Orang yang sedang tidur dapat dipastikan ia berpuasa, karena saat ia tidur bisa dipastikan ia tidak makan, minum dan melakukan hal yang membatalkan lainnya. Sedangkan orang yang sedang berpuasa, lebih nyaman dengan pekerjaan memejamkan mata ini. Memang keduanya mempunyai kaitan erat. Dalam bahasa Arab, tidur dan puasa hanya berbeda satu huruf saja. الصيام (al-shiyam) atau الصوم (al-shaum) untuk puasa. Lalu النيام (al-niyam) atau النوم (al-naum) untuk tidur. Jika terpeleset sedikit saja pengucapan keduanya hingga tertukar antara huruf shin dan shad, maka akan berubah maknanya.
Kedua kata di atas sangat menarik jika dikaji dalam ranah ilmu tajwid. Huruf ص (shad) yang membedakan puasa dari tidur, mempunyai sifat ‘Ishmat’ (tidak lancar dan hati-hati dalam pengucapannya). Sedangkan salah satu sifat huruf ن (nun) yang membedakan tidur dari puasa adalah ‘idzlaq’ (keluarnya lancar dan ringan).
Dari keterangan ini bisa ditarik suatu hikmah.
Terang saja orang yang berpuasa mesti merasa berat dan tidak lancar dengan segala godaannya. Sehingga dituntut berhati-hati agar tidak batal ataupun menghilangkan pahala puasanya. Sedangkan tidur sangatlah mudah dan ringan untuk dikerjakan. Lancar-lancar saja bagi yang mengantuk utk membaringkan badannya dan meletakkan kepalanya. Meskipun demikian, tidak sepantasnya puasa diisi penuh seharian dengan tidur, ya yang wajar-wajar saja-lah. Meskipun bagi orang puasa tidur dinilai lebih baik ketimbang menggosip dan mengobrol yang tidak berguna. Memang ada yang mengatakan tidur orang puasa bernilai ibadah. Ya, nilai ibadah dalam tidurnya itu ada pada meninggalkan hal-hal yang tidak berguna atau bahkan menghindari pekerjaan yang dapat membatalkan pahala puasa.
Alhasil tidur dan puasa memiliki persamaan dan perbedaan. Orang yang tidur pasti puasa. Sementara orang puasa lebih nikmat baginya untuk tidur. Wallahu Aʻlam [Ali Fitriana]