Harakatuna.com – Dinasti Assad di Suriah tumbang. Setelah menguasai tampuk kekuasaan selama setengah abad, akhirnya mereka dikalahkan oleh para pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Kini, Presiden Suriah Bashar al-Assad berada Moskow, Rusia, setelah melarikan diri dari Damaskus. Mereka melarikan diri ketika kelompok HTS menyerbu dan menguasai ibu kota Suriah, akhir pekan lalu.
Pemberontak Hayat Tahrir al-Sham di bawah pimpinan Abu Mohammed al-Jawlani melakukan serangan besar-besaran mendadak di sejumlah kota di Suriah. HTS secara kilat menyerang dalam 11 hari di sejumlah wilayah hingga meluas sampai Damaskus.
Kronologi yang terhimpun, HTS pada Rabu (27/11) terlibat bentrokan dengan pasukan pro-rezim Al-Assad di pedesaan barat Kegubernuran atau Muhafazah (Provinsi) Aleppo. Kemudian pada Sabtu (30/11), HTS mengambil alih seluruh Kegubernuran Idlib. HTS berhasil memukul mundur pasukan rezim dari Kegubernuran Hama yang berada di pusat negara tersebut, menyusul bentrokan sengit antara kedua pihak, pada Kamis (5/12).
Tak berhenti di sana, pada Jumat (6/12), HTS lantas memperluas konsentrasi serangan dan akhirnya bisa mengendalikan pusat Kegubernuran Daraa, yang berbatasan dengan perbatasan Yordania. Hari berganti, pada Sabtu (7/12), pasukan HTS menguasai Kota Suwayda, yang berada di selatan ibu kota negara. Kemudian mereka juga mengambil alih Kegubernuran Homs, hingga pada Minggu (8/12), berhasil memasuki ibu kota Damaskus (Tirto.id, 9 Desember 2024).
HTS dan Abu Mohammed al-Jawlani
Siapa HTS? HTS merupakan organisasi bersenjata beraliran Islam Sunni, yang berbasis di Suriah. Dikutip dari BBC, HTS adalah kelompok yang memotori serangkaian pemberontakan di Suriah. Sebelum dikenal sebagai HTS, kelompok ini pertama kali dibentuk dengan nama Jabhat al-Nusra (Front Nusrah).
Jabhat al-Nusra didirikan pada 2011. Mereka berafiliasi pada kelompok al-Qaeda yang didirkan oleh Usamah bin Muhammad bin Awwad bin Ladin. Namun pada 2016, nama Jabhat al-Nusra diubah menjadi Hay’at Tahrir al-Sham. Pergantian nama ini dilatarbelakangi oleh Abu Mohammed al-Jawlani, yang memutus hubungan dengan Al-Qaeda.
Siapa Abu Mohammed al-Jawlani? Abu Mohammed al-Jawlani orang penting bagi HTS. Dia adalah sosok yang berani membelot dari al-Qaeda dan ISIS dengan alasan revolusioner. Baginya al-Qaeda dan ISIS berjalan di tempat, terlalu kaku dan tidak memiliki keinginan tinggi. Oleh karena itu dia meninggalkannya. Di masa-masa peralihannya, Abu Mohammed al-Jawlani menjadi buron dengan tuduhan pelaku pelanggaran HAM. Bahkan pemerintah Amerika Serikat menawarkan hadiah uang senilai US$10 juta (Rp158 miliar) bagi mereka yang bisa menangkap al-Jawlani.
Sampai sekarang keterangan tentang al-Jawlani belum terang. Dilansir BBC, Senin (9/12/2024), nama Abu Mohammed al-Jawlani dianggap hanya nama samaran dan latar belakang seperti tempat asal-usulnya masih diperdebatkan.
Sejak al-Jawlani memimpin HTS (2017), kelompok ini memiliki taring dan berhasil menduduki wilayah bagian barat laut Suriah seperti Idlib. Bahkan pada 2020, HTS berhasil nutup paksa basis al-Qaeda di Idlib. Di sana, HTS ini bisa merebut persenjataan, dan memenjarakan sejumlah pemimpinnya. Kelompok al-Jawlani juga menghancurkan operasi ISIS di Idlib.
Pasca Kemenangan HTS
Kelompok al-Jawlani memiliki strategi berbeda dengan pendahulunya. Dia bisa bergabung dengan siapapun. Pada 2021, al-Jawlani pun sempat berbaur dengan Amerika Serikat yang sama-sama memiliki tujuan untuk menumbangkan Suriah. Bahkan dia sesumbar pada pendahulunya bahwa dia tidak lagi mengikuti strategi jihad global ala al-Qaeda, melainkan fokus pada upaya menumbangkan rezim Assad. Dan berhasil.
Sekarang, kelompok HTS dan al-Jawlani serta AS berhasil menguasai Damaskus pada Minggu (8/12). Di depan masjid di Damaskus mereka bersorai: “kemenangan bagi seluruh negara Muslim” dan menjadi “halaman baru” bagi negara-negara di kawasan.
Pasca kemenangan HTS atas Suriah akan lebih baik dan moderat bagi warga Suriah? Apakah penundukan rezim Assad bentuk kemenangan satu-satunya bagi kelompok HTS dan al-Jawlani, dan masyarakat Suriah? Belum tentu.
Saya melihat, HTS hanya alat dan salah satu keompok yang berhasil menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah. Sisanya lagi-lagi Amerika dan Israel. Karena inilah Amerika tidak akan rela membiarkan HTS berkuasa penuh. Karena ini pula warga Suriah tidak akan menikmati dan merdeka atas tanahnya sendiri.
Saat ini Amerika Serikat mengintip Suriah. Joe Biden menegaskan pihaknya berupaya cawe-cawe untuk menggandeng kelompok-kelompok di Suriah, untuk membangun transisi dari rezim Assad menuju pemerintahan baru di Suriah.
Sementara itu, jika HTS dan al-Jawlani memiliki keutuhan dalam memimpin Suriah, dia tidak akan jauh berbeda dengan Taliban, yakni pemerintahan dengan pemimpin yang punya ideologi Islam. Nantinya, Suriah dipimpin oleh pemerintahan berideologi hukum Islam. Berhasilkah? Biarlah waktu yang menjawab. Itu.