28.2 C
Jakarta
Array

Tragedi Mako Brimob dan Pendekatan Lunak Deradikalisasi

Artikel Trending

Tragedi Mako Brimob dan Pendekatan Lunak Deradikalisasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Indonesia, khususnya Kepolisian sedang berduka. Lima prajurit terbaiknya baru saja gugur saat menjalankan tugas negara. Hal tersebut akibat terjadinya kerusuhan di rumah tahanan Markas Komando (Mako) Brimob oleh napi kasus terorisme pada selasa (8/5) hingga Kamis (10/5).  Di pihak napi kasus terorisme (napiter) sendiri satu orang dilaporkan tewas.

Keterangan resmi Kepolisian menyebutkan bahwa hulu masalah adalah sepele yaitu terkait makanan dari keluarga napiter. Kerusuhan meluas hingga terjadi aksi perampasan senjata oleh kelompok napiter serta penyanderaan enam personil polisi. Napiter berjumlah 155 orang bahkan berhasil merakit bom dari barang-barang sitaan kasus terorisme.

Negosiasi sempat dilakukan dan membuahkan hasil dengan barter antara makanan dengan satu sandera personil polisi. Perusuh napiter akhirnya menyerah tanpa syarat pada Kamis pagi. Hal ini disinyalir akibat mereka kembali kehabisan bahan makanan.

Tragedi ini mengagetkan banyak pihak. Bagaimana tidak, Mako Brimob merupakan lokasi strategis dan elit di kalangan Kepolisian. Segala fasilitas lengkap dan berkualitas. Standar pengamanan juga sangat ketat. Ironis hanya karena masalah sepele bisa memicu kerusuhan serius dan menyebabkan korban jiwa.

Apapun itu, jika ditarik jauh kejadian ini mendorong strategi pihak keamanan dan pemerintah dalam deradikalisasi dan penanggulangan terorisme yang efektif dan optimal. BNPT telah menggulirkan pendekatan baru yaitu soft approach atau pendekatan lunak. Pendekatan ini harus diapresiasi dan didorong dijalankan secara profesional. Karena kenyataannya membasmi jauh lebih berisiko dan sulit dibandingkan mencegah.

Urgensi Pencegahan

Terorisme adalah musuh bersama. Kebersamaan dengan demikian menjadi kunci penanggulangannya. Kompleksitas dan agresifitas terorisme mesti didekati dengan penanggulangan yang komprehensif mulai pencegahan hingga penindakan. Penindakan saja hanya memangkas sisi permukaan dan sifatnya sesaat. Untuk itu peta jalan pencegahan sebagai prioritas penanggulangan terorisme mesti disiapkan dan dijalankan. Pencapaian targetnya harus jelas meskipun harus memahami butuh waktu tidak singkat.

Pendekatan pencegahan disebut juga dengan istilah soft approach atau pendekatan lunak. Sedangkan penindakan disebut hard approach atau pendekatan keras. Berbeda dengan penindakan yang hanya bisa dilakukan pihak berwenang, pendekatan lunak dapat bahkan wajib melibatkan semua pihak atau dengan konsep semesta. Pihak semesta yang penting dilibatkan memberikan dukungan antara lain tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, organisasi kemasyarakatan, dan lainnya.

Resolusi Majelis Umum PBB 49/60 tanggal 9 Desember 1994 menegaskan bahwa terorisme sebagai tindakan pidana yang dimaksudkan untuk memprovokasi suatu keadaan teror di masyarakat umum, sekelompok orang atau orang tertentu untuk tujuan politik dalam keadaan apa pun, tidak bisa dibenarkan, apa pun pertimbangan politik, filosofis, ideologis, ras, etnis, agama, atau lainnya yang mungkin digunakan untuk membenarkannya.

Terorisme di seluruh dunia mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2016. Kekerasan telah menimbulkan kerugian global 14,3 triliun dolar AS. Jumlah insiden terorisme tahunan telah meningkat hampir tiga kali lipat sejak 2011. Demikian diantara intisari Laporan Freedom House 2017 bertajuk “Populists and Autocrats: The Dual Threat to Global Democracy” pada 31 Januari 2017.

Selanjutnya Institut Ekonomi dan Perdamaian  atau The Institute for Economics & Peace(IEP) juga melaporkan Indeks Terorisme Global (GTI) 2017. Laporannya menyebutkan jumlah korban meninggal akibat serangan teroris menurun 22 persen dibandingkan 2014 silam. Irak berada pada peringkat pertama dengan angka korban 9.765 jiwa serta 2.965 insiden. Sedangkan Indonesia berada pada peringkat ke 42 dengan terjadi 19 insiden menyebabkan 22 meninggal dan 35 orang terluka.

Statistik di atas memberikan peringatan bahwa terorisme dan radikalisme masih menjadi ancaman global. Penanggulangannya tentu harus profesional dan  proporsional. Alih-alih mengklaim melakukan penanggulangan, jangan sampai justru turut terus menumbuhkan. Atau jangan sampai penanggulangan salah sasaran. Selama ini membuktikan penindakan dengan kekerasan justru membangkitkan kekerasan baru atau lanjutan. Maka satu-satunya jalan adalah pendekatan lunak melalui pencegahan.

Pemerintah penting membuktikan upaya-upaya serius guna menghidari tudingan orientasi proyek.

Pencegahan dimaksudkan membentengi penyebaran ideologi, menyadarkan kembali individu-individu yang bergabung, hingga menggagalkan upaya eksekusi tindak terorisme dan radikalisme. BNPT sebagai leading sector penanggulangan terorisme telah menampatkan pencegahan sebagai salah satu prioritas. Strategi yang digunakan adalah kontra radikalisasi.  Strategi kontra radikalisasi merupakan upaya melakukan penangkalan paham dan gerakan terorisme kepada masyarakat dalam rangka peningkatan kewaspadaan dan daya tahan masyarakat dari pengaruh paham radikal terorisme.

Semesta Mendukung

Pencegahan terorisme membutuhkan dukungan semesta. Dukungan ini tentu tidaklah sulit karena terorisme sudah dianggap musuh semesta. Hanya perlu kesamaan persepsi dan strategi dalam upaya praktisnya. BNPT sudah memasukkan strategi pemberdayaan kekuatan masyarakat sipil (Ormas keagamaan, NGO, lembaga pendidikan, tokoh agama, tokoh adat, generasi muda). Hal ini sudah sejalan dengan konsep semesta, tinggal bagaimana memastikan optimalisasi.

Aspek keterbukaan dan keadilan penting ditekankan dalam menggalang dukungan. Jangan sampai ada pihak-pihak yang distigmakan negatif terkait sumber terorisme. Jika ada indikasi oknum penting konfirmasi langsung. Hal-hal yang masih belum mendapatkan kesepakatan penting terus didiskusikan hingga diperdebatkan secara produktif. Tujuannya agar semua pihak dalam satu frekuensi menjalankan misi pencegahan.

Pihak-pihak terkait juga penting diminta terbuka jika didapatkan laporan atau informasi indikatif. Ego dan sentimen kelompok mesti dihilangkan dan hanya ada satu sentimen yaitu anti-terorisme. Pemerintah  melalui BNPT mesti optimal berfungsi sebagai fasilitator.

Bantuan intelejen mutlak diperlukan termasuk dalam pencegahan. Informasi valid penting disuplai kepada semesta yang mendukung secara proporsional sesuai kebutuhan. Kerjasama internasional juga mesti diintensifkan dalam posisi kesetaraan dan berprinsip politik luar negeri bebas aktif.

Pemerintah penting membuktikan upaya-upaya serius guna menghindari tudingan orientasi proyek. Pembuktian akan menjadi kunci dukungan semesta dapat masif dan sistematis. Masifnya dukungan semesta menjalankan pendekatan lunak merupakan kunci menjinakkan terorisme dan radikalisme di nusantara.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru