28 C
Jakarta
Array

Tuntunan Memberi Nama Bagi Bayi (Bagian-III Habis)

Artikel Trending

Tuntunan Memberi Nama Bagi Bayi (Bagian-III Habis)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Disunnahkan memberi kunyah (suatu panggilan yang didahului dengan abu atau ummu). Dalam konteks lokal kunyah juga biasa dilakukan oleh orang Indonesia seperti Ayah Laila atau Bunda Nadia. Kesunahan ini diperuntukkan bagi orang yang dipandang baik dari laki-laki dan perempuan meskipun mereka belum mempunyai anak. Kunyah ini biasanya disandarkan pada anak laki-laki pertama jika memang ada seperti Abu Muhammad, Abu Musa, Abu Ali dll.

Tidak mengapa memberi kunyah bagi anak-anak sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas ra, beliau menceritakan : ((Nabi Muhammad saw adalah orang yang paling baik budi pekertinya. Kala itu saya mempunyai adik kecil –kira-kira sudah disapih-  yang biasa dipanggil dengan Abu Umair. Suatu ketika Nabi saw pernah mendatanginya dan bertanya kepadanya : “ Abu Umair !, apa yang dilakukan an-Nughair ( seekor burung pipit kecil –teman ia bermain- ). Seringkali beliau saw di rumah kami dan ketika masuk waktu shalat, beliau memerintahkan kita untuk menggelar sajadah di teras bawah kemudian disapu dan diperciki air lalu beliau saw berdiri untuk melaksanakan shalat menjadi imam kami))

Muslim meriwayatkan hadis dari Anas ra yang pernah menceritakan ((Suatu ketika di komplek pemakaman Baqi’, ada seorang sahabat yang memanggil kawannya ; “wahai Abul Qasim !”. Rasulullah saw pun menoleh kepadanyia – karena panggilan tersebut adalah kunyah beliau saw -. Sontak sahabat tadi memberitahu Nabi saw, “ Maaf wahai Rasulullah saw, aku tidak bermaksud memanggil engkau akan tetapi aku memanggil temanku si fulan”. Rasulullah saw pun menimpalinya, “ Berilah nama seperti namaku akan tetapi janganlah kalian memberi kunyah seperti kunyah-ku” )).

Dalam kitab Syarh Muslim  An-Nawawi memberikan komentarnya bahwa Ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini sebagaimana beriku ;

Madzhab Syafi’i dan golongan tekstual melarang pemberian kunyah dengan Abul Qasim  bagi siapapun meskipun memiliki nama Muhammad ataupun Ahmad. Hal ini berlandaskan sebagaimana tertera dalam teks hadis.

Madzhab Malik dan mayoritas Ulama memperbolehkan. Mereka berdalih bahwa hadis diatas telah di-nasakh. Pendapat ini diperkuat dengan banyaknya orang yang memiliki kunyah Abul Qasim tanpa adanya pelarangan dari para ulama.

Madzhab Ibnu Jarir al-Thabari memakruhkan. Beliau menilai pelarangan dalam hadis di atas tidak berlaku secara mutlak akan tetapi merupakan suatu penghormatan khusus bagi kunyah Nabi saw dan nilai sopan santun bagi umatnya terhadap sang Nabi saw.

Beberapa ulama salaf memandang larangan hadis diatas hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki nama Muhammad dan Ahmad. Boleh-boleh saja memberi kunyah Abul Qasim bagi selain keduanya.  Sebagaimana hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Jabir.

Pendapat yang kelima melarang pemberian kunyah Abul Qasim secara mutlak sekaligus tidak memperbolehkan pemberian nama pada seorang anak dengan al-Qasim agar ayahnya kelak tidak di-kunyah-i dengan Abul Qasim. Diriwayatkan bahwa ketika mendengar adanya hadis pelarangan ini, Marwan bin al-Hakam merubah nama anaknya yang semula al-Qasim menjadi Abdul Malik. Sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Anshar lainnya juga.

Pendapat yang keenam melarang pemberian nama Muhammad secara mutlak. Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi saw ((Kalian memberi nama anak kalian dengan Muhammad lalu kalian mencacinya !! )). Sy. Umar bin al-Khatab pernah menulis surat bagi penduduk Kufah; “ Jangan kalian memberi nama anak kalian dengan nama nabi”. Beliau pun juga memerintahkan penduduk Madinah untuk merubah nama Muhammad diantara anak-anak mereka. Akan tetapi sebagian dari mereka telah diberi izin oleh Nabi saw dengan penamaan tersebut dan Sy. Umar pun mendiamkannya.

Qadhi Iyadh berkomentar bahwa apa yang dilakukan Sy. Umar di atas adalah suatu penghormatan bagi Nabi saw agar kemuliaan nama beliau tidak dirusak sebagaimana dalam hadis di atas. Konon latar  belakang dari pelarangan Sy. Umar ialah ia mendengar seseorang yang mendoakan buruk bagi Muhammad bin Zaid bin al-Khatab : “ Semoga Allah melaknatmu wahai Muhammad”. Lalu Sy. Umar pun memanggil keponakannya itu dan berbicara padanya, “ Saya lihat Rasulullah saw dicaci karena namamu. Demi Allah engkau tidak akan lagi dipanggil dengan Muhammad akan tetapi dipanggil Abdurrahman. Sejak saat itulah ia berubah nama menjadi Abdurrahman.

Imam al-Sya’rani menerangkan dalam kitabnya al-‘Uhud al-Muhammadiyah, sebagai umat Muhammad saw telah diambil janji untuk lebih memuliakan orang yang mempunyai nama berasal dari asma-asma Allah swt, nama-nama yang disandarkan pada-Nya seperti Abdullah, nama-nama Nabi saw seperti Ahmad, nama-nama nabi as, dan nama-nama para wali. Memuliakan mereka melebihi yang lain sangat dianjurkan. Menurut penulis, nukilan di atas berasal dari Umar bin al-Khatab ra.[]

 

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru