30.1 C
Jakarta
Array

Sudahkan Kita “Menjadi” NU !

Artikel Trending

Sudahkan Kita "Menjadi" NU !
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Diakui atau tidak, kita berada dalam pusaran lembaga organisasi besar yang bernama Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi ini lahir bukanlah dari ruang vakum sejarah. Ada torehan perjuangan dan misi besar dalam menghidupkan organisasi yang berbasis ahlussunnah waljama’ah (aswaja) ini.

Di tengah gejolak perbedaan aliran keislaman yang beragam waktu itu, KH. Hasyim Asy’ari sebagai pendiri NU ini mampu menghadirkan wajah Islam di Indonesia yang santun, humanis, dan terbuka bagi lapisan masyarakat luas.

Bukan hanya itu, sikap tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (harmoni/seimbang), i’tidal (adil) dan menjaga, menggerakkan, membela serta memperjuangkan aswaja terus tersemai dalam diri kader-kadernya.

Kita sebagai kader muda NU yang terpaut berpuluh-puluh tahun dengan para pendiri, masih mampukah kita tetap menjaga nilai-nilai itu? Sudahkah sikap dan perilaku kita ini menunjukkan sikap mabadi’u khaira ummah? Atau berperan aktif mempertahankan organisasi besar ini dari ruang dan waktu manapun, atau sudahkah kita benar-benar “menjadi” NU?

Menjadi NU bukan hanya ikut-ikutan atau bernaung dalam suatu organisasi NU. Tapi juga ajaran, amalan, nilai-nilai yang terkandung yang diajarkan oleh para pendiri NU itu senantiasa menjadi landasan dalam gerak dan jejak langkah diri kita.

Dengan harapan, sebagai organisasi besar ini, tidak seperti macan ompong di tengah semakin bebasnya pergolakan dunia, tapi taring-taring NU melalui kader-kader mudanya juga mampu menerobos ruang-ruang kompetisi lainnya.

Saat ini NU sebagai organisasi Islam yang berbasis kemasyarakatan dihadapkan pada dua tantangan yang begitu serius. Yakni, radikalisme beragama dan materialisme.

Pertama, radikalisme, masih segar dalam ingatan kita, dalam tayangan media massa, Islam garis keras diberitakan merebak di mana-mana, mulai sekolah, kampus, masjid hingga ke perkantoran-perkantoran besar. Tak pelak, aksi terorisme dengan modus agama acap terlampiaskan.

Tidak menutup kemungkinan, ajaran-ajaran Islam radikal yang sudah begitu akut di negeri ini dengan berbagai metode penyebarannya bisa merongrong nilai-nilai Islam keindonesiaan yang selama ini ada.

Pada posisi inilah, peran kader muda NU yang berjiwa aswaja diharapkan mampu hadir dan terlibat dalam membentengi gerakan-gerakan radikal itu secara masif. Tentunya, dengan menghidupkan kembali pengajian-pengajian Islam secara terbuka, tradisi musyawarah, dan tradisi-tradisi lain yang bisa membuahkan Islam yang benar-benar rahmatan lil’alamin.

Kedua, materialisme, di tengah gempuran teknologi dan informasi yang terus menghunjam masyarakat negeri ini, tidak menutup kemungkinan para jamaah NU juga tenggelam dengan lautan berbagai alat teknologi seperti HP, motor, internet, mobil, televisi, dan sebagainya. Akibatnya, kita semakin larut dan sibuk dengan konsumtivisme benda-benda itu, sehingga semakin terasing dengan masyarakat sosialnya.

Buktinya, meskipun moda transportasi baik massal maupun pribadi sudah ada di mana-mana, alat komunikasi tergelar di mana-mana, namun pada prakteknya, nilai-nilai silahrurrahmi antarjamaah justru semakin luntur, nilai unggah-ungguh juga kian kabur. Dan pada akhirnya Islam yang banyak mengajarkan nilai keserderhanaan, tawadlu, akhlak yang baik, sopan santun, menjaga silahturrahmi juga kian terasing. Kalau nilai-nilai itu semakin terkabur oleh massa dan kita tidak bisa menjaganya, lalu kita sebenarnya umatnya siapa? Bukankah dalam hadits nabi: “Aku diutus Tuhan dengan misi untuk mengajarkan akhlak yang mulia bagi manusia” (HR. Bukhari Muslim)?

Sikap Kemasyarakatan

Sikap kemasyarakatan yang harus dimiliki oleh masyarakat Nahdlatul Ulama (NU), antara lain:

  1. Tasamuh

Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, dan dalam masalah kemasyarakatan serta kebudayaan.

  1. Tawasuth dan I’tidal

Sikap teguh yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah hidup bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang tatharruf (ekstrim).

  1. Tawazun

Sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia, dan khidmah kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.

  1. Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, berguna, dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru