Harakatuna.com. Yogyakarta. Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii Maarif memaparkan bagaimana radikalisme tumbuh subur di Indonesia. Meski begitu, Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila ini menyebut ada resep kunci bagaimana menangkal radikalisme itu berkembang biak di tanah air. Menurut Buya, tercapainya sila kelima Pancasila merupakan kunci keberhasilan menangkal berbagai ideologi impor, termasuk radikalisme.
“Ideologi impor dengan teologi maut-nya sesungguhnya tidak mempan hidup di Indonesia asal sila kelima (Pancasila) betul-betul diwujudkan,” kata Syafii dalam Seminar “Pancasila dan Kebhinekeaan” di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Senin 6 November 2017.
Buya Syafii yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu memaparkan, pemerintahan Presiden Jokowi harus mampu mengoptimalkan implementasi seluruh sila dalam Pancasila. “Pancasila jangan hanya retorika,” kata dia.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini lalu memaparkan masing-masing Sila dalam Pancasila. Sila pertama misalnya, menurut Buya Syafii baru memiliki makna apabila sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” itu menjadi kenyataan.
Jika sila kelima Pancasila dapat diwujudkan, menurut Syafii, ketimpangan sosial dan ekonomi bisa dihilangkan. Dengan demikian, kehadiran ideologi-ideologi impor yang mengancam Pancasila dan kebhinekaan tidak akan bertahan lama di Indonesia.”Jangan lagi Pancasila sila kelima tergantung di awan tinggi, sedangkan rakyat di bumi terkapar. Itu tidak boleh,” kata dia.
Menurut Buya Syafii, ketimpangan itu masih ada di Indonesia yang ditunjukkan dengan masih tingginya jumlah desa tertinggal.
Sesuai data dari Kementerian Desa saat ini, sekitar 60 persen dari 74.910 desa masuk katagori tertinggal dan sangat tertinggal. “Belum lagi penguasaan tanah di Indonesia yang 80 persen dikuasai oleh konglomerat domestik dan 13 persen konglomerat luar,” kata Buya Syafii Maarif.