31.3 C
Jakarta
Array

Terorisme dan Cara Kita Memahami Jihad

Artikel Trending

Terorisme dan Cara Kita Memahami Jihad
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tak berselang lama setelah gencar kabar demo 4 November 2016 yang menuntut Ahok atas ucapannya yang dianggap melecehkan agama Islam, berita pengeboman Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu, 13 November 2016 menjadi trending topik. Hal demikian bukan kali pertama terjadi dengan embel-embel jihad. Seperti yang diberitakan oleh detikdotcom, bahwa pelaku mengenakan kaos yang bertuliskan Jihad Way of Life.

Jika kita amati secara periodik, problem terorisme dari berbagai media tidak kunjung selesai dan tidak terselesaikan. Maraknya terorisme sudah mulai sejak kehancuran gedung WTC (Wold Trade Center) pada 11 September 2001 yang menewaskan 2.792 jiwa, 31 muslim Amerika Serikat, 400-500 warga Yahudi dan 500 tidak beragama. Kejadian tragis tersebut mengguncang belahan dunia, semua media banyak meliput kejadian yang telah banyak menelan korban tersebut. Kemudian disusul dengan tragedi Bali 12 Oktober 2002 yang merupakan tragedi  terbesar setelah pengoboman di WTC. Menelan korban 18 tewas dan 132 luka-luka.

Ada banyak anggapan dan tudingan bahwa pelaku utama bom bunuh diri di WTC itu dari pihak Muslim, khususnya Osama bin Laden. Namun kita jangan sampai memfokuskan dengan adanya tudingan tersebut kepada pihak Muslim semata. Bisa jadi para pelaku bom bunuh diri itu ada pihak yang mendanai dari belakang dengan berbagai ide dan akal agar mereka mau melakukan bom bunuh diri dengan dalil jihad. Masalah bom bunuh diri bisa ada kaitannya dengan politik, negara, dan pihak-pihak yang merasa tersaingi oleh pihak lawannya.

Menyikapi Pelaku Bom Bunuh Diri

Para pelaku bom bunuh diri di WTC boleh diakui beragama Islam, namun jika pelaku itu ada hubungan dengan pihak yang menginginkan WTC itu hancur (politik kenegaraan atau persaingan), dengan mudah mereka melakukan kerja sama. Jadi, jika ada segolongan dari pihak dalam Amerika Serikat saja, sudah cukup mudah untuk mendanai pengeboman WTC tersebut. Jangan sampai hanya menuding pihak Islam saja jika ada teror-teror yang meresahkan masyarakat. Kita perlu menganalisa terlebih dahulu siapa di balik pelaku teror tersebut, karena seseorang bisa dibayar dan didanai untuk mlakukan suatu hal yang dianggap menguntungkan pribadinya sendiri.

Sejak peristiwa tersebut banyak bermunculan aksi teror yang mengatasnamakan agama dengan dalil jihad untuk nahi mungkar (mencegah maksiat/kejahatan) bagai air mengalir dengan deras. Namun aksi yang mereka lakukan tidak disetujui oleh kalangan umat Islam, karena tindakan mereka tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam tidak memberikan pintu keresahan bagi mereka yang berkehendak untuk menganutnya. Islam merupakan agama yang bervisi menyelamatkan manusia dari kegelapan, bukan malah memberikan keresahan seperti aksi teror atas dalil jihad dan nahi mungkar.

Sebenarnya, jika dilihat dari tujuannya masih kurang cukup jika hanya nahi munkar. Istilah amar ma’ruf (menyuruh kepada kebaikan) sering dan bahkan sulit untuk mereka terapkan dalam kehidupan bersama. Dalam ajaran agama Islam, yang diutamakan adalah amar ma’ruf. Jika mereka memang ingin menjaga agama Islam jangan sampai menjelekkan agama Islam itu sendiri. Mari kita jaga agama Islam, sebagai umat Islam jangan sampai berbuat keonaran, umumnya bagi seluruh umat manusia untuk menjaga kestabilan perjalanan negara masing-masing.

Agama atau Negara?

Bisa dikata bahwa Detasemen Khusus (Densus) 88 kewalahan dalam menangani dan memberantas para pelaku terorisme, khususnya di Indonesia. Memang perlu diakui, pemberantasan tersebut sangat sulit untuk dilakukan jika tidak ada kerja sama yang baik dengan pihak lain. Semakin lama di Indonesia semakin parah problematika bom bunuh diri yang belakangan ini sudah sering marak terjadi. Tidak hanya orang non-Islam yang menjadi korban, akan tetapi orang Islam juga menjadi korban dari perilaku anarkis yang mereka anggap jihad membela agama Islam. Semestinya kita sbagai umat Islam harus menyadari, jika orang Islam itu sendiri yang melakukan perilaku anarkis, maka Islam akan dikucilkan dari masyarakat umum.

Aksi terorisme tidak hanya terjadi di tempat-tempat maksiat. Aksi teror juga terjadi di gereja, masjid, dan bahkan para politikus dan artis pun mendapat teror. Sekarang sudah tidak masuk akal jika ada aksi teroris dengan dalil jihad belaka. Karena yang diteror bukanlah orang yang benar-benar bersalah dan melakukan maksiat. Kemungkinan besar para pelaku aksi teror itu hanya ingin menggundahkan masyarakat, dengan kata lain ada sistem politik dengan kepimimpinan suatu negara, khusunya Indonesia.

Jihad dan Politik

Masalah politik (kenegaraan) jangan sampai mengatasnamakan suatu agama apapun. Masalah politik yang diaplikasikan dengan aksi bom bunuh diri hanya meresahkan masyarakat umum dan tidak membawa kepada kedamaian seperti yang diharapkan oleh masyarakat banyak. Demi untuk mencegah dan mengurangi aksi teror yang belakangan ini sudah sangat mencuat, dari pihak negara setidaknya memberikan sebuah penyuluhan mengenai dampak aksi bom bunuh diri yang kemudian MUI (Mejelis Ulama Indonesia) berperan aktif juga dalam menangani dan memberantas aksi teror dan bom bunuh diri yang mengatasnamakan agama Islam tersebut, dengan mengontrol dan memberikan pengertian jihad yang sebenarnya agar mereka tidak salah ketika akan berjihad untuk membela agama Islam. MUI juga harus bisa menerbitkan buku wejangan mengenai jihad yang benar.

Ada sebuah dugaan bahwa banyak aliran keras masuk ke Indonesia karena mereka berasumsi Indonesia adalah negara berpunduduk muslim paling besar. Perlawanan mereka terhadap Barat yang dilakukan di Indonesia mengakibatkan gerakan terorisme muncul di Indonesia. Kekerasan dan terorisme berkarakter agama sama sekali bukan kepribadian umat beragama di Indonesia. Tetapi, sesuatu yang datang belakangan karena faktor politik nasional dan pengaruh global.

Aksi teror dan bom bunuh diri dengan dalil jihad itu bukan memajukan dan memperbaiki reputasi agama Islam, namun menghadirkan pandangan negatif terhadap Islam. Perjuangan mereka bisa dianggap salah dan tidak benar secara logika. Jika aksi yang mereka lakukan iu benar, maka agama Islam akan banyak mengalami kemajuan dan terhindar dari sikap stereotip seperti dianggap sebagai agama kekerasan. Namun, yang didapat oleh Islam itu sendiri hanya celaan dan kehancuran reputasi. Jihad tidak hanyak terpaku pada berperang membunuh manusia, menafkahi keluarga juga bagian dari jihad di jalan Allah.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru