Harakatuna.com. Bangkalan – Markas Besar Polisi Indonesia (Mabes Polri) melalui Densus 88 mengirimkan utusan khusus mengunjungi Bupati Bangkalan, R. Abd Latif Amin Imron pada Selasa (16/5). Kunjungan tersebut dilakukan sebagai persiapan untuk melakukan pembinaan pendakwah atau khotib di Madura untuk membentengi dari persebaran paham radikalisme.
Pembinaan para pendakwah tersebut, sebagaimana disampaikan Kanit Subdit Kontra Ideologi Densus 88 Mabes Polri AKBP Moh Dhofir, mengucapkan, merupakan salah satu upaya pencegahan adanya paham intoleransi dan radikalisme agama yang masuk ke Madura dari luar lingkungan masyarakat Madura.
Pihaknya menyampaikan bahwa pendakwah adalah salah satu pintu untuk menjadi penyampai pesan perdamaian sehingga perlu mengadakan pembinaan kepada seluruh pendakwah di Madura.
“Kami ingin melaksanakan pembinaan khotib washatiyah (moderasi keberagamaan) pada seluruh khotib di Madura untuk mencegah adanya paham radikalisme yang masuk ke Madura,” katanya.
Sebelumnya, Densus 88 juga melakukan pembinaan kepada para pendakwah di Palu, lalu Poso, kemudian sekarang Bangkalan.
“Dan terus akan dilanjutkan ke semua daerah yang dinilai ada dan pernah terjadi tindakan radikalisme. Ini kami laksanakan sesuai dengan instruksi kredit dan pimpinan Polri,” Tutur dia.
Dhofir menambahkan, bahwa ulama dan masyarakat madura tidak ada yang bertindak dan terindikasi pada gerakan radikalisme. Tetapi, ada dugaan bahwa pendakwah dari luar yang membawa paham tersebut. Sehingga perlu pencegahan agar nantinya semua pendakwah Pondok Pesantren sehingga bisa memiliki kompetensi yang seragam untuk langkah pencegahan tersebut.
“Meskipun memang definisi Radikalisme ini belum jelas, tetapi tentu tindakan kekerasan dan merusak fasilitas publik ini perlu kita antisipasi agar tidak terjadi,” terangnya.
Sebab, dirinya meyakini, masyarakat madura sungguh-sungguh cinta NKRI.
“Pelopor sebenarnya juga berasal dari Madura, yakni Syaikhona Muhammad Kholil yang menjadi cikal bakal berkembangnya Nahdlatul Ulama dan Ormas islam lainnya. Saya yakin dan percaya tidak ada radikalisme di Madura, tetapi yang masuk dari luar Madura harus diantisipasi bersama,” ulasnya.
Juru Bicara Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra), KH. Muhdhar Abdullah, menyampaikan bahwa kedatangan Densus 88 Mabes polri ke Madura, memang membahas tentang radikalisme, tetapi pihaknya merasa perlu mengetahui lebih dahulu definisi sesungguhnya radikalisme dan intoleransi yang dimaksud, sehingga pemerintah memiliki patokan untuk menyebut seseorang radikal.
“Sampai saat ini kami masih belum mendapatkan definisi baku radikalisme ini, sehingga sulit untuk kami deteksi,” jelasnya, sambil menambahkan, jika memang radikalisme itu mereka yang memperjuangkan nahi mungkar, tentu akan banyak juga orang-orang yang akan tersinggung, begitupun sebaliknya.
“Kita akan menunggu jawaban itu, tetapi untuk pembinaan khotib washatiyah ini kami setuju dan kami turut mendukungnya,” tutupnya.