27.1 C
Jakarta

Trend Radikalisme dan Intoleransi Cenderung Meningkat di Indonesia

Artikel Trending

AkhbarDaerahTrend Radikalisme dan Intoleransi Cenderung Meningkat di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Bogor – Trend radikalisme dan intoleransi di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kontestasi politik. Ceramah atau pidato bermuatan ujaran kebencian, serta postingan bermuatan ujaran kebencian di media sosial.

“Hasil survei yang dilakukan Wahid Institute menunjukkan trend radikalisme dan intoleransi di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu,” kata Direktur Wahid Institue, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid. Pada dialog “Kick Andy” yang diselenggarakan di Kampus IBI Kesatuan, Kota Bogor, Sabtu menegaskan bahwa radikalisme dan intoleransi meningkat.

Dialog yang diselenggarakan oleh IBI Kesatuan dan Panitia Bogor Street Festival CGM 2020 tersebut dihadiri oleh bebarapa tokoh terkemuka. Di antaranya Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Aktivis dari Yayasan Generasi Damai Irvan hadir menjadi pemateri.

Menurut Yenny Wahid, dari hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute ada sekitar 0,4 persen atau sekitar 600.000 jiwa warga negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikal.

“Data itu dihitung berdasarkan jumlah penduduk dewasa yakni sekitar 150 juta jiwa. Karena, kalau balita tidak mungkin melakukan gerakan radikal,” katanya.

BACA JUGA  Mahfud MD: Politik Identitas Bagian dari Radikalisme

Ada juga kelompok masyarakat yang rawan terpengaruh gerakan radikal. Yaitu melakukan gerakan radikal jika diajak atau ada kesempatan, jumlahnya sekitar 11,4 juta jiwa atau 7,1 persen.

Sedangkan, sikap intoleransi di Indonesia, menurut Yenny juga cenderung meningkat dari sebelumnya sekitar 46 persen dan saat ini menjadi 54 persen.

Radikalisme dan Intoleransi

Apa itu radikalisme dan intoleransi? Menurut Yenny, radikalisme adalah tindakan yang merusak atau berdampak merusak kelompok masyarakat lainnya di tengah kehidupan bermasyarakat di Indonesia, misalnya perusakan rumah ibadah agama lain.

Sedangkan, intoleransi adalah sikap yang melarang atau tidak membolehkan, kelompok lain atau orang lain, mengekspresikan hak-haknya, misalnya dilarang melakukan kegiatan yang legal. “Sebagai contoh, etnis tertentu tidak boleh bekerja di profesi tertentu atau tidak boleh menampilkan budaya etniknya,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Yenny juga menyatakan mengapresiasi langkah Pemerintah yang melarang menyampaikan ujaran kebencian. “Karena, ujaran kebencian itu memberikan dampak sangat besar terhadap radikalisme dan intoleransi,” katanya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru