Harakatuna.com. Colombo. Sri Lanka telah mencabut status darurat, Minggu (18/3/2018), yang diterapkan usai terjadinya tindak kekerasan antara komunitas Buddha dengan Muslim sepanjang bulan ini.
Sejumlah orang tewas dan ratusan toko milik Muslim serta beberapa masjid di disrik Kandy rusak dalam konflik tersebut.
Seperti dikutip AFP, aturan jam malam dan pembatasan menggunakan media sosial sempat diberlakukan guna meredam ketegangan yang berlangsung.
Kekerasan itu mulai muncul sejak 2012, yang disebut-sebut dimotori sekelompok oknum penganut Buddha. Kelompok itu menuduh Muslim di Sri Lanka mencoba mengajak masyarakat untuk memeluk Islam.
Tidak hanya itu, Muslim di Sri Lanka juga dituduh merusak sejumlah situs arkeologi umat Buddha.
Di bawah status darurat, otoritas Sri Lanka dapat menangkap dan menahan seseorang jika memang diperlukan.
Ketegangan memuncak di Sri Lanka pada 6 Maret, saat jasad pria Muslim terlihat ditarik dari sebuah bangunan yang terbakar di Sri Lanka.
Parlemen Sri Lanka telah mengeluarkan pernyataan maaf resmi kepada minoritas Muslim, yang berjumlah sekitar 10 persen dari total populasi di angka 21 juta jiwa.
Pada Juni 2014, kericuhan antara Buddha dengan Muslim di Sri Lanka menewaskan empat orang dan membuat sejumlah lainnya terluka.
Sumber : Metrotvnews.com