27.5 C
Jakarta
Array

Tafsir al-Qur’an Melalui Film Tai Chi Zero Until Hero?

Artikel Trending

Tafsir al-Qur'an Melalui Film Tai Chi Zero Until Hero?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menonton film Tai Chi Zero dan Tau Chi Hero, spontan membuat saya membayangkan dinamika penafsiran al-Qur’an. Tradisi yang terdapat dalam film itu seperti tradisi penafsiran al-Qur’an pada masa klasik. Mempelajari dan melestarikan seni bela diri kungfu yag menjadi ciri khas dari tradisi keluarga Chen. Hal ini seakan-akan seperti produk tafsir klasik yang dianggap paling benar. Sebuah tafsir yang otoritatif, dan sumbernya murni dari Nabi ataupun mufassir yang  menyaksikan turunnya wahyu secara langsung.

Sementara modernitas yang digambarkan dengan canggihnya teknologi saya bayangkan seperti penafsiran modern-kontemporer. Sebuah produk tafsir yang cenderung kritis terhadap penafsiran klasik serta terinterkoneksi dengan ilmu pengetahuan umum.

Dari film ini terlihat jelas terjadi benturan antara tradisi dan moderitas. Kita dapat melihat tradisi seni bela diri kungfu yang sakral dan tidak bisa diajarkan kepada orang lain selain keluarga Chen. Sakral: karena dihadapkan dengan tantangan kemajuan teknologi. Privasi kungfu Chen benar-benar dipatuhi begitu saja dengan alasan takut jika diajarkan kepada orang lain secara sembarangan akan disalahgunakan. Hal ini mirip dengan produk tafsir tradisional yang  oleh sebagian orang sangat diagung-agungkan. Bahkan dianggap sakral, tidak diragukan kebenarannya, serta tidak boleh dikritisi.

Sementara bagi kaum modernis kemajuan teknologi lah yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan di era modern ini. Demikian pula dengan tradisi penafsiran modern kontemporer yang mulai beralih pada penggunaan metode dan pendekatan modern dalam menafsirkan al-Quran. Ambillah conntoh sederhana pendekatan hermeunetik, semantik, dan sebagainya. Asbabun nuzul yang digunakan sebagai referensi dalam penafsiran untuk melihat konteks pewahyuan pun didasarkan pada asbabun nuzul ganda. Pertama, asbabun nuzul mikro yang diriwayatkan pada hadis Nabi saja. kedua, asbabun nuzul makro yang berupa situasi Arab pada umumnya. Alih alih masa ini mufassir modern yang menggunakan dan mencetuskan teori-teori modern yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dalam menafsirkan al-Qur’an.

Sementara itu, keluarga Chen yang mengagungkan tradisinya, mereka merasa cukup dengan kungfunya tanpa membuka diri dengan ilmu lain. Mereka benar-benar menolak dan menganggap negatif adanya teknologi. Sebaliknya, masyarakat modern terlebih penguasa, mereka tidak percaya dengan adanya kekuatan spiritual seperti yang diagungkan oleh masyarakat tradisional. Mereka lebih fokus pada pengembangan teknologi. Karena bagi mereka, dengan maju dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, mereka akan mendapatkan segalanya.

Tai Chi Zero dan Tafsir

Kalau konteksnya adalah dunia penafsiran, maka akan didapati kasus pertentangan antara tafsir klasik yang oleh sebagian besar orang dianggap sakral dan tidak boleh diragukan dan dikritisi karena takut kualat, sementara tafsir modern kontemporer dianggap sebagai tafsir yang terlalu liberal. Sehingga mereka pun enggan menyentuhnya. Sementara bagi mereka yang berpegang pada tafsir modern, tafsir klasik dianggap sudah tak lagi relevan untuk menjawab problem-problem kekinian. Sehingga dicetuskanlah model tafsir modern yang dianggap dapat menjawab persolan tersebut. Keduanya terlihat sangat bertentangan seperti halnya alur cerita dalam film ini di episode-episode awal.

Meskipun demikian, pada akhir film ini, kedua pihak, baik kaum tradisionalis maupun modernis, saling menyadari kesalahan dan kekurangan masing-masing. Belajar kungfu saja tanpa membuka diri terhadap perkembangan teknologi atau sebaliknya, tidaklah cukup. Jika hanya canggih dalam teknologi saja tanpa diimbangi dengan kekuatan spiritual maka bisa jadi membuat orang tersebut terlena oleh dunia dan dapat berbuat sewenang-wenang tanpa memperhatikan sisi humanis.

Demikian pula jika hanya manut pada tafsir ulama terdahulu yang mungkin tidak bisa menjawab persoalan kekinian yang sering di hadapi masyarakat modern, seperti kasus HAM,  gender, ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan penafsiran yang diproduksi  pada periode klasik memang menjawab problem yang di hadapi saat itu. Misalanya ayat arrijalu qowwamun ala an-nisa’ pada saat itu ditafsirkan seakan-akan diskriminatif. Padahal sebenarnya memang tradisi pada saat itu patriarkhal. Sehingga al-Qur’an tidak secara langsung menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Karena jika demikian, maka kemungkinan besar al-Qur’an langsung ditolak oleh masyarakat Arab pada saat itu.

Sementara adanya penafsiran modern yang menggunakan pendekatan gender misalnya, ini sudah cocok untuk diterapakan pada zaman sekarang ini . Sebab masyarakat kekinian sudah mulai menyadari dan terbuka akan ajaran Islam yang sebenarnya menjunjung tinggi persamaan. lagi pula jika melihat redaksi lanjutan ayat secara utuh, maka sebenanya yang membuat laki-laki itu dianggap menjadi pemimpin bagi perempuan adalah usaha dan kemampuannya dalam menafkahi keluarga. Sehingga ketika perempuan memiliki kelebihan yang lebih dari laki-laki, maka perempuan juga bisa menjadi kepala keluarga. Meskipun demikian, soal pembagian kerja keduanya tetap sejajar.

Contoh lain adalah penggunaan teknologi yang semakin urgen di era milenial ini. Medsos misalnya. Beragam situs web menyediakan kajian keislaman termasuk tafsir. Sementara sumbernya sendiri terkadang tidak jelas. Oleh karenanya, bagi mereka yang kompeten dalam bidang tafsir hendaknya juga menyentuh dunia teknologi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya soal penafsiran yang berbeda, baik karena periode maupun kecenderungannya, bukan berarti yang satu salah dan yang satu benar. Karena kebenaran tafsir itu sendiri merupakan kebenaran yang relatif. Sehingga tidak etis jika saling menyalahkan antara satu tafsir dengan tafsir yang lain. Mengkritisi boleh, namun juga harus diiringi dengan argumen yang logis. Bahkan alangkah lebih baik jika kedua model penafsiran diatas dipadukan. Sisi spriritual dan prinsip dasar penafsirannya dapat, solusi atas prolem yang sedang ingin dicari pun juga dapat. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam satu ungkapan, “al muhafadzah ala al-qodim ash-sholih wa al-akhdhu bi al-jadid al-ashlah (melestarikan tradisi lama yang baik dan mengadopsi sesuatu yang baru yang lebih baik)”. Benar bahwa ini tidaklah mudah. Namun tetap semangat dan selamat berjuang !

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru