31.4 C
Jakarta

Unfinished Indonesia: Sebuah Rekam Jejak Kejayaan Narasi Khilafah Indonesia di Masa Depan

Artikel Trending

KhazanahTelaahUnfinished Indonesia: Sebuah Rekam Jejak Kejayaan Narasi Khilafah Indonesia di Masa Depan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.comSebuah video ciamik ditampilkan oleh watchdoc yang berjudul, “Unfinished Indonesia” yang ditayangkan pada 28 Juli 2021, menjadi sebuah peringatan keras bagi kaum moderat, bahwa posisi masyarakat Islam begitu terancam dengan masifnya gerakan transnasional Islam yang memiliki ruang bebas dalam berkarya dan menyerukan tegaknya khilafah di Indonesia.

Kondisi ini ditunjukkan dengan aksi yang dilakukan pada 2 Desember 2016 yang dipimpin Habib Rizieq yang menolak menggugat Ahok atas dugaan penistaan agama dan menolak pemimpin kafir, serta narasi yang menunjukkan bahwa Islam melarang keras terhadap pemimpin kafir dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya.

Gerakan ini menjadi sebuah bukti menguatnya kelompok-kelompok Islam di berbagai terminologi. Sebab masalah ini bukan hanya persoalan politik. Lebih dari itu, ini juga persoalan sosial, ekonomi dan seluruh aspek kehidupan Islam yang begitu eksklusif.

Tidak heran, pasca-gerakan Aksi Bela Islam tersebut, semakin banyak bermunculan label Islam, syar’i pada seluruh kebutuhan masyarakat, seperti halnya 212 Mart, Halal Mart dan dikotomi bisnis Islam dan non Islam yang menimbulkan sekat yang amat nyata pada relasi sosial manusia antaragama.

Ketidakpercayaan Masyarakat terhadap Pemerintah

Pandemi belum berakhir, kebijakan pemerintah terus dipertanyakan oleh rakyat. Bantuan sosial lebih banyak diterima oleh masyarakat justru dari swasta, dari rakyat bantu rakyat, bukan dari pemerintah. Pun jika itu ada, justru dimakan oleh para maling rakyat yang memiliki jabatan di pemerintah.

KPK Melemah dengan kebijakan pemotongan hukuman bagi para maling uang rakyat. Rakyat semakin tidak percaya bahwa pemerintah hadir untuk rakyat. Segala bentuk ketidakpastian hukum yang tersirat dalam berbagai fenomena yang terjadi belakangan ini, membuat masyarakat semakin merasa bahwa kehadiran pemerintah hanya sebuah tembok bisu yang tidak diberikan nilai bagus atas eksistensinya.

Mulai dari Jaksa Pinangki, dengan jumlah korupsi 700 juta. Ia hanya dihukum 10 tahun dan itu pun dipotong menjadi 4 tahun. Djoko Tjandra yang kasusnya masih berkaitan dengan Pinangki, mendapat remisi hukuman. Juliari Batubara, maling bansos Covid-19, dengan jumlah korupsi 32,2 miliar hanya dihukum 11 tahun penjara karena dianggap cukup menderita dari perundungan masyarakat.

BACA JUGA  Mewaspadai Infiltrasi Aktivis HTI dalam Pemilu 2024

Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak memberikan keadilan secara riil pada bangsanya sendiri. Melindungi koruptor, memberikan payung hukum terhadap kelompok kelas atas dan menindas masyarakat bawah. Adanya perbedaan yang cukup nyata ditunjukkan oleh pemerintah dalam penanganan hukum dan pemberlakuannya selama ini kepada beberapa kelompok tertentu, semakin membuat rakyat jenuh dan bosan atas ketidakadilan yang ditampilkan oleh pemerintah.

Ketidakpercayaan yang muncul, membuat Umat Islam khususnya membutuhkan kepastian kebijakan yang selama ini tidak bisa didapatkan oleh pemerintah. Maka narasi bahwa penegakan sistem negara Islam yang membawa kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan hakiki bagi para umatnya, menjadikan alasan ketertarikan masyarakat Muslim mengikuti jejak pergerakan bagi para pengusung khilafah untuk melaksanakan impiannya tersebut.

Ruang ini tidak dimiliki oleh kelompok moderat untuk menjanjikan kemakmuran dan keadilan serta kesejahteraan seperti para pengusung khilafah. Maka kepemilikan kesadaran terhadap nasionalisme dan agama, didasarkan pada kehendak bebas dirinya dalam melihat dan menelaah sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang melihat pluralitas.

Janji Manis sebagai Mayoritas, Masyarakat Islam Harus Berkuasa

Rekam jejak umat Islam di masa silam, menjadi salah satu alasan utuh bagi para dai-dai muda HTI untuk meyakinkan masyarakat Islam, bahwa secara historis, umat Islam  berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia. kondisi ini menjadi alasan bahwa sistem negara Islam menjadi solusi paling apik yang diterapkan di Indonesia.

Alasan ini juga menjadi bukti bahwa pemimpin kafir tetaplah tidak bisa dijadikan pemimpin bagi umat Islam, karena mayoritas tidak mungkin dipimpin oleh minoritas. Sehingga penerapan sistem negara Islam sejatinya sebuah solusi bagi mereka yang bisa diterapkan dan menjamin keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat Islam.

Melalui kelompok ini juga, Islam tampil sebagai agama eksklusif yang hanya ramah terhadap masyarakat Islam saja. Selebihnya, Islam sangat tidak ramah terhadap masyarakat non-muslim, berjarak dengan umat yang tidak sama dengan Islam, bahkan seperti tidak kenal satu sama lain. Bukankan Islam adalah Rahmatal lil ‘alamin? Bisakah khilafah menjamin kesejahteraan masyarakat Indonesia? Atau hanya omong kosong? Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru