30 C
Jakarta
Array

Status Basmalah dalam Al-Fatihah

Artikel Trending

Status Basmalah dalam Al-Fatihah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dewasa ini banyak dijumpai beberapa saudara beriman yang menjadi imam shalat tidak terdengar bacaan basmalah-nya saat membaca surah al-Fatihah. Tentu ini menjadi hal yang diluar kebiasaan yang berjalan beratus-ratus tahun di Indonesia. Mengingat sejak dahulu kala Muslim Indonesia menganut mazhab Syafi’i dalam menjalankan aturan hukum Islam. Mazhab Syafi’i sendiri berpandangan wajib membaca basmalah saat membaca surah al-Fatihah karena –masih menurut mazhab Syafi’i- status basmallah merupakan salah satu ayat yang menjadi bagian dari al-Fatihah. Ditambah lagi basmalah juga bagian awal tiap surah Al-Quran. Oleh karenanya dalam menyikapi para imam yang tidak terdengar basmalahnya, kita harus melebarkan wawasan seputar status basmalah dalam al-Fatihah menurut lintas mazhab.

Pendapat mazhab Syafi’i berbanding terbalik dengan mazhab Maliki, status basmalah –menurut mazhab Maliki- bukanlah bagian dari surah al-Fatihah maupun surah-surah lainnya. Sehingga pandangan ini berimplikasi pada larangan membaca basmalah dalam shalat fardu. Namun larangan ini berlaku hanya sebatas membacanya dalam shalat fardu saja. Sedangkan saat shalat sunah diperbolehkan membaca basmalah.

Pandangan menarik dilontarkan oleh mazhab Hanafi, status basmalah adalah salah satu ayat Al-Quran yang sengaja diturunkan untuk menjadi pemisah antar surah. Akan tetapi basmalah bukanlah bagian dari al-Fatihah. Sehingga saat membaca al-Fatihah dalam shalat –menurut pendapat mazhab Hanafi ini- tetap membaca basmalah dengan suara pelan pada setiap rakaatnya. Dan juga dipandang baik saat membaca basmalah pada surah-surah yang lainnya.

Mazhab Hanbali memandang status basmalah sebagai bagian dari ayat surah al-Fatihah sebagaimana mazhab Syafi’i. Sehingga wajib –menurut mazhab Hanbali- membaca basmalah dalam shalat. Hanya saja cara membacanya seperti mazhab Hanafi yang membacanya lirih dan berbeda dengan Syafi’i yang melantangkannya.

Perbedaan pendapat antar mazhab mengenai ini berawal dari perbedaan riwayat-riwayat hadis terkait. Sehingga berimplikasi pada beragamnya status basmalah dan hukum membacanya dalam shalat.

Ragam pandangan status basmalah ini juga bisa ditelisik lebih jauh lagi dalam kacamata ilmu qiraat (cara baca Al-Quran). Perbedaan itu masih terkait tentang dimasukkannya basmalah dalam hitungan ayat dalam surah al-Fatihah. Sebagaimana diketahui surah al-Fatihah mempunyai sebutan al-Sab’ al-Matsâni (tujuh ayat yang diulang-ulang) lihat QS al-Hijr [15]: 87. Sebagian riwayat qiraat tidak menghitung basmalah dalam hitungan surah al-Fatihah sebut saja di antaranya riwayat Warsy, al-Susi, al-Duri (dari Abu Amr), Ibnu Dzakwan, Hisyam, dan Khalaf. Bagi pendapat yang menyisihkan basmalah dari al-Fatihah bukan berarti menambah ayat baru. Akan tetapi memisahkan ayat terakhir menjadi dua ayat dengan menghitung shirâth al-ladzîna anʻamta ʻalaihim satu ayat. Dan ghair al-maghdhûb ʻalaihim wa lâ al-dhâllîn ayat tersendiri.

Alhasil dengan mengetahui ragam pandangan di atas kita bisa menyikapi seorang imam yang tidak terdengar basmalah-nya saat membaca surah al-Fatihah dengan bijak. Terlebih seorang yang tidak mengeraskan bacaan basmalah ketika menjadi imam haruslah mengerti dengan ragam pendapat ini. Sehingga tidak asal ikut-ikutan para imam-imam masjidil haram atau yang lainnya tanpa dasar ilmu yang mencukupi. Wallahu Aʻlam [Ali Fitriana]  

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru