30.1 C
Jakarta
Array

Tauhid-Phobia

Artikel Trending

Tauhid-Phobia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Oleh: Ahmad Ghozali Fadli

Istilah ini mungkin agak sedikit memaksa, melihat fenomena yang terjadi belakangan ini. Bendera dengan kalimat Tauhid menjadi pematiknya. Banyak orang yang tidak suka dengan bendera-bendera bertuliskan tauhid, dengan gaya penulisan tertentu. Saya jadi ingat, peristiwa hancurnya WTC di Amerika. Seketika itu, wajah ummat Islam tercoreng, menanggung perih stigma negatif. Entah, mana yang paling benar, sebagai dalang peristiwa itu, namun kenyataannya kitalah yang babak belur.

Peristiwa pembakaran bendera di Garut, juga seperti itu. Seakan tidak memerdulikan lagi, siapa yang salah dan siapa yang benar. Semuanya terlihat benar di sisi masing-masing. Seperti melihat gajah, satu pihak melihat dari sisi depan, dan pihak lainnya dari sisi belakang. Tidak mungkin muncul kata sepakat.

Inilah yang sebenarnya sudah diprediksi oleh sang pembuat skenario. Dengan melihat dan mencermati psikologis dari setiap pihak, NU dan eks HTI-lah yang memungkinkan untuk dibenturkan. Kedua belah pihak, sama-sama militan. Yang satu memperjuangkan NKRI dan satunya lagi, memperjuangkan syariat Islam. Akhirnya, banyak ditemukan bendera-bendera yang sama di banyak daerah, dalam momentum Hari Santri Nasional (HSN). Siapakah yang paling diuntungkan? Apakah ini murni, seperti perkelaian antar saudara? Untuk skala besar, rasanya tidak mungkin.

Dalam skala global, kalimat Tauhid dipakai oleh beberapa pihak. Pertama, Arab Saudi menjadikannya bendera. Dengan latar belakang warna hijau dan pedang di bawah kalimat Tauhid. Kedua, bendera Hitam dengan tulisan Tauhid berkhat mirip seperti milik bendera Arab Saudi, digunakan oleh Hizbut Tahrir di seluruh dunia. Ketiga, Al Qaeda dan Militan Somalia, menggunakan bendera Hitam dengan tulisan Tauhid tanpa harakat disertai Stempel Rasulullah. Keempat, Jabhah Nusroh di Syria, menggunakan bendera Hitam dengan tulisan Tauhid dengan khat sama seperti Arab Saudi, namun terdapat tulisan “Jabhah Nusroh” di bawahnya. Kelima, Taliban di Afganistan, menggunakan bendera Putih dengan tulisan Tauhid berwarna hitam, berkhat sama seperti Arab Saudi, namun dengan ukuran lebih kecil.

Di Nusantara sendiri, kerajaan-kerajaan Islam jarang yang menggunakan kalimat Tauhid di benderanya. Rerata hanya simbol-simbol, seperti bulan sabit, bintang, dan pedang. Yang menampilkan kalimat Tauhid, ada Kerajaan Inderapura di Sumatera Barat, Kerajaan Samudera Pasai, dan lambang Singa Macan Ali di kesultanan Cirebon. Namun, kalimat Tauhid memiliki tempat di hati seorang muslim. Siapakah yang tidak ingin mati, dalam keadaan tetap ber-Tauhid?

Inilah dakwah Tauhid sesungguhnya. Bukan sekedar lambang, namun jauh lebih besar daripada itu. Seluruh nabi-nabi dan rasul berdakwah Tauhid, bagaimana mengajak manusia agar menyembah Allah yang Maha Esa. Berusaha menyatakan kalimat yang sama, seperti firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 64. Bahkan kepada ahli kitab pun, kita diajak untuk mendakwahkannya dengan mencari titik temu, untuk menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya. Berusaha menjaga persaudaraan dan persatuan, dalam titik yang sama, Laa Ilaaha Illallah.

Untuk itu, marilah bergerak. Meng-Esa-kan Allah, dengan pekerjaan yang positif dan produktif, hindari penggunaan-penggunaan simbol yang dapat memecah belah persaudaraan. Gunakan hati yang bersih dan tenang dalam menyikapi seluruh kejadian. Turunkan ego, dan kembali kepada persatuan. Selama Tuhan kita sama, kita adalah Saudara.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Artikel Terkait

Artikel Terbaru