27.9 C
Jakarta

Sosok Thahjo Kumolo; Negarawan Anti Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahTelaahSosok Thahjo Kumolo; Negarawan Anti Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Kabar duka datang dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Thahjo Kumolo yang dikabarkan meninggal pada Jumat, 1 Juli 2022. Ia meninggal di rumah sakit Abdi Waluyo, Jakarta pada pukul 11.00 WIB.

Ucapan doa dan belasungkawa mengalir dari beberapa kalangan, tidak terkecuali dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang sedang berada di luar negeri. Dilansir dari akun Instagram pribadinya, Jokowi menuliskan ucapan berikut:

“Semasa hidupnya, almarhum Tjahjo Kumolo adalah seorang tokoh pemuda, politisi, dan berpulang di puncak pengabdiannya kepada negara sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Atas nama pemerintah, negara, dan rakyat Indonesia, saya menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Semoga segala amal ibadah almarhum diterima oleh Allah SWT, dan segenap keluarga yang ditinggalkan kiranya kuat dan tabah.” Tulisnya.

Kepergian Thahjo Kumolo dilatarbelakangi oleh infeksi yang menyebar sampai ke paru-paru. Ia meninggal dalam keadaan status aktif menjabat sebagai Menpan RB dan meninggalkan banyak sekali perjuangn dan nilai-nilai kehidupannya.

Negarawan yang anti radikalisme

Sosok Thahjo Kumolo selain dikenal sebagai orang yang bersahaja dan dekat sekali di hadapan rekannya, ia juga sangat tegas dalam persoalan penanganan radikalisme, yang menjadi salah satu musuh utama bangsa Indonesia.

Hal ini terlihat pada kebijakannnya yang tegas serta keterlibatannya dalam penanganan radikalisme. Salah satu kebijakan bersama yang dibuat yakni surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan yang terdapat 11 kementerian dan lembaga yang mendandatangani SKB tersebut, diantaranya adalah Menteri PANRB, Kepala BKN, Ketua KASN, Menteri Agama, Kepala BIN, dan instansi lainnya yang terkait.

Berdasarkan surat edaran yang sudah diterbitkan, pemerintah akan menerapkan tindakan tegas, dan memberi sanksi disiplin kepada ASN yang menggunakan media sosial untuk menumbuhkan rasa kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI Bhinneka Tunggal Ika dan pemerintah.

Tidak hanya itu, ketika menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, selama kurun waktu 2 tahun berjalan, hampir tiap bulan, ia mengakui menon-aktifkan ASN yang terpapar radikalisme dan terorisme,

BACA JUGA  Cyber Terrorism: Ketika Media Sosial Menjadi Alat Penyebaran Terorisme

“Tiap bulan saya memberikan sanksi berupa nonjob bagi yang terlibat radikalisme. Bagi yang terbukti terlibat terorisme langsung kita pecat. Rata-rata dalam sebulan ada 10 ASN yang kita sanksi, mulai dari nonjob hingga diberhentikan,” ujar Thahjo dilansir dari detik.com.

Dilansir dari Kemenpan RB, menyebutkan bahwa, langkah pemecatan terhadap ASN dilakukan pada sekitar 30-40 ASN tiap bulan karena pelbagai pelanggaran dan tergabung dalam organisasi terlarang serta tidak mengakui Pancasila dan UUD 1945. Padahal, secara sederhana, impelementasi nilai-nilai Pancasila sangat relevan sekali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tidak menyudutkan suatu kelompok tertentu.

Ketegasan tersebut membuktikan bahwa, pemerintah berkomitmen dalam penanganan kasus radikalisme dan terorisme. Dalam melihat Tahjo, komitmen kebangsaan, mengalir dalam dirinya dengan secara tegas menyebut bahwa, radikalisme dan terorisme adalah salah satu masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Padahal menurutnya, sangat mudah untuk menghindar dari paham tersebut, salah satunya dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila adalah nilai final yang bisa diterapkan oleh masyarakat Indonesia dalam memaknai keberagaman, dan memaknai kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak hanya itu, menurut Thahjo, tidak ada agama satupun yang mengajarkan tentang permusuhan. Sehingga memahami apa yang disampaikan oleh Thahjo, kita bisa menelaah secara jauh bahwa, nilai-nilai agama dan Pancasila, menjadi satu kesatuan utuh yang bisa dieksternalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk melihat indikasi seseorang terpapar radikalisme dan terorisme, media sosial adalah salah satu faktor utama yang bisa dilihat dari seseorang. Jejak digital melalui akun media sosialnya, bisa lacak secara jelas, seseorang terpapar radikalisme atau tidak. Dengan demikian, apabila ada seseorang sudah terpapar virus tersebut, tidak ada ruang sedikitpun untuk menjadi ASN, apalagi menjabat ketua apapun.

Loyalitas ASN kepada negara Indonesia menjadi salah satu PR bersama yang masih terus menghantui ketika dihadapkan dengan persoalan radikalisme dan terorisme. Hari ini kita kehilangan sosok negarawan yang komitmen terhadap Pancasila dan bangsa Indonesia. Selamat jalan pak Thahjo, jasamu untuk Indonesia, akan dikenang selalu. Lahul fatihah..

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru