26.7 C
Jakarta

Surat untuk Harakatuna.com (Membela Syaikhona Thaifur dalam Tulisan Khalilullah)

Artikel Trending

KhazanahSuara PembacaSurat untuk Harakatuna.com (Membela Syaikhona Thaifur dalam Tulisan Khalilullah)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tulisan ini merupakan sapaan singkat untuk artikel pendek yang dimuat di website Harakatuna.com yang berjudul “Pemikiran Ulama Madura Thaifur Ali Wafa dalam Menafsirkan Al-Quran” oleh Khalilullah (baca link ini: https://www.www.harakatuna.com/pemikiran-ulama-madura-thaifur-ali-wafa-dalam-menafsirkan-al-quran.html), Lulusan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah. Tulisan pendek, tapi mengupas pembahasan-pembahasan penting menggunakan analisa koran. Tidak detail. Sebenarnya saya ingin membaca tulisannya yang lebih ilmiah tentang Syaikhona, agar saya menanggapinya tidak buang-buang waktu. Namun karena ini hanya sapaan, saya mengharap ada pertemuan-pertemuan berikutnya dengan penulis di depan umum, agar tulisan pendek itu tidak menjadi bola api liar, dan menimbulkan fitnah.

Ada beberapa poin tulisan ini yang perlu ditanggapi”

  1. Memulai tulisan dengan perbedaan antara Al-Quran dengan Tafsir, bahwa keduanya tidak sama. Tafsir dapat dikritiki dan Al-Quran tidak. Membaca muqaddimah tulisan itu saya sudah dapat membaca, bahwa artikel itu akan mengkritik. Tapi kritikanya berbau tuduhan, karena tidak dilengkapi data detail. Saya kecewa dengan mahasiswa ini. Seperti menuduh seorang pencuri, tapi tidak memiliki bukti, sehingga menjadi fitnah. Apalagi berlagak sebagai pengkritik
  2. Lagi-lagi meneruskan pragraf pada pembukaan tulisanya dengan konflik syiah Sampang, padahal tulisanya tentang pemikiran KH. Thaifur. Seakan ingin memberi pesan bahwa penafsiran KH. Thaifur memiliki korelasi dengan konflik tersebut. Ini lebih menjengkelkan
  3. Khalilullah baru memulai pembahasan pemikran Syaikhona pada pragraf ke-5, tentang ayat jihad Surah Al-baqarah ayat 218. Setelah sebelumnya berputar-putar memberi “Pemanasan”. Ini menunjukkan bahwa penulis masih belia. Memulai pembahasan tulisan pendek di pragraf ke-5. Begini tulisanya:

“Sebagai ulama lokal, Thaifur menghadirkan penafsiran yang cenderung ekstrem begitu memahami ayat-ayat jihad. Salah satunya, saat menafsirkan firman Allah dalam Qs. al-Baqarah/2: 218, yang berbunyi: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat tersebut menguraikan bahwa orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah akan mendapat rahmat-Nya. Menyangkut jihad Thaifur lebih melihatnya sebagai peperangan terhadap musuh Allah. Siapakah musuh Allah? Mereka adalah orang musyrik dan orang kafir. Memerangi orang kafir termasuk jihad mikro. Sedang, jihad makro adalah memerangi hawa nafsu, karena hawa nafsu ada dalam diri manusia.

Menafsirkan jihad sebatas memerangi orang kafir dapat dikategorikan sebagai tafsir ektremis. Karena, jihad sebenarnya tidak hanya terbatas pada persoalan perang. Sesuai artinya “berusaha dengan sungguh-sungguh” jihad mencakup beragam aspek. Jihad disesuaikan dengan potensi masing-masing orang. Bagi seorang penulis, jihadnya menulis. Bagi seorang pembisnis, jihadnya berbisnis. Bagi seorang pendidik, jihadnya mengajar dan mendidik. Bagi mahasiswa, jihadnya kuliah dan belajar dengan tuntas dan serius. Dan seterusnya.

Asumsi pertama saya ketika membaca tulisan di atas, penulis tidak menguasai bahasa Arab atau, tidak membaca Firdausu Al-na’im tentang ayat tersebut. Ayat ini mamiliki munasabah (hubungan) dengan ayat sebelumnya, kisah Sariyah Abdullah bin Jahsy dua bulan sebelum kejadian perang Badar (Tolong anda baca lagi Firdausu Al-Naim Hal.216, penafsiran ayat 217).

Jadi begini bunyi dalam kitab Firdausu Al-Naim, saya terjemah tafsiranya saja. ( ۟ا َمىُى ءا

َّن  ٱلَّ ِذي  َه

ُرو ۟ا هاج

َه  ِذي َوٱلَّ ) orang-orang yang meninggalkan Kota Mekah beserta keluarganya (َّّللِ ٱ ل

ِبي س

َج َهدُو ۟ا  ى ) َو َٰ

artinya orang-orang yang berjihad melawan orang Musyrik karena taat kepada Allah, Maka Allah menjadikan Pengikut Sariyah1 ini sebagai Jihad.

Jadi konteks ayat tersebut bercerita tentang jihad pada masa Rasulullah, Tentang Sariyah Abdullah bin jahsy. Sedangkan anda bicara jihad sebagai pemikiran Syaikhona Taifur. Tidak ada dalam penafsiran ayat itu pemikiran Syaikhona, Tapi penjelasan tentang sejarah Rasulullah.

Saya tidak bisa meneruskan diskusi tentang jihad dalam kitab Firdausu Al-Na’im, Karena Khalilullah gagal faham. Cerita Sejarah Rasulullah dalam Ayat dianggap pemikiran Syaikhona Thaifur. Miris. Jadi seperti tidak membaca kitab Firdausu Al-Na’im.

  1. Tentang Tuduhan Tafsir Misoginis. Begini teks Anda:

“Selain itu, saat menafsirkan surah an-Nisa’ ayat 34, Thaifur melihat bahwa laki-laki lebih berhak menjadi pemimpin dibandingkan perempuan dalam rumah tangga. Karena, laki-laki yang memberikan nafkah istri dan laki-laki juga termasuk sosok yang dikaruniai kelebihan dibandingkan perempuan, seperti kelebihan akalnya, kesaksiannya, dan seterusnya. Sampai di sini penafsiran Thaifur terkesan misoginis, sehingga bila tafsir ini dihidangkan kepada kaum feminis akan terbantahkan.

Terbantahnya tafsir Thaifur disebabkan menyudutkan kaum perempuan karena faktor jenis kelamin (sex form), padahal Allah tidak melihat manusia, laki-laki dan perempuan, sebatas jenis kelamin, melainkan atas kualitas ketakwaan masing-masing. (Qs. al- Hujurat/49: 13). Ketakwaan ini tidak menyentuh medan sex, namun medan gender. Gender lebih melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari perbedaan budaya dan moral. Sex sifatnya adalah sesuatu yang kodrati, tidak bisa diubah, sementara gender sifatnya bisa berubah dan berkembang.

Saya berasumsi bahwa tafsir misoginis Thaifur Ali Wafa ini dipengaruhi budaya patriarki masyarakat Madura yang melihat laki-laki sebagai sosok superior dan perempuan sebagai sosok imperior. Buktinya, tidak hanya satu dua tiga perempuan Madura yang diperlakukan secara berbeda dibandingkan laki-laki. Laki-laki diperbolehkan menentukan calon masa depannya sendiri, sementara perempuan tidak boleh. Laki-laki diberi kebebasan melanjutkan studi di manapun, sedangkan perempuan cenderung dibatasi, bahkan dilarang.”

Saya  tulis  terjemah   penafsiran,   ( الىِّسَاء   لَى عَ   ىن ام َّى  قَ   ال ج ِر  ال)   meraka   (laki-laki)

unggul keatas diri mereka (Perempuan), memerintah dan melarang seperti

seorang  wali  terhadap  rakyatnya  ( بَعْض  لَى عَ  ْم  هُ بَعْضَ  ُ َّللا  ل    فَ  ا بِم)  Lafad  Al-ba’du

pertama adalah laki-laki dan yang kedua untuk perempuan. Dan dlamir jamak dalam lafad “ba’dihim” untuk kedua-duanya. dan mengindikasikan “taghlib” atau keunggulan/kemenangan. Artinya bahwa laki-laki unggul atas perempuan karena Pengutamaan Allah atas sebagian mereka (laki-laki) dan atas sebagian lagi (perempuan). Hal itu tampak dalam beberapa perkara, Keunggulan Akal, Agama, Wilayah (Wali). Penyaksian, Jihad, Solat Jum’ah, Jamaah, Imamah.

dst.  nafakah…  dan mahar  dari ) و بِم ا أ َوْفَقُىا  م ه أ َ  ْم ى الِه مْ  ۚ(

Penjelasan: Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tabari dalam tafsirnya (Jami’ Al-bayan, Vol. 8. Hal. 290), Imam Qurtubi Dalam Al-jami’ li Ahkami Al-Quran (Dar Kutub Ilmiyah, Vol. 3, H. 110) Ibnu  Katsir Dalam tafsirnya  (Vol 7. H.22) dan mayoritas para mufassir kawakan representativ.

Jika anda tidak setuju, silahkan nikah tanpa wali laki-laki, tanpa mahar, cari imam sholat perempuan dari makmum laki-laki, atau jadikan istri sebagai tulang punggung yang menafkahi suami atau bahkan angkatlah Nabi dari perempuan. Anda bicara Fenimisme yang dibawa Amina Wadud, Bukan?!.

  1. Dalam meneliti karya Syaikhona Taifur Ali Wafa yang sangat perlu anda garis bawahi dan pentingkan pertama kali adalah membaca muqaddimah Beliau selalu mengaku dan menisbahkan tulisannya kepada para ulama terdahulu. Dalam Firdausu Al-Naim, Halaman 4 Setelah menjelaskan keutamaan khidmah kepada Al-Quran, beliau dengan jelas menulis:

وتفسير  لها  معتمد  عليه  عىد  أهل  هذا  الشأن.  ولهذا  األمر  اوبعثت  همتى  لىقل  أقاويل  أئمة  التفسير.  “ وجمعها فى  هذا السفر الصغير”….

“ dan Tafsir Mu’tamad Al-Quran menurut Pakar Ilmu ini (Tafsir). Oleh karenanya, Himmmahku muncul untuk memindah perkataan-perkataan para imam Tafsir dan mengumpulkanya dalam kitab kecil ini”

 Ini metode menulis beliau. Anda harus faham sebelum banyak berbicara tentang guru kami. Beliau mengaku terhadap sumber tulisanya, tidak seperti yang anda katakan, terpengaruh oleh budaya patriarki Madura. Anda berbicara tanpa rujukan jelas, sedangkan beliau menisbahkanya pada para imam agung.

Pada beberapa karya beliau, jika merupakan pendapat sendiri beliau menulis “qultu” (Saya berkata). Khalilullah menulis beberapa artikel di www.www.harakatuna.com dan bahkan buku kecil tentang Pemikiran Syaikhona, namun  tidak tahu metode menulis Syaikhona. Aneh alumni pascasarjana ini.

6. Tentang Hukuman Potong tangan dan Hukuman Penjara, silahkan anda cari pendapat ulama fiqih yang secara jelas menghalalkan penjara sebagai Nalar fiqih anda bukan nalar fiqih aswaja NU, Tapi bebas. Seorang Nahdiyin tidak berani mengubah ayat qot’i (tentang rajam) dengan hukuman lainya. Kedudukan hukum itu tetap, tapi pertimbangan ushul fiqh yang menghalanginya. Jika ada yang menghalangi bukan berarti hilang dan diganti.

7. Sepertinya Khalilullah belajar metodologi penafsiran dari para dosenya, yang mau diaplikasikan ke Tafsir Firdausu Al-Naim. Tapi sayang dia  masih  terlalu  kanak dalam penguasaan materi, sehingga pisau analisa yang dipakai Kami sudah faham alur metodologi yang anda pakai. Binyah aql arabi  (Abid  Jabiri),  Mafhum Al-Nash (Nasr Hamid) Al-kitab wa Al-Quran: Qira’ah Muasirah dan beberapa karya Arkound serta pemikir Arab lainya sudah kami baca dulu, waktu di Kairo. Jadi saya hafal metode-metode seperti ini.

8. Perlu Anda ketahui, bahwa metode Syaikhona dalam keilmuan (juga penafsiran) lebih kuat dari metode-metode yang anda Beliau belajar ilmu karena mencintai ilmu, bukan karena gelar di Mekah kepada Guru -Guru ASWAJA, bukan Wahabi. Sanad-Sanad keilmuan beliau banyak dan terpercaya. Coba sekali – kali anda sowan kepada beliau, berbicara ilmu-ilmu Islam dalam setiap disiplin, niscaya anda akan merasa berada di hadapan lautan dan gunung -gunung ilmu.

9. Diskusiakan dulu dengan beliau pemikiran anda,  atau dengan murid – Jangan ketentang-ketenteng ke Jogja atau ke Jakarta berbicara sebagai orang yang pakar terhadap pemikiran Syaikhona Taifur. Jika hanya ingin tenar, sudah anda dapatkan. jika ingin kebenaran, silahkan diskusikan.

10. Bijaklah dalam mengeritik, dan hindari kata-kata kasar. Otak anda adalah kata-kata anda. Kritik dan adab harus selalu seimbang. Apalagi anda orang

Ambunten, 11/08/2020

Imam Sadili [email protected]

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru