31.8 C
Jakarta

Teroris NII Kian Menggurita, Negara Tidak Boleh Diam Saja!

Artikel Trending

KhazanahPerspektifTeroris NII Kian Menggurita, Negara Tidak Boleh Diam Saja!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jawa Barat baru-baru ini mengungkap fakta mengejutkan bahwa kelompok teroris Negara Islam Indonesia alias NII sudah masuk ke 51 kecamatan di Jabar. Hal tersebut diungkap Ketua PCNU Jabar K. H. Atjeng Abdul Wahid.

Temuan ini sekaligus mengonfirmasi pembaiatan puluhan anak dan remaja di Garut beberapa waktu lalu. Sebagaimana dilansir detik.com, PCNU Jawa Barat memiliki 42 Majelis Wakil Cabang (MWC). Dari 42 MWC itu diketahui hanya 1 wilayah yang belum dimasuki gerakan NII.

Temuan ini sungguh mencengangkan. Mengingat NII sebagai organisasi terlarang dan subversif ternyata masih melakukan manuver bawah tanah. Mulai dari indoktrinasi sampai rekrutmen anggota baru. Fenomena ini tentu mengkhawatirkan. Mengingat NII memiliki agenda mengganti NKRI menjadi negara Islam berdasar pada syariah yang tentunya bertentangan dengan konstitusi.

Tentu ada banyak faktor mengapa NII yang telah dilarang oleh pemerintah masih bisa eksis sampai sekarang. Dari sisi keagamaan, menguatnya kecenderungan konservatisme keagamaan di kalangan umat Islam telah menjadi semacam pintu masuk bagi paham atau gerakan keagamaan radikal seperti NII.

Pasca-Reformasi 1998 kita melihat kebangkitan kembali kekuatan Islam politik yang memperjuangkan formalisasi syariah dan pendirian khilafah Islamiyah di wilayah NKRI. Dalam konteks inilah, NII sebagai organisasi yang juga mengusung formalisme Islam mendapat momentum untuk bangkit.

Dari sisi sosial, masih banyaknya problem kemasyarakatan, seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial juga menyumbang andil pada suburnya ideologi keagamaan radikal. Gerakan keagamaan radikal, mulai dari teroris NII sampai ISIS selalu menjanjikan kehidupan yang adil dan sejahtera di bawah naungan sistem negara Islam.

Di kalangan masyarakat bawah yang kerap termarjinalisasi oleh kebijakan negara, janji-janji tentang keadilan dan kesejahteraan itu menjadi sangat menggiurkan. Tidak heran jika basis utama gerakan keagamaan radikal salah satunya berasal dari kelompok masyarakat bawah.

Dari sisi politik, kian merajalelanya gerakan keagamaan radikal juga dilatari oleh sikap permisif negara yang cenderung kurang tegas dalam menumpas radikalisme hingga ke akarnya. Harus diakui bahwa organisasi keislaman radikal seperti NII tersebut memanfaatkan kebebasan ruang publik dan demokrasi untuk menyebarkan gagasan dan agendanya kepada masyarakat.

Temuan PCNU Jawa Barat yang menyebut NII telah menyebar di 52 kecamatan membuktikan bahwa NII kian menggurita. Temuan ini kiranya juga menjadi semacam alarm warning, terutama untuk negara atau pemerintah sebagai pemegang otoritas paling tinggi. Pemerintah hendaknya bertindak serius dan tegas mengadang manuver bawah tanah NII. Jangan sampai, atas nama kebebasan ruang publik dan demokrasi kita bersikap permisif pada NII.

BACA JUGA  Takjil War: Antara Harmoni Kemanusiaan dan Kerukunan Beragama

Sikap permisif pada gerakan subversif berbasis keagamaan seperti NII merupakan hal berbahaya. Kita patut belajar dari tragedi di sejumlah negara di kawasan Timur Tengah. Negeri mereka porak-poranda dilanda konflik antar-anak bangsa yang diakibatkan oleh manuver kelompok Islam radikal. Kita tentu tidak ingin mengikuti jejak buram negara-negara tersebut.

Maka dari itu, penting kiranya bagi negara untuk hadir dan terlibat aktif dalam membendung gerakan NII. Setidaknya ada dua pendekatan yang bisa dikembangkan pemerintah untuk mengadang infiltrasi NII. Pertama, pendekatan keras (hard approach), meliputi penindakan hukum yang tegas dan terukur terhadap para agen-agen NII yang menyebarkan ideologi makar dan merekrut masyarakat sebagai simpatisannya.

Penegakan hukum yang terukur dan tetap mengedepankan prinsip hak asasi manusia penting untuk mengirimkan semacam pesan bahwa negara tidak akan tinggal diam terhadap manuver NII dan organisasi sejenisnya. Pendekatan keras juga efektif untuk meredam manuver NII, setidaknya dalam jangka pendek.

Kedua, pendekatan lunak (soft approach), yaitu melalui strategi sosio-kultural berbasis kemanusiaan. Strategi pendekatan lunak ini bisa di-breakdown ke dalam sejumlah langkah. Antara lain langkah keagamaan, yaitu dengan mengembangkan moderasi beragama yaitu cara pandang dan praktik keberagamaan yang tidak berlebihan atau ekstrem.

Seperti kita tahu, NII dan kelompok sejenis merupakan representasi dari ekstremisme dalam Islam yang muncul karena sikap berlebihan dalam beragama. Moderasi beragama akan menuntun umat menuju jalan keberagamaan yang toleran, inklusif, sekaligus nasionalis.

Di saat yang sama, pemerintah juga perlu menggalakkan kembali wawasan kebangsaan sebagai fondasi nasionalisme. Sudah bukan rahasia lagi bahwa radikalisme dan ekstremisme tumbuh subur karena loyo dan lemahnya nasionalisme (lack of nationalism). Terkikisnya nasionalisme utamanya di kalangan generasi muda membuka peluang bagi merebaknya ideologi radikal-subversif.

Arkian, kita tentu berharap temuan PCNU Jawa Barat ini direspons serius pemerintah. Negara tidak boleh diam saja melihat gerakan teroris NII yang kian menggurita. Negara harus hadir dalam menganulir setiap potensi dan gerakan yang mengarah pada ancaman terhadap Pancasila dan NKRI.

Nurrochman
Nurrochman
Alumnus Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru