29.7 C
Jakarta

Tingkatan Iman dan Perumpamaannya Menurut Imam Al-Ghazali

Artikel Trending

Asas-asas IslamTasawufTingkatan Iman dan Perumpamaannya Menurut Imam Al-Ghazali
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Iman adalah meyakini suatu kebenaran dengan hati dan mengikrarkannya melalui lisan. Seseorang tidak bisa dikatakan beriman (baca: mukmin) sebelum meyakini akan kebenaran rukun iman yang enam; iman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para utusan-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadla’ dan qadar-Nya. Tulisan ini akan membahas tingkatan iman menurut al-Ghazali.

Hal ini sejalan dengan sabda nabi ketika ditanya tentang iman:

قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِيمَانِ، قَالَ: «أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ»

“Seseorang berkata: beritahukanlah aku tentang iman. Kemudian Rasululullah menjawab: (iman) adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para utusan-Nya, (beriman) kepada hari akhir, dan beriman kepada takdir; baik atau buruk”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Tingkatan imana seorang hamba tentu berbeda-beda sesuai kadar dan kualitas keimanannya. Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ Ulumiddin, menyebutkan ada tiga tingkatan iman seorang hamba:

  1. Keimanan orang awam. Yaitu keimanan yang didasarkan kepada taqlid
  2. Keimanan para teolog (mutakallimin). Yaitu keimanan yang disertai semacam argumentasi (istidlal).
  3. Keimanan para ‘arifin. Yaitu keimanan yang dapat disaksikan dengan cahaya keyakinan.

Untuk memperjelas tingkat keimanan ini, al-Ghazali memberikan suatu perumpamaan yang menarik. Al-Ghazali menganalogikannya dengan adanya suatu informasi “Zaid berada di dalam rumah”. Kebenaran informasi ini juga memiliki tiga tingkatan.

Tingkatan pertama, ketika ada kabar dari seseorang yang dikenal jujur dan tidak pernah berbohong terkait dengan keberadaan Zaid dalam rumah, maka kabar itu langsung dipercayai hanya dengan mendengar semata tanpa melihatnya secara langsung. Inilah perumpamaan keimanan orang awam.

Hal ini sama seperti seseorang yang sudah sampai usia tamyiz ketika ia mendengar berita dari kedua orang tua dan guru-gurunya akan keberadaan Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan diutusnya seorang rasul serta kebenaran ajaran yang dibawanya. Dengan semata mendengar, ia langsung mempercayainya karena berita yang disampaikan oleh kedua orang tua dan guru-gurunya itu sudah ia yakini sebagai suatu kebenaran.

BACA JUGA  Suka Melihat Senja Di Sore Hari, Ini Manfaat Melihat Langit Menurut Ulama

Ia beriman hanya karena ikut-ikutan kepada keluarga dan lingkungannya. Keimanan seperti ini sudah dianggap cukup sebagai bekal keselamatannya di akhirat nanti. Namun keimanan seperti ini masih ada kemungkinan salah.

Tingkatan kedua, ketika seseorang mendengar informasi keberadaan Zaid berada di dalam rumah, ia mencari-cari argumen tentang kebenaran informasi itu. Mulailah ia berargumen melalui terdengarnya suara Zaid di dalam rumah. Akan tetapi suara itu terdengar di balik tembok tanpa bisa melihat sosoknya secara langsung. Dengan adanya suara itu, ia akan berargumen bahwa di dalam rumah itu memang ada Zaid. Kebenaran informasi adanya Zaid di dalam rumah tentu lebih kuat tingkatannya dibandingkan tingkatan yang pertama.

Namun di sini juga tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan. Karena bisa saja suara itu adalah suara seseorang yang mirip dengan suaranya Zaid. Ini adalah perumpamaan keimanan para teolog (Mutakallimin). Mereka memiliki argumen tentang kebenaran yang diyakininya namun tidak dapat memastikannya secara langsung.

Tingkatan ketiga, informasi keberadaan Zaid di dalam rumah dibuktikan dengan memasuki rumah itu dan melihatnya secara langsung dengan mata kepala sendiri. Ini adalah kebenaran pengetahuan yang sesungguhnya. Tentu Pengetahuan semacam ini memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu tidak adanya kemungkinan salah dalam kebenaran informasi yang diperoleh, karena sudah dapat menyaksikannya secara langsung. Berbeda dengan dua tingkatan pengetahuan sebelumnya yang berkemungkinan salah.

Inilah perumpamaan keimanan para ‘arifin (orang-orang yang dapat mengetahui Tuhan dengan cahaya keyakinan). Namun pengetahuan mereka bisa berbeda-beda sesuai tingkatan kasyaf-nya. Ada yang melihat Tuhannya dari dekat. Ada pula yang melihat Tuhannya dari jarak yang jauh.

Inilah tingkat keimanan seorang hamba serta perumpamaannya menurut rumusan Imam al-Ghazali. Semoga kita diberikan keimanan seperti keimanan orang-orang ‘arifin. Amin.

Hamim Maftuh Elmy, Mahasantri Mahad Aly Salafiyah Syafiiyah Situbondo

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru