29.7 C
Jakarta

UAS, Musuh dan Ancaman Bagi Sebuah Negara

Artikel Trending

KhazanahTelaahUAS, Musuh dan Ancaman Bagi Sebuah Negara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Kabar terbaru yang menjadi banyak dibicarakan oleh netizen yakni penolakan Ustaz kondang yakni Abdul Somad yang ditolak di Singapura. Alasan Kementerian dalam negeri Singapura menolak, lantaran Ustaz Abdul Somad melalui ceramahnya dikenal dengan ceramah-ceramah kekerasan.

“Somad dikenal sebagai penceramah ekstremis dan mengajarkan segregasi, yang tidak dapat diterima dalam masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid,” tulis Kemendagri Singapura.

Video UAS yang menjelaskan tentang bom bunuh diri adalah mati syahid dalam konteks Israel-Palestina itu viral pada tahun 2018. Tidak hanya itu, penolakan oleh Singapura juga karena ceramah UAS yang merendahkan agama lain, yakni menyebut salib Kristen rumah jin kafir. UAS juga sering mengkafirkan ajaran agama lain.

Kabar penolakan UAS langsung viral di media sosial. Di laman twitter, tagar Islamophobia menjadi trending. Menariknya justru, banyak netizen yang menyebut fenomena penolakan UAS ini adalah islamofobia. Jika ditelaah, bagi para penggemar UAS melalui ceramah-ceramah yang keras, justru sangat cocok dan membangkitkan jiwa untuk berjihad.

Sedangkan bagi orang yang sudah mengenal lama sosok UAS, dengan ceramahnya yang konteroversial, dekat dengan aksi-aksi kekerasan, merendahkan agama lain, justru nilai ceramah yang disampaikan bertentangan dengan nilai-nilai keindonesiaan. Berita penolakan UAS menjadi pembahasan yang banyak dibicarakan. Apakah baru sekarang UAS ditolak oleh negara lain? Nyatanya tidak demikian.

Negara tidak anti agama, tapi menolak kekerasan atas nama agama

Selain Singapura, ada 5 negara yang menolak kehadiran UAS. Dari 5 negara itu, diantaranya: Timor Leste, Hongkong, Belanda-Swiss, Jerman, Inggris. Dari kelima negara itu, alasan Timoe leste dan Hongkong menolak kehadiran UAS yakni dikhawatirkan bersangkutan dengan terorisme. Alasan tersebut dilihat melalui ceramah yang disampaikan oleh UAS yang tersebar di media sosial.

Melalui penolakan itu, setidaknya kita memahami bahwa UAS ditolak erat kaitannya dengan terorisme, ekstremisme. Kebijakan sebuah negara yang diambil dalam memberantas ekstremisme dan terorisme melalui penceramah sangat serius. Hal ini juga membuktikan bahwa, terorisme menjadi musuh besar bagi setiap negara, serta tidak ada ampun kepada orang-orang yang terlihat dekat dengan ideologi tersebut, seperti sosok UAS melalui ceramah-ceramahnya.

BACA JUGA  Lebaran Ketupat: Merawat Tradisi dan Ketaatan Pasca Idulfitri

Negara-negara tetangga tidak takut kecaman dan label islamofobia pada negaranya. Sebab yang lebih penting dari kecaman itu justru menyebarnya ideologi terorisme yang semakin tidak terbendung. Lebih jauh, justru melalui penolakan itu adalah sebuah komitmen tinggai sebuah negara untuk tidak memberikan ruang sedikitpun bagi para teroris untuk masuk.

Jika Singapura saja menolak, bagaimana dengan Indonesia?

Dilansir melalui laporan detik.com, Singapura tidak hanya menolak Ustaz Abdul Somad. Akan tetapi, negara ini juga pernah menolak pengkhotbah yang berasal dari agama Kristen. Dalam laporannya, Detik melansir dari dari media Singapura, The Straits Times, 8 September 2017, yakni melalui Kementerian Tenaga Kerja Singapura, berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA), menolak permohonan izin kerja jangka pendek yang diperlukan bagi keduanya untuk berkhotbah di Singapura.

Keduanya ditolak karena menghasut dan merendahkan agama lain. Aktifitas tersebut memicu kemarahan oleh pemeluk agama lain. Apalagi pengkhotbah itu menyebut umat Buddha dengan kata Ibrani, yang berarti hilang, tak bernyawa, bingung dan mandul secara spiritual.

Ini berarti, penolakan UAS tidak berarti disebuat Islamofobia. Sebab yang ditolak bukan hanya UAS, yakni orang-orang yang menimbulkan perpecahan konflik antar agama dengan sikap merendahkan dan menghakimi agama lain sebagai ajaran kafir. Sikap semacam itu bertentangan dengan kehidupan masyarakat beragama yang hidup di tengah keberagaman.

Jika Singapura yang memiliki penduduk agama Islam hanya sedikit dibandingkan dengan Indonesia, bagaimana dengan negara Indonesia yang memiliki penduduk muslim sangat banyak? Bagaimana kebijakan pemerintah Indonesia menanggapi penceramah seperti UAS yang sudah ditolak beberapa negara tetangga akibat ceramah kerasnya itu.

Di Indonesia, UAS justru dijunjung tinggi oleh para penggemarnya, dipuja-puji oleh para pecintanya serta diberi ruang yang luas untuk berceramah, menyebarkan ajaran Islam yang keras dan berpotensi merusak kehidupan keberagaman di Indonesia. Bagaimana masa depan masyarakat Indonesia melalui penceramah yang keras semacam itu? Wallah a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru