Harakatuna.com. Jakarta. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI rencananya akan merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada Selasa (28/11/2017) pekan depan.
Ada sejumlah indikator baru kerawanan pada IKP yang akan dirilis ini.
“Kami menambahkan media sosial. Itu pertanyaan yang belum muncul di IKP 2016,” kata anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, di Jakarta, Senin (20/11/2017).
Parameter yang diukur adalah penggunaan media sosial di setiap daerah, apakah banyak yang menggunakannya sebagai sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian atau tidak.
Selain media sosial, Bawaslu juga memunculkan pertanyaan kekinian lain kepada responden, seperti isu SARA serta isu yang bersifat religius.
Fritz mengatakan indikator isu SARA ini sebenarnya juga dipakai untuk mengukur IKP 2016.
Sementara itu, ketika ditanyakan mengenai apakah penggunaan rumah ibadah sebagai ajang kampanye juga masuk menjadi indikator IKP 2017, menurut dia, agak susah untuk memasukkannya sebagai indikator IKP.
“Agak susah memang kita membedakan. Ketika orang bilang, dilarang memilih pemimpin kafir, itu dalam rangka kampanye atau religious teaching?” ucap Fritz.
Akan tetapi, terkait hal itu, bisa dengan mudah diindikasikan sebagai kampanye terhadap salah satu kandidat jika disertai petunjuk-petunjuk yang mengarahkan kepada kandidat tertentu atau bahkan menyebut nama.
Sementara, jika pesan tersebut disampaikan di luar tempat ibadah, dapat dikategorikan sebagai bentuk kampanye.
Fritz menambahkan, seperti sebelumnya, IKP 2017 masih terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu kandidat, penyelenggara, dan peserta pemilu, di mana masing-masing kelompok memiliki sejumlah indikator.