27.3 C
Jakarta
Array

Titik Temu Kontroversi Khilafah dan Jurnalisme Saat Ini

Artikel Trending

Titik Temu Kontroversi Khilafah dan Jurnalisme Saat Ini
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com, Jakarta — Ayat-ayat Al-Quran yang diklaim HTI sebagai dalil kewajiban ditegakkannya khilafah ternyata bersifat dzonni. Hal tersebut disampaikan Muhammad Sofi Mubarok saat bukunya Kontroversi Dalil-dalil Khilafah dibedah bersama buku Jurnalisme Keberagaman karya Usman Kansong oleh Ikatan Alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek (Ikhwan KHAS) di Jung Coffee, Rawamangun, Jakarta, Sabtu (19/8).

Ia mengambil sampel ayat, athiullah wa athi’ur rosul wa ulil amri minkum. Kata ulil amri pada ayat tersebut memiliki tafsiran beragam di kalangan para ulama. “Ayat tersebut sangat relatif karena memiliki varian makna,” ujarnya.

Artinya, ia menyimpulkan, tidak pernah ada bentuk sistem politik yang terlegitimasi. Al-Mawardi dalam karyanya Al-Ahkam Al-Sulthoniyah tidak menyebutkan perihal pemerintahan mana yang ideal yang patut dijadikan rujukan. Nabi Muhammad pun tidak menunjuk penggantinya secara langsung. Hal ini juga menunjukkan betapa dinamisnya politik di masa itu. Dinamisme ini yang tidak coba dilihat oleh HTI.

Hubungannya dengan jurnalisme tentu sangat erat. Jurnalisme sebagai corong penyampaian Islam moderat perlu ditingkatkan. Ruang bagi para santri, menurut Sofi Mubarok perlu ditambah di kalangan media mainstream mengingat santri merupakan agen-agen Islam yang moderat.

Usman Kansong menambahkan, bahwa pemerintah harus ambil peran dalam media tersebut. Pembuatan regulasi menjadi satu hal yang harus dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dalam hal ini dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

“Kemendikbud dan Kemkominfo harus mensuport secara moral dan ikut campur melalui regulasi,” katanya.

Selain itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai pembantu pemerintah harusnya bertindak lebih tegas. Kansong menyebutkan, bahwa tanpa harus menunggu laporan resmi masuk, KPI sebagai lembaga yang berwenang pada bidangnya, tentu berhak melakukan tindakan.

Menarik titik temu di antara keduanya, Makmun Rasyid sebagai pembanding mengajak untuk menulis hal-hal yang skalanya lebih luas, yakni dapat bermanfaat bagi muslim dan non-muslim. Bukan malah terus membuat tulisan pertentangan atau perlawanan terhadap kelompok yang pro terhadap khilafah.

“Marilah untuk tidak membuat pemikiran menentang mereka, tetapi menulis hal-hal yang sifatnya menguntungkan baik di kalangan muslim dan non-muslim,” ujar penulis buku Hizbut Tahrir Indonesia: Gagal Paham Khilafah itu. (Syakirnf)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru