32.7 C
Jakarta

Strategi Media Aktivis Khilafah: Menyebarkan Propaganda, Melanggengkan Perang

Artikel Trending

KhazanahTelaahStrategi Media Aktivis Khilafah: Menyebarkan Propaganda, Melanggengkan Perang
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Saya mengikuti betul bagaimana narasi yang disebarkan oleh muslimahnews.net, salah satu media yang dikelola oleh aktivis khilafah, dkk untuk menyebarkan narasi propaganda di media digital. Setiap momentum yang ramai di media sosial, selalu di komentari. Dengan kalimat yang lugas dan tegas, secara lantang memberikan kesimpulan bahwa, khilafah adalah solusi dalam setiap tulisannya! Siapa yang bisa menolak dan memberikan perlawanan terhadap narasi semacam ini? Tentu, hanyalah diri kita sendiri sebagai masyarakat digital yang, mau tidak mau akan berhadapan dengan bacaan tersebut.

Beberapa waktu belakangan, media ini sangat massif untuk menyebarkan propaganda isu-isu yang hits di media sosial, seperti KUPI II (Kongres Ulama Perempuan Indonesia). Propaganda yang dilakukan oleh media ini menyasar kepada kesadaran pembaca untuk melihat dengan kritis bahwa, KUPI merupakan gerakan westernisasi yang mencemarkan nama baik Islam. Berbagai narasi dari banyaknya sudut pandang ditampilkan, termasuk narasi tentang Islam Rahmatal lil ‘alamin disajikan untuk menjawab bahwa, konsep Islam Rahmatal lil ‘alamin akan terwujud apabila ditegakkan khilafah.

Di era digital seperti sekarang ini, kita tidak bisa membendung segala arus informasi yang masuk. Setiap orang bisa membaca apapun yang lewat melalui timelinnya sendiri. Fakta ini membuktikan bahwa, kehadiran media online bisa melahirkan perdamaian, melalui perjumpaan digital yang dibangun dengan komunikasi baik bersama orang berbeda, merekatkan hubungan jauh dan membangun kolaborasi digital. Akan tetapi, di sisi lain, digitalisasi justru melanggengkan perang.

Pelanggengan perang ini bisa dilihat dari propaganda narasi yang diproduksi oleh kelompok yang memiliki tujuan berbeda. Aktivis khilafah dalam upaya pelanggengan perang hari ini, cukup dengan upaya melakukan propaganda kebencian kepada pemerintah, kontra narasi kepada aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sipil dengan argumen bahwa isu tersebut tidak sejalan dengan Islam.  Upaya ini memunculkan fragmentasi sangat lebar pada lingkungan dan menciptakan segregasi antar kelompok karena sikap eksklusifitas yang diciptakan oleh aktivis khilafah.

Pada titik inilah perlu dipahami bahwa gerakan yang dilakukan aktivis khilafah di media sosial hanya membuat gaduh. Mereka adalah kelompok yang melanggengkan perang atas nama agama. Era digital menawarkan kemudahan kepada mereka untuk terbuka mengkampanyekan narasi khilafah. Tidak ada yang bisa menghalangi kehendak mereka untuk melakukan hal demikian.

BACA JUGA  Metamorfoshow: Modus Baru HTI dalam Mencuri Suara Anak Muda

Kita harus mampu meningkatkan pemahaman

Pemahaman tentang media siber, terkait siapa pengelolanya, narasi keislaman di bawa kemana, harus kita pahami secara keseluruhan. Konsumsi bacaan di media digital, saat ini menjadi asupan utama dalam kehidupan kita. Jika kita lebih suka mengonsumsi asupan propaganda yang disebarkan oleh muslimahnews.net atau media sejenisnya, yang ada justru pemahaman tentang seputar keislaman kita rancu, menolak Pancasila, NKRI, segala bentuk permasalahan pemerintah ditolak hanya karena tidak berdiri di atas kekhalifahan Islam.

Keberadaan media baru dalam konteks keagamaan, memberikan sebuah keniscayaan kepada kita bahwa, apabila membutuhkan jawaban atas suatu masalah agama, tidak harus bertanya langsung kepada tokoh agama. Akan tetapi bisa dijumpai melalui konten keagamaan yang ada di ruang digital. Sehingga otoritas agama pada perkembangan media baru seperti sekarang, bergeser digantikan dengan algoritma yag muncul di media sosial. Semua informasi sudah tersedia di media, tinggal bagaimana cara kita mengakses. Semakin banyak orang mengakses informasi tentang A, maka konten A akan menjadi rekomendasi pada beberapa pengguna media lainnya.

Lorne L. Dawson bahkan mengatakan bahwa agama telah menemukan rumahnya dalam platform online. Dawson berhipotesis bahwa internet, misalnya, dapat digunakan sebagai alat bagi komunitas agama tertentu yang tidak puas karena kehilangan “kontrol atas sumber daya agama” untuk menyerang kelompok agama lain dengan menciptakan proliferasi dan misinformasi.

Gejala ini memunculkan poros baru “aktivis Islam” di beberapa titik dunia muslim yang membuat pengelompokan cukup terlihat dengan karakter media. Berdasarkan fenomena ini, maka penting bagi kita untuk memiliki pengetahuan cakap digital agar mampu menelaah karakter media yang menyajikan konten keagamaan. Artinya, Segala bentu propaganda yang dilakukan oleh muslimahnews.net, yang selama ini menjadi poros gerakan aktivis khilafah di media sosial, adalah bentuk pelanggengan perang di ruang digital. Mereka akan terus melakukan propaganda dan memproklamirkan ajaran khilafah. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru