26.9 C
Jakarta

Mewujudkan Persatuan di Negara Indonesia

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMewujudkan Persatuan di Negara Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sila Ketiga Pancasila berbunyi “Persatuan Indonesia”. Frase ini terdengar memerintahkan seluruh penduduk Indonesia memegang kendali persatuan, tanpa memandang sekian perbedaan: suku, adat, bahkan agama. Semuanya sama: penduduk Indonesia, termasuk juga ulama, pejabat beserta segala tipologi Habib posisinya sama.

Terus, bagaimana jika ada keturunan Nabi atau yg lebih akrab disebut “habib” tidak mengindahkan persatuan yang dicita-citakan oleh agama, lebih khusus Negara Indonesia? Masihkah kita mengikuti sikap habib yang barangkali berbuat kekacauan? Ataukah kita diam saja, pasrah saja, dan manut-manut saja, sampai negara ini rusak karena kita kurang peduli?

Sebelum melangkah lebih jauh menjawab sekian pertanyaan tersebut, penting diketengahkan tentang tipologi habib. Pertama, ada habib yang gemar berdakwah, sedang dakwahnya disampaikan dengan ramah dan santun. Banyak habib yang memiliki spirit dakwah yang menggugah hati ini. Sebut saja, Habib Muhammad Quraish Shihab, Habib Luthfi bin Yahya, Habib Husin Nabil Assegaf, dan masih banyak habib lain yang sepemikiran.

Kedua, ada habib yang punya spirit dakwah yang luar biasa. Tapi, dakwahnya disampaikan dengan cara-cara yang kasar. Jamaahnya cukup merambah di pelosok Nusantara. Sikap keras dalam berdakwah mereka tunjuk, salah satunya, dengan penentangan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggapnya kurang sesuai di benak mereka. Mereka tidak memberikan celah sedikitpun untuk menyanjung kinerja pemerintah.

Dari kedua tipologi habib tersebut, Kira-kira yang mana yang mendukung terhadap persatuan Indonesia? Habib Quraish Shihab tidak pernah menonjolkan dirinya sebagai keturunan Nabi. Habib Quraish Shihab lebih senang disebut “profesor” saja dibandingkan disebut “habib”. Habib Quraish Shihab merasa dirinya belum pantas menyandang gelar “habib” yang berarti “pribadi yang mencintai dan dicintai”. Sebutan “profesor” lebih ia sukai karena gelar ini digapai melalui hasil studi yang ia tuntaskan.

Habib Quraish Shihab, tak terkecuali Habib Luthfi, sering mengajak jamaahnya untuk mencintai tanah air. Disebutkan dalam sebuah adagium: “Hubbu al-wathan min al-iman“. Maksudnya, cinta tanah air merupakan bagian dari iman. Pentingnya cinta tanah air disebabkan kita termasuk pribadi yang lahir, dibesarkan, dan berkembang di sebuah wilayah. Sungguh sangat tidak bersyukur orang yang tidak memiliki cinta terhadap tanah airnya sendiri.

BACA JUGA  Lebaran Ketupat dan Makna Filosofis yang Dapat Kita Petik

Cinta tanah air merupakan bagian dari cara menjaga persatuan di Negara Indonesia. Cinta tanah air ini dibangun dengan spirit ukhwah wathaniyyah (persaudaraan setanah air). Spirit persaudaraan ini tidak memandang segala bentuk perbedaan, baik perbedaan agama maupun perbedaan ras. Persaudaraan ini tidak memandang keyakinannya apa, bahkan keturunannya siapa.

Pentingnya menjaga persatuan di negara merah putih ini pernah ditegaskan oleh Habib Luthfi bin Yahya. Pesannya, “Mbah Hasyim Asy’ari sendiri telah menyontohkan kepada kita, bagaimana beliau bahu-membahu dengan para alawiyin membumikan aswaja sekaligus membangun NKRI.” Sekali lagi, penting diingat pesan Habib Luthfi, bahwa menjaga persatuan termasuk cara membangun NKRI. Sebaliknya, menciptakan perselisihan adalah bagian dari menghancurkan NKRI.

Habib Husin Nabil melanjutkan, bahwa jangankan keturunan Nabi yang secara nasab sudah jauh, putra Nabi Nuh sendiri yang jelas-jelas dekat secara genetik hendaknya tidak diikuti karena apa yang dilakukannya tidak benar atau bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan, Nabi Muhammad Saw. sendiri menegaskan pada sebuah kesempatan, “Jika putri saya Fatimah mencuri, saya bakal potong tangannya.” Pernyataan Nabi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa habib atau bukan itu sama. Mereka sama-sama manusia. Jika yang dilakukan benar, maka ikuti. Sebaliknya, jika yang dilakukan salah, maka hindari.

Sebagai penutup, penting diingat bahwa habib yang patut diikuti dan diteladani adalah mereka yang memiliki spirit membangun persatuan NKRI. Habib-habib yang punya spirit seperti ini banyak ditemukan di Indonesia. Mereka adalah Habib Quraish Shihab, Habib Luthfi bin Yahya, dan masih banyak yang lainnya. Penting diingat adagium yang sangat populer: “Unzhur ma qala, wala tanzhur man qala. Lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan.” Jadi, ikuti apa yang dikatakan oleh habib, bukan ikuti identitas habibnya.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru