33 C
Jakarta

Sumpah Setia untuk Indonesia

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanSumpah Setia untuk Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kendati momen Sumpah Pemuda yang terlukis pada setiap tanggal 28 Oktober telah usai, pesan-pesan yang diikrarkannya akan tetap hidup di dalam lubuk hati seluruh penduduk Indonesia sampai kapanpun. Pesan Sumpah Pemuda sesungguhnya menegaskan cita-cita akan adanya tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Tiga bentuk cita-cita ini merupakan bentuk cinta tanah air atau yang biasanya disebut nasionalisme.

Kecintaan kepada tanah air (al-wathn) merupakan bagian dari iman. Kurang lebih begitu sebuah ungkapan yang familiar di tengah-tengah masyarakat. Disebutkan dalam sebuah ayat yang menguraikan kecintaan terhadap tanah air: Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): “Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!”, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. (Qs. an-Nisa’/4: 66).

Pilihan mayoritas orang munafik tidak keluar dari kampung halamannya mengisyaratkan bahwa mereka mencintai tanah airnya. Wahbah az-Zuhaili menegaskan dalam at-Tafsir al-Munir, bahwa kecintaan terhadap tanah air membuat seseorang terdapat ketergantungan dengannya, sehingga ketika Allah Swt. memerintahkan mereka keluar dari kampung halamannya sebanding dengan bunuh diri dan serasa sulit hijrah dari tanah air.

Bahkan, saking berharganya kecintaan terhadap tanah air, Allah Swt. berpesan pada ayat yang lain: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga diri. (Qs. at-Taubah/9: 122). Muhammad Mahmud al-Hijazi mengomentari ayat ini, bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi seluruh manusia, sehingga kewajibannya tidak mengurangi kewajiban berjihad. Begitu pula, menjaga tanah air merupakan kewajiban yang suci.

Tidak dapat diperdebatkan lagi sikap nasionalisme atau cinta tanah air sebagai bagian dari ruh masing-masing orang. Tak heran, para pahlawan Indonesia berani melawan kolonial Jepang, Belanda, dan PKI demi mempertahankan tanah air yang sedang dikuasi oleh orang asing. Bahkan, beberapa tahun silam, pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang secara pelan-pelan mencekal NKRI dengan tawaran Khilafah sebagai sistem negara.

BACA JUGA  Mengatasi Kemiskinan dengan Memiskinkan Koruptor atau Menaikkan Gaji Pejabat?

Kemunculan HTI banyak mengubah mindset sebagian kecil masyarakat Indonesia untuk membenci dan bahkan mengkafirkan sistem negara Indonesia, yaitu Republik. HTI melihat sistem Khilafah dengan seorang pemimpin adalah keputusan yang final. Salah seorang ustaz kondang yang mengampanyekan sistem Khilafah adalah Felix Siauw. Sayang, sistem ini tidak tumbuh subur di Indonesia, karena masyarakat mulai sadar bahwa sistem Khilafah merupakan bagian dari penjajahan, sehingga kehadirannya harus ditolak dengan tegas. Allah pun menolak sistem Khilafah dalam firman-Nya: Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah tetap menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. (Qs. al-Ma’idah/5: 48).

Sesaat dibubarkannya HTI, perjuangan Indonesia melawan penjajahan belum kunjung usai. Masih ada ormas Front Pembela Islam (FPI) yang sering mengampanyekan NKRI Bersyariah. Sekalipun NKRI Bersyariah tidak menghilangkan nilai-nilai NKRI, istilah ini memiliki kesan yang kurang elok begitu dihadapkan dengan basic negara Indonesia yang pluralis di mana terdapat di dalamnya beragam agama: Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. NKRI Bersyariah memiliki kesan negatif, bahwa NKRI yang benar hanyalah milik orang Islam. Saya curiga, sikap FPI ini bermaksud menghancurkan tanah air Indonesia dengan cara halus dan pelan. Kecurigaan ini dapat diperkuat dengan sikap pesimis Gus Solah, bahwa tidak perlu ada istilah NKRI Bersyariah, karena syariat Islam tetap jalan di Indonesia.

Karena itu, penduduk Indonesia hendaknya terus membangun kecintaannya terhadap Indonesia dengan cara mengembangkannya dan menjaganya dari penjajahan Khilafah, NKRI Bersyariah, dan terorisme. Indonesia adalah rumah bersama. Jagalah rumah itu agar tetap aman dan hiaslah dengan segudang prestasi. Sungguh picik orang yang merusak rumahnya sendiri![] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru