26.3 C
Jakarta

Tadarus Radikal YouTube ‘Fokus Khilafah Channel’

Artikel Trending

Milenial IslamTadarus Radikal YouTube ‘Fokus Khilafah Channel’
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bukanlah sesuatu yang menyenangkan, ketika harus menyimak kajian-kajian online yang dinarasumberi oleh aktivis khilafah. Ketidaksenangan ini tentu tak bersifat personal, melainkan karena kajian apa pun, oleh mereka, pasti dikait-kaitkan, diproyeksikan, dengan agenda utama mereka, yaitu mengkhilafahkan Indonesia dan meng-Indonesia-kan khilafah.

Akun YouTube ‘Fokus Khilafah Channel’ ambil bagian dalam peran ini. Jika dalam tulisan sebelumnya, Tadarus Khilafah, Radikalisasi di Bulan Suci, telah diuraikan beberapa program indoktrinasi khilafah di tengah Ramadhan, kali ini menarik jika kita langsung ke dalam program kajian itu sendiri. Di antaranya yang tayang dalam kanal resmi mereka. Tadarus radikal, istilahnya.

Tadarus radikal yang pertama berlangsung pada Senin (20/4) lalu, atau empat hari sebelum Ramadhan tiba. Judul kajiannya “Mengoptimalkan Ramadhan di Tengah Wabah”. Kajian yang dipandu oleh Farid Wajdi itu mengundang Ismail Yusanto, Juru Bicara HTI, sebagai narasumber. Hingga tulisan ini dibuat, videonya sudah ditonton 6.034 kali dan 1.400 suka dari 53.900 subscriber.

Kajian berikutnya, dengan narasumber dan host yang sama, berlangsung pada Senin (27/4), atau seminggu sesudahnya. Tajuk yang diangkat ialah “Ramadhan Bulan Kesabaran dan Perjuangan”, dan saat ini telah ditonton lima belas ribu kali. Itu artinya, ada peningkatan dari minggu sebelumnya. Dengan kata lain, tadarus radikal ini sukses dan disukai oleh banyak kalangan.

Kajian ketiga berlangsung Senin (4/5) kemarin. Tajuk yang diangkat adalah “Meneladani Kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab”, dengan total tontonan 8.608 kali. Farid Wajdi selaku host, dalam prolognya, memantik tadarus radikal ini dengan menanggapi kunjungan Presiden Jokowi ke Bogor yang dianggap meniru kepempinan Umar. Ismail Yusanto kembali menjadi narasumber.

Seri kajian Ramadhan memang banyak, belum lagi yang berlangsung di kanal-kanal khilafah lainnya. Dalam konteks ‘Fokus Khilafah Channel’, tadarus radikal akan berlangsung selama Ramadhan. Itu artinya indoktrinasi khilafah tergolong masif, dan keberadaannya tidak bisa disepelekan. Di hadapan mata kita sedang berlangsung kajian menarik namun berbahaya: mengandung provokasi para dedengkot HTI.

Provokasi Dedengkot HTI

Dalam tiga kajian tersebut, pada bagian pertama, host langsung bertanya tentang imbauan pemerintah tentang beribadah di rumah masing-masing selama masa pandemi COVID-19. Ia memantik pertanyaan kepada Ismail Yusanto, apakah itu akan mengurangi kualitas ibadah di bulan Ramadhan yang semestinya ditingkatkan? Sungguh pemantik diskusi yang bernuansa provokatif.

Jutaan Muslim di dunia, bahkan miliaran manusia dari berbagai agama di dunia, terkena dampak COVID-19, dalam peribadatan mereka. Imbauan tetap di rumah adalah dalam rangka mencegah kemungkinan buruk terjadi, yang jelas-jelas lebih utama daripada beribadah di ruang riskan. Pembatasan ini juga berdampak terhadap ekonomi, lalu pemerintah berarti tak peduli rakyat miskin?

Ada tiga poin jawaban Ismail Yusanto dalam menjawab pertanyaan tersebut. Ia menganggap bahwa negara memiliki segalanya, sarana-prasarana yang lengkap seharusnya membuat kita bisa berharap melakukan yang terbaik. Keadaan sekarang adalah cermin kelambanan pemerintah, dan ketidakkooperatifan mereka dalam menanggulangi pandemi sebaga musuh bersama.

BACA JUGA  Tahun 2024: Masihkah Ada Harapan Baik Bagi Bangsa Indonesia?

Tadarus radikal paling menarik ialah ketika host menanyai narasumber, apa yang mesti kita lakukan selaku umat Islam jika COVID-19 benar-benar akan mengubah tatanan dunia? Jawaban Ismail Yusanto, umat Islam harus menciptakan tatanan tersendiri, yang bukan hanya menjadi pelengkap antara tatanan dunia Barat (AS) dan Timur (China).

Tentu saja yang dimaksud arah sendiri, tatanan sendiri, oleh Ismail Yusanto, adalah sistem pemerintahan yang tidak berikiblat kepada Barat. Dengan kata lain, sistem kenegaraan harus diubah, dengan tatanan baru yaitu khilafah. Cita-cita ini jelas bias radikal, karena secara tidak langsung ia meminta rakyat Indonesia melegitimasi kepemeritahan yang berlaku saat ini.

Ketika tadarus radikal sampai pada bahasan meniru kepemerintahan Umar, agenda terselubung di balik kajian tersebut mulai mencuat ke permukaan. Bisa dibaca, pekan-pekan selanjutnya tema yang dibahas semakin spesifik terhadap indoktrinasi. Akan semakin terang, bahwa tadarus radikal ini merepresentasikan betapa masifnya indoktrinasi khilafah di negeri ini.

Masifnya Indoktrinasi Khilafah

Sebagai sebuah gerakan politik yang dibungkus keagamaan, sekalipun para aktivisnya secara hakikat tidak ahli dalam agama, yang bisa dilihat dengan bagaimana Ismail Yusanto terbata-bata dalam ketiga seri tadarus di atas, dan terkesan mengulang-ulang penjelasan, indoktrinasi memiliki peran penting dalam lanskap sepak terjang kaum radikal.

Bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi momen meningkatkan kualitas ketakwaan dan merajut persatuan, justru dijadikan ajang memanipulasi kebaikan dan mengundang perpecahan. Gerak-gerik para aktivis khilafah, dalam hal ini, samar sekali. Secara zahir, mereka melakukan kajian biasa. Secara esensial, malah mereka sedang mencekoki masyarakat dengan doktrin-doktrin buruk.

Maka dari itu, sekali lagi, sebagaimana dikatakan juga dalam tulisan sebelumnya, membuat kajian tandingan yang tidak kalah masif juga menjadi keniscayaan. Bukan untuk adu argumen, melainkan agar masyarakat tidak terpusat dalam satu kajian yang justru menjerumuskan mereka dalam keberagamaan yang salah, apalagi di bulan Ramadhan.

Harus ada tadarus-tadarus moderat, meneguhkan keislaman-keindonesiaan di tengah masyarakat. Membiarkan narasi khilafah terus bergulir, itu artinya membiarkan keislaman-kenegaraan tergerus oleh doktrin khilafah. Seberapa teguh pun mereka bergerak harus tetap dilawan. Yang terpenting kita tidak membiarkan Indonesia semrawut oleh dedengkot HTI, juga organisasi transnasional lainnya. Mereka masif indoktrinasi, kita harus masif dedoktrinasi.

‘Fokus Khilafah Channel’ adalah satu dari kanal-kanal YouTube yang menebarkan konten provokatif berkedok kajian. Apalagi di bulan Ramadhan, pergerakan mereka bisa jadi dilakukan di berbagai platform media. Apalagi di tengah pandemi, narasi-narasi mereka menunggangi berbagai cara. Di sinilah, peran kaum moderat menjadi satu-satunya harapan.

Tadarus radikal sekadar term sarkastis. Sebenarnya, yang namanya kajian radikal, tidak patut disebut tadarus, karena akan mencederai definisi tadarus itu sendiri. Mengkaji al-Qur’an, mengkaji Islam, mengkaji fenomena sekitar, benar adalah sebuah kewajiban, dalam rangka meningkatkan keimanan. Termasuk, dari itu, di bulan Ramadhan, memerangi narasi radikal menjadi agenda yang tidak boleh dilewatkan.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru