26.8 C
Jakarta

Tantangan Memberantas Terorisme Bagi BNPT Agar Tidak Hanya Menghambur-hamburkan Uang Negara

Artikel Trending

KhazanahOpiniTantangan Memberantas Terorisme Bagi BNPT Agar Tidak Hanya Menghambur-hamburkan Uang Negara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi salah satu badan yang menanggulangi bahaya terorisme dan radikalisme. Sebelum bernamakan BNPT, dahulu disebut sebagai Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT). Pembentukan DKPT dilatarbelakangi oleh adanya Bom Bali tanggal 12 Oktober 2001, dan DKPT merupakan wujud ikhtiyar serius pemerintah dalam pemberantasan terorisme.

Dijelaskan secara lengkap oleh Zaihnuddin (2010) bahwa bom bali yang merenggut banyak korban, direspon positif oleh Presiden Megawati Soekarno Putri dengan membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT). Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan mendapat mandat langsung dari Megawati dalam pembentukan DKPT.

Kemudian setelah Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilu dan terpilih sebagai presiden berikutnya, DKPT berubah nama menjadi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Langkah Susilo Bambang Yudhoyono dalam membentuk BNPT merupakan langkah yang tepat untuk menghadirkan badan penengah dalam permasalahan terorisme di negara yang multikultural. Sehingga rakyat Indonesia bisa hidup berdampingan dengan rasa nyaman, aman, dan damai.

Belasan tahun BNPT bekerja, tercatat sudah banyak kasus terorisme yang berhasil digagalkan. Bahkan sudah banyak kasus terorisme yang belum sempat meledakkan bom, berhasil terlebih dahulu diringkus oleh lembaga anti-teror. Ataupun kelompok teror yang bersembunyi di daerah tidak diketahui, berhasil dibongkar persembunyiannya.

Agar lebih memaksimalkan kerja BNPT, terdapat duta damai yang tersebar di seluruh penjuru daerah. Duta damai berperan penting dalam membangun perspektif masyarakat tentang menyikapi segala hal yang berkenaan dengan perbedaan. Bagaimana masyarakat bersikap terhadap perbedaan tersebut, dan mengelolanya dalam tali toleransi. Selain itu, mengingatkan akan prinsip-prinsip perdamaian dan keagamaan yang menjadi sendi pokok persatuan.

Oleh karena itu, keberhasilan dari BNPT juga mengarah kepada kesetabilan pemahaman yang dianut oleh masyarakat. Sejauh mana masyarakat menyikapi terhadap perbadaan, sejauh itu pula keberhasilan dari BNPT berjalan. Apabila elemen masyarakat menerapkan sistem toleran dan rasa penuh percaya kepada saudaranya, maka solusi-solusi yang dimunculkan oleh BNPT juga ikut berjalan secara sempurna.

Selain itu, BNPT juga mempunyai agenda lain, untuk membuat struktur masyarakat yang toleran. Dimulai dari unsur terkecil keluarga, hingga unsur terbesar yaitu negara. Masyarakat yang terstruktur akan lebih mudah dilakukan pengendalian, sehingga aksi-aksi terorisme dan radikalisme mudah diidentifikasi sejak dalam perencanaan. Hal ini sebagai upaya agar nantinya praktik-praktik bom bunuh diri tidak akan terjadi lagi.

Tantangan BNPT di Era Digital

Tercatat sejak tahun 2001, Indonesia sudah digegerkan oleh Bom Bali 1. Kemudian Bom JW Marriot (2003), Bom Kedubes Australia (2004), Bom Bali 2 (2005), Bom JW Marriot dan Ritz Carlton (2009), Masjid Az-Dzikra Cirebon (2011), Bom Sarinah Jakarta (2016), dan Bom Mapolresta Solo (2016). Rentetan aksi terorisme tersebut, kian menyadarkan BNPT akan pembaruan dan perbaikan sistem deradikalisasi yang dilakukan.

BACA JUGA  Pemilu 2024: Menyelamatkan Demokrasi dari Ancaman Radikalisme

Apalagi memasuki era digital, tentu pola terorisme dan radikalisme yang dilakukan akan mengalami perubahan bentuk dan cara. Hal ini dipicu oleh penggunaan alat-alat digital, seperti smartphone ataupun komputer yang kian masif di segala kalangan. Dari anak-anak hingga orang dewasa, menggunakan alat digital sebagai bagian dari hidup mereka.

Maka kebiasaan hidup yang berbeda tersebut, juga ikut menggeser pola kebiasaan yang dilakukan pelaku teror. Mereka kini mengadaptasikan penyebaran terorisme melalui media yang banyak diakses semua orang.

Mereka membuat konten bertema narasi-narasi penuh kontroversi, hingga memancing amarah masyarakat Indonesia. Narasi seperti itu akan menggiring semua orang dalam gelombang kemarahan, hingga pada akhirnya memunculkan perpecahan.

Hal yang paling sering terjadi adalah membawa-bawa isu agama ke dalam isu-isu yang sedang hangat. Sehingga agama yang seharusnya berfungsi untuk meluruskan persoalan, dipelintir menjadi kekuatan baru yang memperkeruh permasalahan tersebut.

Maka sejatinya, titik kuat pelaku terorisme ada pada konten yang telah dibuat. Sejauh mana mereka melakukan strategi pada jenis kreativitas isu, sejauh itu pula masyarakat akan terhanyut dalam benih-benih terorisme.

Adaptasi Deradikalisasi BNPT ke Digital

Hal yang sama harus dilakukan BNPT dalam mencegah isu-isu terorisme yang disusupkan oleh pelaku teror. BNPT harus melakukan inovasi dalam bidang teknologi agar tidak ketinggalan dalam menyebarkan edukasi deradikalisasi. Setidaknya ada 3 langkah yang dapat dilakukan BNPT dalam mengadaptasikan edukasi ke arah digital.

Pertama, adaptasi pengamanan digital. Hal utama yang harus dibenahi dalam melawan terorisme adalah sistem pengamanan. Di mana pengamanan yang selama ini masih berwujud nyata, harus dikembangkan ke arah digital. BNPT bisa membentuk tim digital khusus untuk menyelidiki teknik, wilayah, dan serangan terorisme dari para pelaku.

Kedua, adaptasi edukasi. Apabila sistem pengamanan telah berhasil diterapkan, komponen penting lain yang harus segera diadaptasikan adalah sistem edukasi. Dimana sistem edukasi yang dahulu masih dilakukan dengan metode biasa, harus disesuaikan ke arah digital. Misalnya, BNPT dapat membuat konten menarik di sosial media dan mengajak serta masyarakat dalam membangun media damai tersebut.

Ketiga, peraturan yang harus diselaraskan ke arah digital. Peraturan yang menjerat pelaku teror dalam menyebarkan konten radikal di media digital harus diterapkan. Sehingga apabila pelaku teror masih dalam tahap infiltrasi ajaran, bisa segera diringkus oleh peraturan yang mendukung. Pada akhirnya, tindakan terorisme tidak jadi dilakukan.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru