29.7 C
Jakarta
Array

Tantang Debat Penulis Buku Gagal Faham Khilafah, Kader HTI Semarang Mati Kutu

Artikel Trending

Tantang Debat Penulis Buku Gagal Faham Khilafah, Kader HTI Semarang Mati Kutu
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tantang Debat Penulis Buku Gagal Faham Khilafah, Kader HTI Semarang Mati Kutu

Harakatuna.com. Semarang. Debat buku tentang khilafah yang berlangsung di Gedung Dakwah Habibah, Jl. Kintelan Semarang pada Sabtu, 4 Maret 2017, menyedot perhatian masyarakat sekitar wilayah Semarang. Pantauan Dutaislam.com di lapangan, aula gedung Hizbut Tahrir tersebut dipenuhi ratusan hadirin hingga meluber.

Makmun Rasyid, penulis buku “Gagal Faham Khilafah” menceritakan kalau ia sengaja datang dari Depok ke Semarang untuk memenuhi tantangan dari Aab Elkarimi, penulis buku “Saatnya Mahasiswa Berkhilafah”.

“Jadi, saya yang ditantang, tapi di media online mereka, saya malah yang disebut menantang dan membeli bukunya. Kalau barter buku iya, karena kalau ditantang debat tapi tidak membaca bukunya, kan tidak mungkin. Mereka yang menantang, makanya baru kali ini kami bersanding dengan HTI dalam bedah buku Gagal Faham Khilafah,” ujar Makmun kepada Dutaislam.com.

Pantauan kontributor Dutaislam.com di Semarang, debat tidak berlangsung saling counter. Karena menurut pengakuan Aab Elkarimi di forum, bukunya memang hanya memberikan inspirasi. Hal itu dikatakan ketika Makmun Rasyid mempertanyakan segi ilmiah buku Aab.

Makmun praktis hanya mempresentasikan isi buku tanpa kesulitan menjawab karena buku berjudul “Saatnya Mahasiswa Berkhilafah” hanya menggunakan referensi bacaan, bukan rujukan ilmiah. “Buku Aab tidak sebanding (dengan buku saya) karena dari segi referensi sudah beda,” terang Makmun di forum yang riuh bersahutan antara takbir dan shalawat itu.

Menurut Makmun, buku Aab tidak bisa diuji kesahihan datanya. Ia menyebut buku kader HTI itu sebagai matematicless (tidak matematis). Hal itu dinyatakan Makmun karena Aab menyebut kalau umat Islam sekarang ini lari dari syariat di tengah terpaan kapitalisme, “statistiknya dimana?” tanya Makmun yang disambut tepuk tangan hadirin.

Makmun memberikan catatan kepada Aab bahwa dalam menulis buku, meskipun tidak ilmiah, tapi harus ada ta’liq. “Tahu arti ta’liq, ta’liq itu semacam syarah, tahu syarah?” Hadirin tertawa atas pertanyaan yang mungkin saja kader HTI tidak paham istilah itu. Semua sanggahan Makmun selalu dijawab ngalor-ngidul oleh penantang, Aab.

Melihat buku Aab yang tidak ilmiah di vis a vis kan dengan buku “Gagal Faham Khilafah”, Makmun kemudian menyimpulkan kalau buku “Saatnya Mahasiswa Berkhilafah” itu karakternya seperti tulisan buku Madilog, “model tulisannya seperti Tan Malaka, menasehati dari bapak ke anak,” kata Makmun.

Makmun juga menyebutkan banyaknya kader NU yang ikut HTI karena tidak pernah sowan kepada kiai. Mengapa? Hizbut Tahrir, imbuh Makmun, madzhab fiqihnya itu mirip NU jika ia ia tidak mengilusikan sistem khilafah. “Jika HTI tidak mengkhilafah, dia itu NU,” tambahnya.

Orang NU yang ikut HTI akhirnya tidak memiliki moral kepada foundhing fathers yang mendirikan NKRI ini. Makmun menasehati kepada hadirin dan juga kader HTI agar punya perasaan kepada founding fathers yang berkorban.

Mati kutulah penantang Makmun Rasyid itu, -santri Alhikam asuhan KH Hasyim Muzadi. Makmun ternyata pernah ikut komunitas wahabi di beberapa ormas radikal di Indonesia sebelum menjadi santri NU.

DUTA ISLAM

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru