29.9 C
Jakarta

Tulisan Gus Dur tentang Perbuatan Abu Bakar Ba’asyir

Artikel Trending

KhazanahTelaahTulisan Gus Dur tentang Perbuatan Abu Bakar Ba’asyir
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam sebuah diskusi di forum Gusdurian yang bertajuk #NgajiGusDur, ada hal menarik yang bisa diambil dari tulisan Gus Dur, tulisan tersebut dihimpun oleh admin dengan judul “Keadilan dan Rekonsiliasi”. Dalam tulisan tersebut, Gus Dur mengemukakan bagaimana rekonsiliasi nasional itu penting dilakukan untuk melihat berbagai fenomena yang terjadi di masa lalu tersebut.

Kejadian masa lalu seharusnya tidak menjadi cambuk untuk menyimpan dendam yang amat dalam dan merugikan masyarakat luas, khususnya bangsa Indonesia. kebencian masa silam tidak boleh menjadi momok yang terus menerus disimpan dalam jati diri bangsa demi kuatnya NKRI.

Sebagai contoh, Gus Dur mengemukakan tentang peritiwa masa lalu yang cukup membekas dalam peristiwa perjalanan bangsa Indonesia. Misalnya ketika peristiwa G 30S/PKI dan menyinggung sosok Abu Bakar Ba’asyir.  Luka masa lalu terhadap peristiwa PKI nyatanya hingga hari ini terus menggema.

Setiap bulan September, narasi-narasi soal kekejaman PKI menjadi semacam pameran tahunan yang selalu muncul.  Sosok Gus Dur menjadi pejabat tinggi Indonesia pertama yang secara terbuka meminta maaf atas pembunuhan massal 1965-1966 dan menyerukan pencabutan Tap MPRS XXV.

Gus Dur, penulis menyebutnya sebagai “Mahatma Gandhinya Indonesia”. Sosok super power atas kepemilikan maaf dan sikap kerendahhatiannya justru tidak dimiliki oleh pejabat tinggi manapun yang ada di Indonesia. Sikap tersebut kemudian memunculkan konsensus keadilan dan rekonsiliasi nasional yang seharusnya diciptakan untuk tidak mendendam masa lalu kelam atas perbuatan suatu kelompok.

Di samping itu, Gus Dur juga menyoroti sosok Abu Bakar Ba’asyir  di asama silam. Dalam tulisannya, “Abu Bakar Ba’asyir dianggap sebagai “biang kerok” terorisme di negeri kita, saat ini mendekam di LP (Lembaga Permasyarakatan) Cipinang, Jakarta Timur setelah pengadilan menjatuhkan hukuman em­pat tahun penjara.

Memang pengadilan menetapkan ia bersalah namun kepastian sejarah belum kita ketahui, mengingat data­-data yang “tidak pasti (unreliable)” digunakan dalam mengambil keputusan. Selain itu, memang pengadilan­-pengadilan kita penuh dengan mafia peradilan”, tulis Gus Dur.

Kepastian Sejarah Abu Bakar Ba’asyir

Penulis melihat bagaimana kehati-hatian sosok Gus Dur dalam melihat sosok Abu Bakar Ba’asyir. Setelah sekian tahun lamanya sudah mulai terungkap, perlukan kiranya keadilan dan rekonsiliasi nasional untuk memaafkan perbuatan Abu Bakar Ba’asyir yang dalam tulisan Gus Dur dianggap “biang kerok” terorisme di negeri ini. Meski demikian, sosok Gus Dur menyebutkan bahwa “kepastian sejarah belum diketahui”.

BACA JUGA  Perubahan Tanpa Khilafah, Kenapa Tidak?

Diktum tersebut terlihat nyata setelah bertahun-tahun lamanya Abu Bakar menjalani kehidupan sebagai tahanan yang mendekam di penjara, kemudian dibebaskan dengan alasan kemanusiaan. Dalam konteks kasus Abu Bakar Ba’asyir, penulis melihat tegaknya keadilan. Dengan alasan kemanusiaan, Abu Bakar Ba’asyir dibebaskan tanpa syarat.

Faktanya, sebutan “biang kerok” terorisme mulai terlihat pasca dibebaskannya ABB dan menjalani kehidupan selayaknya manusia biasa.  Aksi gerak cepat yang dilakukan oleh ABB dengan melakukan safari kepada pondok pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi salah satu sumber power untuk terus menjamah dan menyebarkan ideologi licik agar terus terpatri dan menjati diri bangsa di negeri ini.

Dalam perjalanan yang dilakukan oleh ABB, ia membutuhkan dukungan moral dari berbagai elemen, khususnya pesantren yang salah satunya dikenal sebagai ladang pertumbuhan dan perkembangan para pemikir-pemikir Islam yang akan meneruskan estafet perjuangan para ulama di masa depan.

Melalui fenomena dan fakta yang terjadi, rekonsiliasi nasional, tidak perlu ditegakkan kepada peritiwa ABB. Ia menjadi ancaman untuk dilawan, cara halus dengan pura-pura menerima menjadi salah satu politik licik yang perlu digencarkan. Ideologinya tidak akan pernah mati, ia terus mencari cara untuk menyebarkan ke berbagai elemen.

Pada akhirnya, Indonesia 2024 yang diprediksi menjadi salah satu dari 5 negara dengan perekonomian terbesar di dunia dipatahkan oleh semangat ABB untuk menegakkan khilafah 2024. Indonesia khilafah tahun 2024 semakin menggema, semua elemen yang berada di barisan tersebut terus melakukan berbagai upaya. Kita tidak boleh lengah, jengah untuk melawan hal tersebut.

Keadilan yang ditegakkan kepada Abu Bakar Ba’asyir justru menjadi kecaman dan ancaman serta bahaya. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru