30 C
Jakarta

Tiga Bentuk Kekerasan di Media Sosial

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanTiga Bentuk Kekerasan di Media Sosial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kebutuhan manusia terhadap handphone semakin ke depan semakin addicted, kecanduan. Mereka merasa khawatir dan serasa ada yang kurang bila sesaat saja tidak pegang handphone. Segala aktivitasnya, mulai bangun tidur hingga tidur lagi, tidak dapat dipisahkan dengan handphone. Seakan handphone menjadi bagian dari kepribadiannya. Aneh!

Begitu ketergantungan kepada handphone semakin meningkat, hidup manusia lebih banyak dihabiskan di media sosial. Sebut saja, nonton YouTube, stalking Instagram, baca Twitter, dan lain sebagainya. Namun, ada tiga hal yang penting diperhatikan oleh netizen atau warganet saat berinteraksi di media sosial. Karena, ketiganya termasuk bentuk kekerasan media sosial yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan bersikap netizen. Pertama, hatespeech atau ujaran kebencian. Hatespeech bukan sesuatu yang baru dalam hidup manusia. Sebelum zaman digital, hatespeech seringkali bertebaran di dunia nyata. Dahulu Nabi Muhammad Saw. pernah mendapatkan hatespeech dari sebagian orang musyrik seperti yang tersebut dalam firman-Nya: Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain”; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. (Qs. al-Furqan/25: 4). Secara tidak langsung Nabi Muhammad disomasi oleh orang musyrik sebagai orang yang mengarang Al-Qur’an. Padahal, Al-Qur’an itu adalah kalam Allah.

Hatespeech sesungguhnya tumbuh dari netizen yang ngefans secara fanatik terhadap satu idola sehingga menutup diri melihat idola yang lain. Biasanya fans fanatik hanya memuji idolanya sendiri dan menyudutkan orang yang tidak diidolakan. Karenanya, suasana media sosial jadi keruh. Fans fanatik sebenarnya sama dengan pengikut mazhab yang fanatik yang gemar memonopoli kebenaran dan menyesatkan yang lain. Kebenaran hanya miliknya seorang, sementara sesuatu yang berbeda dengannya dijudge sesat, bahkan dikafirkan.

Kedua, hoaks. Merebaknya media sosial akan semakin mudah tersebarnya informasi hoaks. Dengan sebatas klik saja netizen yang dungu akan terpengaruh dengan informasi hoaks yang dianggapnya sebagai informasi yang benar. Allah mengingatkan kepada siapa saja untuk berhati-hati dalam menerima informasi agar tidak terjebak dalam kubangan hoaks. Disebutkan dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Qs. al-Hujarat/49: 6).

BACA JUGA  Berpuasalah, Agar Kamu Selamat dari Kejahatan Radikalisme

Pada ayat tersebut hoaks memiliki dampak fatal terhadap seseorang, yaitu penyesalan. Penyesalan ini timbul disebabkan merasa dirinya tertipu dan dibohongi. Karena, informasi yang dikonsumsi tidak benar. Penyesalan yang lain disebabkan turunnya great/image media sosial sebagai media belajar, dan keruhnya tali silaturrahmi antar sesama.

Ketiga, konten settingan. Satu sisi konten settingan dapat dinilai positif karena menghibur banyak orang, seperti konten prank, komedi, dsb. Tapi, pada sisi yang lain konten settingan dapat membodohi publik. Karena, publik tidak merasa bahwa konten itu hanya sebatas bohongan. Selain itu, mengonsumsi konten settingan spend time, buang-buang waktu. Sedang, jika ditarik pada ranah teologis, mengonsumsi konten settingan sama dengan mindset Jabariyah yang mempercayai bahwa semua perbuatan manusia berada di bawah settingan Tuhan. Seakan manusia tidak kreatif. Cara pandang Jabariyah disebutkan dalam Al-Qur’an: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (Qs. at-Takwir/81: 29).

Melihat tiga dampak negatif kekerasan di media sosial tersebut, diharapkan semua netizen lebih selektif dan berhati-hati mengonsumsi informasi. Media sosial adalah media yang baik dan produktif. Tapi, content creator dan netizennya seringkali human error, sehingga kekurangan ini terus diminimalisir. Dengan bermedia sosial yang baik, secara tidak langsung seseorang membangun masa depan yang baik.[] Shallallah ala Muhammad.

 

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru