28 C
Jakarta

Terorisme: Kekerasan atas Nama Agama

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanTerorisme: Kekerasan atas Nama Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terorisme, ekstremisme, dan semacamnya bukanlah ajaran agama. Begitu terorisme mengganggu banyak orang, dapat dipastikan semua agama menolak kehadiran terorisme, bahkan menghujatnya. Islam sendiri membenci kehadiran terorisme, kendati Islam selalu dikambinghitamkan sebagai jembatan terorisme.

Kehadiran terorisme bukanlah sesuatu yang baru. Secara historis, terorisme mulai tampak di permukaan semenjak kepemerintahan Ali bin Abi Thalib. Khawarij adalah benih terorisme yang mengkafirkan Ali dan pengikutnya. Beriring waktu terorisme bukan semakin habis, malah bertambah dan merambah di penjuru dunia.

Sejatinya, teroris tidak mau diklaim dirinya pelaku teror. Jika begitu, kenapa mereka betah dengan status yang tidak ia sukai? Sesuatu yang buruk akan terlihat menarik kalau dibungkus dengan sesuatu yang baik. Terorisme semakin banyak digemari karena paham ini dibungkus dengan agama, lebih-lebih Islam. Seakan-akan terorisme adalah bagian ajaran agama yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.

Terorisme bermodus agama adalah sesuatu yang menarik. Bagaimana tidak, agama lahir karena kegelisahan manusia saat dibenturkan dengan masalah rumit dan mereka tidak memiliki jalan keluar, sehingga kehadiran agama sebagai media bersandar dan berharap masalah yang menimpa segera terlerai. Ketenangan akan digapai begitu masalah terselesaikan.

Berbuat teror sebenarnya dilatarbelakangi segudang masalah pelik. Tiada solusi mengatasinya selain perilaku teror. Sebut saja, terbentangnya klub malam, tempat berjudi, dan lain-lain adalah salah satu gambaran masalah yang mengusik ketenangan terorisme, sehingga membiarkannya adalah dosa. Solusi yang amat sangat sempit dipakai oleh teroris adalah membom dan menghancurkan tempat yang mereka duga sebagai tempat perbuatan dosa.

Mengatasi masalah tidak selamanya dengan kekerasan. Kekerasan bukan solusi yang baik. Karena, kekerasan bukan mengatasi masalah, malah menghadirkan masalah yang baru. Bukankah kebencian merajalela sebab teroris? Image agama pun tercoreng sebab teroris pula. Teroris agen masalah, bukan solusi.

BACA JUGA  Ketika Negara Tidak Mau Ikut Campur Soal Agama

Siapa yang berbuat kekerasan sejatinya imannya lemah. Karena, ia belum bisa mengendalikan hawa nafsunya. Ia lebih gemar menuruti kemauan nafsunya. Ingatlah bahwa musuh terbesar adalah nafsu. Karena, bagi al-Ghazali, nafsu adalah musuh yang dicintai. Seharusnya, terorisme memerangi nafsunya sendiri sebelum memerangi orang lain. Mereka sebenarnya lebih memperhatikan orang lain, sementara dirinya sendiri hancur diporak-porandakan nafsunya. Naudzubillah!

Menjadikan agama sebagai kedok adalah cara terbaik ajaran teroris diterima oleh banyak orang. Solusinya untuk membentengi diri dari virus terorisme: Pertama, belajar agama dengan baik. Tanamkan dalam hati yang paling dalam bahwa agama menghendaki perdamaian, kesejahteraan, sikap santun, dan keadilan. Agama menolak keras tindakan kekerasan, kemunafikan, kemusyrikan, dan kekufuran.

Kedua, cari guru yang tepat, sehingga pesan sang guru memberikan hikmah. Guru yang baik tidak hanya mengajar, tetapi juga menuntun muridnya dari kebatilan menuju kebenaran, dari keterpurukan menuju kesuksesan, dan dari kebodohan menuju cahaya pengetahuan. Guru yang baik tidak memaksakan muridnya mengikuti apa yang dikehendakinya, tapi mendidiknya menjadi pribadi yang kreatif. Karena, kreativitas adalah pintu menuju produktivitas. Quraish Shihab berpesan: “Guru yang bijak selalu mencari yang benar pada yang buruk, sementara guru yang picik mencari yang buruk pada yang benar.”

Ketiga, terus belajar hingga akhir hanyat. Berhenti belajar adalah akhir dari kehidupan. Karena, kebodohan lebih kejam dari pedang. Kebodohan dapat menjerumuskan akal menerima doktrik yang tidak benar, semisal paham teroris. Orang yang pikirannya terbuka akan selalu tahu mana ajaran yang bergizi dikonsumsi dan mana ajaran yang beracun dimakan. Menelan paham teroris sama dengan menelan racun yang mematikan. Masihkah Anda mengonsumsi ajaran terorisme? Mau bunuh diri?[] Shallallah ala Muhammad.

[zombify_post]

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru