32.7 C
Jakarta
Array

Takmir Masjid dan Lingkaran Radikalisme

Artikel Trending

Takmir Masjid dan Lingkaran Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Jujur harus diakui bahwa salah satu tantangan terbesar bahkan juga merupakan “penjajahan di era saat ini adalah menguatnya gerakan radikalisme. Endang Tarmudzi (2005) menyebutkan bahwa radikalisme lebih pada fenomena aksi kekerasan oleh kelompok tertentu dengan membawa legitimasi agama. Dalam bahasa Nur Syam (2005), radikalisme membuat agama yang semula bermisi membawa perdamaian direduksi dengan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai agama.

Banyak kajian yang sudah dilakukan dalam kaitannya radikalisme di Indonesia. Salah satu penyebab utama lahirnya radikalisme adalah pemahaman terhadap teks keagamaan secara parsial dan tekstuali. Kelompok ini memandang sesuatu secara hitam-putih; halal-haram tanpa melihat aspek maqasid as-syari’ah (konteksnya).

Tentu kita tidak menghendaki radikalisme dapat tumbuh subur di Indonesia. Untuk itu, perlu kiranya menelisik bagaimana gerakan ini menyasar di masyarakat. Penyebaran paham radikal dapat dikatan sudah memasuki semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara, tak hanya di ruang-ruang sekolah namun juga di ruang suci, yakni Masjid.

Dan penyebaran yang terakhir ini harus dijadikan sebagai bahan kewaspadaan oleh seluruh pihak. Mengapa? Pertama, masjid adalah ruang umum yang sulit dikontrol sehingga memudahkan mereka untuk merekrut jamaah. Kedua, Masjid adalah tempat berkumpulnya orang-orang. Kondisi ini semakin memudahkan kelompok radikal dalam menyuntikkan paham-paham radikal ke tubuh jamaah Masjid karena tanpa memobilisasi, jamaah sudah berbondong-bondong ke Masjid. Setidaknya dua kondisi ini menjadikan kita sulit untuk membendung radikalisme di Masjid.

Menguasai Masjid

David K. Berlo dengan teori jarum hipodermisnya mengatakan bahwa narasi-narasi baik dalam bentuk tulisan maupun ucapan dapat mempengaruhi pembaca atau pendengar sesuai dengan yang dinginkan. Di sinilah paham radikalisme disuntikkan oleh kelompok radikal melalui ceramah keagamaan seperti khutbah jum’at di Masjid-Masjid. Maka, materi khutbah menjadi penting.

Menyoroti tentang khutbah jum’at. Materi khutbah yang disampaikan di Masjid-masjid menarik untuk ditelisik lebih dalam terutama kaitannya dengan penyebaran radikalisme di Indonesia. Beberapa kajian dan penelitian menyebutkan bahwa Masjid-masjid di Indonesia mayoritas berpegang pada Islam moderat. Namun demikian, ada sejumlah Masjid yang dikuasai oleh kelompok radikal. Sekali lagi, jumlahnya memang tak banyak. Namun, sebagaimana yang dikatakan oleh Masdar Farid Mas’udi, jumlah sedkit namun mereka lebih terorganisir dan memiliki jiwa yang semangat bisa mengalahkan besar jika tidak dibendung secara masif.

Terkait konten khutbah, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan telah melakukan penelitian di 100 masjid kementerian lembaga dan BUMN. Dari 100 Masjid, terdapat 41 Masjid yang terindikasi menyebarkan paham radikal. Penelitian ini menganalisa dari konten khutbah yang disampaikan oleh khatib pada hari Jum’at.

Ada beberapa indikator radikal yang digunakan P3M; sikap terhadap Pancasila, sikap terhadap pemimpin non-muslim, terhadap minoritas (etnis), dan terhadap agama lain. Dari indikator ini kemudian ditemukan bahwa dari 41 Masjid yang terpapar paham radikal ada yang sedang dan tinggi. Sebanyak 17 Masjid berada dalam kategori radikal tinggi. Sisanya, 17 masuk dalam radikal rendah. Sementara yang masuk dalam kategori rendah hanya tujuh Masjid.

Temuan P3M sungguh menghenyak kita semua. Bagaimana tidak. Sudah masjid negara tetapi dipakai atau bahkan dikuasai oleh kelompok radikal. Memang radikal dalam temuan P3M masih sebatas radikal dalam pemahaman, belum sampai radikal dalam tindakan. Namun, potensi naik menjadi radikal-teroris sangat besar.

Nah, pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apa gerangan dan apa yang menyebabkan Masjid-masjid pelat merah mudah dikuasai oleh kelompok radikal? Ini memerlukan analisa yang cukup panjang. Namun secara mudahnya dapat ditemukan beberapa faktor.

Pertama, takmir masjid tidak mengetahui peta keagamaan. Harus jujur diakui bahwa peran takmir Masjid menjadi sangat strategis dalam hal ini. Sebab, takmir inilah yang secara administratif memenag kendali atas khatib-khatib siapa saja yang akan mengisi khutbah jumat di Masjid. Fakta lapangan menyebutkan bahwa ketidak-tahuan takmir tentang peta keagamaan menjadikan Masjid-masjid “kecolongan”. Kelengahan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk memukuskan misinya. Jadi, Masjid-masjid BUMN dan masjid lainnya sangat mudah kecolongan ketika takmir Masjid yang bersangkutan tak bisa memetakan ustadz-ustadz yang akan mengisi khutbah Jum’at. Ketidak-tahuan ini pula-lah yang menjadikan tidak adanya penyaringan terhadap ustadz-ustadz.

Kedua, takmir adalah dari kelompok mereka sendiri. Dan poin kedua inilah yang mendominasi Masjid-masjid yang terindikasi terpapar paham radikal. Jadi bukan lagi akibat ketidaktahuan takmir terhadap peta keagamaan, melainkan Masjid tersebut sudah dikuasasi oleh kelompomradikal. Bahkan konon ada sekjen ormas besar di Indonesia dicoret dari daftar khatib di Masjid basis kelompok radikal ini karena dinilai tak senada dengan ideologi mereka.

Inilah realitas yang harus kita hadapi saat ini. Kita tentu sepakat bahwa radikalisme merupakan salah satu bentuk penjajahan nyata di negeri ini. Jika dahulu pahlawan kita berjuang melawan penjajahan asing yang sudah jelas warga dan bentuk rambutnya berbeda dengan masyarakat Indonesia, pahlawan zaman now dihadapkan pada penjajahan yang luar biasa berat karena lawan kita adalah saudara kita sendiri yang warna dan bentuk rambutnya sama, namun bedanya mereka ingin NKRI bubar. Mereka inilah kelompok radikal.

Realitas Masjid saat ini sudah sedemikian gawatnya. Untuk itu, kita harus segera mengambil tindakan  yang tegas; “merebut” kembali Masjid-masjid yang sudah dikuasai oleh kelompok radikal. Memang merebut Masjid yang sudah dikuasai oleh kelompok radikal tidaklah mudah. Artinya, perlu keberanian yang tinggi seperti para pahlawan dahulu. Sehingga pilihannya hanya ada dua: Merdeka dari Radikalisme atau Hancur diterkam paham radikal!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru