Harakatun.com – Densus 88 Antiteror menangkap tiga terduga teroris di tiga lokasi di Jawa Tengah. Antara lain di Demak, Kudus dan Karanganyar. Penangkapan dilakukan dalam satu hari pada Senin (4/11/2024).
Di Demak, ditangkap di daerah Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Demak. Kemudian satu pria lagi ditangkap di Desa Gribig, Kecamatan Gebog, Kudus. Kemudian di Jaten, Karanganyar. Semua penangkapan ini ditangani Densus 88 Antiteror.
Identitas dan Satu Hari
Untuk lebih detail, pria teroris yang ditangkap di kompleks perumahan Jalan Kebon Sawit Raya Nomor 20, Desa Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Demak ini, bernama Sutaryono tapi sering dipanggil Abu Zaid. Orang ini ngontrak di RT06/RW0, Desa Kebonbatur sekitar Mei 2024. Setelah digeledah ditemukan barang bukti berupa dompet, identitas, buku-buku, alat pengkajian, alat olahraga, ada pisau, dan metro media technologies (MMT) atau banner yang menunjukkan identitas jemaahnya. Ditengarai orang ini bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Di Kudus teroris yang ditangkap bernama Bahrul Irfan (BI). Dia kesehariannya bekerja menjadi tukang driver ojek online (ojol). Dia jarang berbaur dengan masyarakat sekitar. Bahkan tidak pernah datang ke musala. Padahal rumahnya bersebelahan dengan musala. Dia juga tidak pernah mau menghadiri pengajian. Katanya, pengajian, tahlilan dan selamatan adalah musyrik.
Setelah digeledah di dalamnya rumahnya, ditemukan beberapa benda, salah satunya bendera ISIS. Benar saja, dia bergabung dengan kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang terafiliasi dengan ISIS.
Sementara terduga teroris berinisial S di wilayah Jaten, Karanganyar, tinggal di sebuah kontrakan di Desa Waru, Kecamatan Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Di kontrakan inilah Densus melakukan penggeledahan. Setelah digeledah ditemukan buku-buku, alat panah, golok, pedang, dan lain-lain. Kini barang ini diamankan oleh Densus.
Teroris berinisial SQ ini asal Madura, Jawa Timur. Dia sudah dua tahun tinggal di Desa Waru, Baki, Sukoharjo. Dalam kesehariannya SQ menjadi pengajar di salah satu rumah tahfiz di daerah Baki. Namun secara profesi tidak diketahui apa pekerjaannya. Hanya istrinya yang menjadi tukang bekam untuk ibu-ibu dan lansia. Dua orang itu dikenal tertutup dan tidak pernah berkomunikasi dengan masyarakat sekitar tempat tinggalnya itu.
Eskalasi Teroris dan Rutenya
Dalam pantauan BNPT, terjadi kemerosotan tindak pidana terorisme di Indonesia. Namun bukan berarti teroris hilang. Dari tahun 2016 hingga 2024, penegakan hukum terhadap teroris menunjukkan hasil yang signifikan. Dan pada tahun 2024 itulah lonjakan penangkapan yang benar-benar sangat tinggi, padahal di masa pandemi.
Barangkali, pandemi membuat orang intens dengan digital. Sehingga para teroris juga bermain di media digital untuk mencari peluang rekrutmen. Akhirnya, pergerakan yang sedikit itu memungkinkan orang terjebak dalam konten-konten buatan teroris, seperti konten video yang menggunakan wajah terpidana kasus terorisme yang telah meninggal dunia.
Ternyata penangkapan tidak terlalu menakutkan bagi sebagian teroris. Sebab faktanya, masih banyak di antara mereka yang mencoba melakukan propaganda lewat digital. Inilah sebabnya, sedikitnya terdapat 2.264 akun media sosial yang memuat 10.519 konten berbau aktivitas terorisme seperti anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia, anti-Pancasila, dan intoleransi berkeliaran di berbagai media di Indonesia (BNPT, 2024).
Atas dasar ini penangkapan bukan sesuatu yang paling efektif dalam memberantas terorisme. Barangkali harus ditemukan cara lain untuk memupus radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat. Saat ini, teroris bukan lagi bergerak di lapangan seperti tahun-tahun 2000-an. Saat ini teroris melakukan pendekatan lebih halus melalui digital dengan target perempuan, anak, dan remaja.
Hal itu mengindikasikan masih adanya ancaman besar di Indonesia. Fenomena swaradikalisasi, lone-wolf terrorist, dan terakhir drone teroris menjadi tantangan bagi pemerintahan ini. Masih banyak sempalan gerilya teroris yang mati suri di masyarakat. Tapi lambat laun bukan tidak mungkin mereka hidup kembali. Hanya nunggu momentum saja.
Tempat-tempat infrastruktur yang telah dibuat pemerintah, seperti Rumah Moderasi Beragama, Desa Damai, Desa Toleransi, Duta Damai, dan semacamnya itu, haruslah bisa mencegah dan menangkal radikalisme dan terorisme yang berpotensi menyasar generasi muda.
Program seperti Desa Siapsiaga, Sekolah Damai, program Pentahelix, dan program deradikalisasi harus bisa melawan paham-paham ekstremis di masyarakat. Jika tidak bisa, model-model program yang seabrek sama sekali tidak bermanfaat bagi masyarakat. Jika tidak menimbulkan manfaat, program ini harus ditilik kembali agar tidak sekadar menghamburkan uang rakyat.
Sekarang, hal terpenting adalah pemerintah harus bisa menciptakan masyarakat yang aman dan damai, serta jauh dari keterkaitan terorisme. Penangkapan tiga teroris dalam satu hari, tidak menggambarkan bahwa masyarakat terbilang aman. Itu.