupayakan.

Pentingnya Pendidikan Multikulturalisme

Lain dari masalah pendidikan yang sudah dikemukakan di atas, kita perlu melihat fenomena ke belakang, beberapa tahun silam. Pemilihan Presiden tahun 2019 bisa menjadi salah satu isu yang bisa kita angkat. Isu agama, suku, golongan bermunculan. Pembahasan di media sosial terutama persoalan mayoritas, minoritas menjadi sangat masif. Konten media sosial tentang isu SARA, menjadi bagian dari permasalahan utama dalam Pilkada DKI.

BACA JUGA  Memahami Female Breadwinner Melalui Kacamata Sosial

Ketegangan internal dan eksternal bangsa tidak dapat dihindari karena banyaknya narasi yang tersebar. Media sosial bukan menjadi ruang perjumpaan yang bisa mempertemukan perbedaan. Akan tetapi sebaliknya, menjadi salah satu media perang untuk mendiskriminasi satu kelompok ataupun kelompok lain.

Fenomena ini bisa juga kita pahami sebagai salah satu indikator lemahnya kesadaran multikulturalisme bangsa Indonesia. Mengapa demikian? Sebab jika multikulturalisme sudah mengakar pada diri bangsa, persoalan ras, suku, ataupun agama akan mudah dihindari ataupun mudah diselesaikan.

Pendidikan multikultural menjadi penting untuk diterapkan di lingkungan pendidikan sebagai pendidikan yang membuka kesempatan, kepada peserta didik tanpa memandang kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, budaya ataupun agama. Artinya, pendidikan multikultural menjadi proses pendidikan dengan memposisikan perbedaan adalah hal biasa.

Sehingga dalam konteks ini, para peserta didik menjadi terbiasa dan tidak akan mempersoalkan perbedaan untuk berinteraksi, baik berteman ataupun tidak menghiraukan perbedaan latar belakang yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

Dari sinilah menjadi penting peran guru, dan budaya pendidikan yang perlu diterapkan di sekolah untuk memberikan pengajaran dan pendidikan tentang perbedaan. Di dalam penerapan pendidikan multikultural ini, terdapat kepribadian yang menghargai orang lain, akhlak mulia, dan skill yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mempersiapkan kehidupan lebih luas, untuk berhadapan dengan masyarakat lebih luas.

Heterogenitas yang dialami oleh seorang peserta didik di sekolah, dengan sikap guru yang tidak membeda-bedakan, akan menjadi pembelajaran kehidupan anak di sekolah. Ia akan mampu melihat seseorang dari segala aspek yang dimiliki, seperti kemampuan, kepribadian dan hal lainnya.

Sehingga tidak hanya terpaku dalam melihat perbedaan agama ataupun ras, suku yang dimiliki oleh seseorang. Klaim kebenaran atas agama yang dimiliki, hanya untuk konsumsi pribadi sebagai pemeluk agama tersebut, tidak dipaksakan kepada orang lain. Upaya ini harus dilakukan secara kolektif dalam institusi pendidikan.

Menjunjung tinggi kemanusiaan dalam setiap individu, utamanya di sebuah lingkungan pendidikan, merupakan cita-cita panjang. Sebab pendidikan adalah jantung kehidupan yang akan mengantarkan seseorang menjadi manusia seutuhnya. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru