Harakatuna.com. Jakarta – Merespons berbagai kasus yang memanas beberapa waktu terakhir ini, Universitas Indonesia (UI) selenggarakan kegiatan Kuliah Umum bertajuk “Masa Depan Kehidupan Keagamaan di Suriah”. Kegiatan yang diselenggarakan di Gedung IASTH UI Salemba Jakarta Pusat pada 6 Februari 2024 ini menghadirkan Syekh M. Yasir Burhani, seorang ulama tasawuf asal Suriah, sebagai pembicara utama. Acara ini dipandu oleh moderator Dr. Mulawarman Hannase, Lc., M.Hum.
Dalam kuliah umum terbatas ini, Syekh M. Yasir Burhani berbagi pandangannya tentang situasi terkini di Suriah dan masa depan kehidupan keagamaan di negara yang tengah dilanda konflik tersebut. Ia menekankan bahwa semua pendapat yang disampaikan didasarkan pada pengalaman pribadi sebagai warga negara Suriah, bukan sebagai perwakilan dari pihak pemerintah.
Dalam pengantarnya, Syekh Burhani mengingatkan bahwa Islam adalah ajaran universal yang menekankan kesetaraan, keadilan, dan rahmat bagi seluruh alam. Menurutnya, kehidupan di alam semesta ini telah diatur dengan keseimbangan yang tetap ada sejak awal penciptaan, dan ajaran Islam mengajarkan pentingnya menjaga keharmonisan sosial.
Ia juga mengkritisi benturan antara dunia modern dan tradisi, khususnya terkait isu gender. Menurutnya, pandangan modern yang memungkinkan individu menentukan jenis kelamin sendiri berpotensi mengancam eksistensi keluarga tradisional dan keberlanjutan umat manusia.

Syekh Burhani kemudian menyampaikan tentang posisi strategis Suriah dalam sejarah Islam. “Suriah, yang dulunya dikenal dengan sebutan Syam memiliki kedudukan istimewa di mata umat Islam, dengan Nabi Muhammad SAW menganjurkan umat untuk menuntut ilmu di wilayah ini. Selain itu, peristiwa Isra’ Mi’raj juga menunjukkan pentingnya Baitul Maqdis, yang merupakan bagian dari tanah Islam,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bagaimana warga negara Suriah, selama lebih dari enam dekade di bawah rezim Assad, merasa tidak memiliki kebebasan dan hak untuk berbicara. Namun, meskipun konflik terus berlangsung, Suriah tetap menjadi pusat keilmuan dan lahirnya generasi dengan akhlak yang tinggi.
Dalam pandangan Syekh Burhani, dinamika politik di Suriah sangat dipengaruhi oleh kepentingan internasional. “Ada 17 negara yang memiliki kepentingan di wilayah Syam, karena posisi strategisnya baik dari segi politik maupun spiritual. Namun, intervensi politik Barat, terutama melalui Zionisme, dikatakan telah berperan dalam mempertahankan ketidakstabilan di Timur Tengah,” terangnya.
Meski begitu, pihaknya optimis bahwa dengan perubahan rezim dan upaya rekonsiliasi yang tengah dilakukan, Suriah akan mampu bangkit dan mencapai kestabilan politik di masa depan.
Syekh Burhani juga menyampaikan harapan bagi Suriah pasca-rezim Assad, yang saat ini masih mengalami kesulitan besar, termasuk kehancuran infrastruktur dan masalah sosial-ekonomi. Meskipun situasi saat ini sangat sulit, ia menyatakan keyakinannya bahwa proses rekonstruksi dan pembangunan kembali negara akan memakan waktu, namun dengan semangat kebersamaan dan perjuangan rakyat, Suriah dapat pulih.
“Meskipun Suriah menghadapi beragam tantangan, negara ini tetap memiliki potensi untuk menjadi contoh kehidupan beragama yang harmonis, seperti sebelum konflik dimulai, di mana hubungan antaragama dan antar-sektarian berjalan dengan damai tanpa perseteruan yang berarti,” tegas ulama tasawuf asal Suriah itu.
Salain itu, pihaknya juga menyoroti dampak krisis ekonomi yang semakin memperburuk kehidupan keluarga di Suriah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama empat tahun terakhir, Syekh Burhani menemukan bahwa kesenjangan ekonomi yang semakin tajam akibat kebijakan rezim Assad turut meningkatkan angka perceraian di negara tersebut.
Akhirnya, Syekh Burhani menutup kuliah umum dengan mengingatkan tentang hubungan Suriah dengan Palestina, menegaskan bahwa perjuangan Palestina bukanlah melawan rakyat Yahudi, tetapi melawan Zionisme yang ditanamkan oleh Barat untuk menciptakan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah.
Dari berbagai hal yang disampaikan oleh ulama tasawuf asal Suriah tersebut, kuliah umum ini memberikan wawasan yang mendalam tentang tantangan yang dihadapi Suriah dan harapan besar akan masa depan yang lebih baik. Pihaknya sangat optimis bahwa kehidupan beragama dan sosial yang harmonis dapat kembali terwujud di tengah pemulihan negara.