32.9 C
Jakarta
Array

Ukuran Bersabar

Artikel Trending

Ukuran Bersabar
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Banyak orang mengatakan sabar itu ada batasnya. Sehingga pada kondisi tertentu seseorang boleh tidak bersabar dan melampiaskan kemarahannya. Apakah benar demikian? Padahal Nabi saw sendiri melarang secara langsung sahabatnya untuk marah. Bahkan larangan itu pun diulang oleh beliau sebanyak tiga kali (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah). Sehingga ungkapan sabar ada batasnya itu hanya bagi orang-orang yang tidak sanggup mengendalikan amarah dan mengontrol emosinya.

Rasulullah saw pernah menyatakan kekagumannya dengan orang Mukmin. Sebab orang Mukmin sejati pasti akan bersabar di saat tertimpa musibah dan bersyukur ketika mendapat kenikmatan (HR. Muslim dari Shuhaib). Oleh karenanya musibah dengan sabar hubungannya sangatlah erat bagi seorang Muslim. Keberadaan sabar di samping musibah akan menepis segala kesedihan dan menghalau prasangka buruk terhadap ketentuan Tuhan Sang Maha Kuasa.

Tidak akan mampu bersabar orang yang tidak terbiasa menahan. Sebab sabar hakikatnya adalah menahan. Menahan dari perasaan yang tidak membuat nyaman. Ketika benteng pertahanan sabar jebol maka semua hal negatif memungkinkan untuk dilakukan. Mulai amarah, sû’uzhonn (prasangka buruk), pemberontakan, balas dendam dan sebagainya.

Lalu kapan kita dimulai untuk menahan? Kapan kita memulai bersabar? Mari kita renungkan kisah yang terjadi di zaman Nabi Muhammad saw yang termuat dalam kitab Shahîh al-Bukhârî dan Shahîh Muslim. Berikut kisahnya;

Pada suatu ketika Nabi saw berjalan menjumpai seorang wanita yang sedang menangis di samping sebuah kuburan anaknya yang masih kecil. Beliau pun menghampirinya dan bersabda: ((Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah)) Wanita itu menimpali: “Ah, menjauhlah dariku, karena anda tidak merasakan mushibah yang ku derita saat ini”. Saat itu, wanita tersebut belum mengetahui bahwa yang mengajak bicara dia adalah Nabi saw.

Setelah wanita tersebut diberitahu oleh para sahabat bahwa yang diajak bicara tadi adalah Nabi saw. Seketika itu dia langsung mendatangi rumah Nabi saw. Wanita itu lalu berkata: “Saya memang tidak mengenal Tuan, maka itu maafkan pembicaraanku tadi.” Kemudian beliau saw bersabda: ((Sesungguhnya ukuran bersabar yang sangat terpuji itu ketika pertama kali musibah datang menimpa)).

Dari hadis di atas bisa difahami bahwa kesabaran itu mulai dinilai ketika pertama kali datangnya musibah dan masalah. Jika mampu langsung bersabar dan menahan dari segala perasaan negatif maka kesabarannya sangat besar. Dan itulah kesabaran yang sesungguhnya. Namun bukan berarti jika kesabaran yang datang terlambat tidak dinilai sebagai sebuah kesabaran. Tetap itu juga kesabaran namun nilai dan ukurannya di bawah kesabaran saat masalah dan musibah menimpa.

Akhirnya Allah swt mengajarkan kepada kita melalui lisan bala tentara Thalut saat peperangan menghadapi Jalut, memohon dituangkan air kesabaran yang membasahi panasnya keadaan mereka. Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran bagi kami. Serta mantapkanlah langkah kami dalam menghadapi segala masalah dan musibah (QS al-Baqarah [2]: 250). Semoga kita diberikan benteng pertahanan yang dapat menahan diri dari segala nafsu amarah. Sehingga kesabaran selalu menyertai kita dalam setiap tempat keadaan. [Ali Fitriana]

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru