Harakatuna.com – Selama ini, sejarah Islam Indonesia diterjang gaung aktivis khilafah. Sejarah-sejarah Islam dipolitisasi dengan warna-warna baru dan cerita-cerita yang salah. Salah satu romantismenya yang menjadi batu tumpuan adalah puncak kejayaan politik yang pernah dicapai umat Islam berabad silam. Intinya, mereka ingin mewartakan sistem khilafah.
Mereka terbuai dengan masa lalu saat zaman kekhalifahan. Dengan sejarah-sejarah yang salah demikian yang juga menjadi faktor yang memicu gerakan kejahatan radikalisme di Indonesia. Padahal itu sungguh menjadi masalah dan ancaman serius yang merusak citra Indonesia bahkan membuat cerita yang sesat dan membahayakan masyarakat.
Sejarah Islam Menurut Carool Kersten
Seorang dosen senior, Carool Kersten, di Studi Islam dam Dunia Islam King’s College London, sekaligus peneliti di Centre of South East Asian Studies di School of Oriental and Asian Studies, London, pamit beberapa tahun untuk meneliti sejarah Islam yang masuk ke Indonesia.
Carool memberikan warna baru atas pembacaan sejarah Islam di Indonesia. Ia agak sedikit menolak bila sejarah Islam Indonesia hanya dilihat dari segi topografi saja, tanpa harus menilik ke geopolitiknya dan simbol-semboyan orang Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika.
Bagi Carool sangatlah perlu mempertimbangkan jika seseorang mau melacak atau ingin menggambarkan mengenai makna sejarah “Islam di Indonesia”, apalagi jika menyuntingkan apakah bisa berbicara Islam Indonesia.
Mengislamkan Indonesia (2018), judul buku karya Carool ini digagas atas kecintaanya terhadap studi Islam. Buku ini bisa menjawab sejarah Islam Indonesia yang tak pernah selesai, bahkan diperdebatkan oleh sejumlah kalangan akademisi-sejarawan.
Carool secara komprehensif membahas proses Islamisasi Indonesia yang berlangsung selama berabad-abad—yang banyak perkembangan yang terjadi 200 tahun lamanya. Ia berusaha menawarkan tinjauan lengkap akan kehadiran evolusi di Indonesia. Juga menyoroti ketidakadilan yang terjadi selama masih zaman kolonial atau masih berpegang teguh pada prinsip kolonialisme.
Melampaui Islamisasi
Carool memberi contoh pada persoalan entitas geopolitik yang ia anggap bahwa Republik Indonesia adalah penerus adminitrasi Hindia Timur Belanda, karena ia beranggapan bahwa pemimpin negara sesudah zaman penjajahan tak dapat melampui konsep negara itu sendiri: Indonesia.
Orang-orang penghuni pinggiran yang banyak bukan penganut Islam seperti orang Aceh, Maluku, Timor, dan Papua. Carool melihat bahwa pada zaman itu, mereka semua merasa tidak pas berada pada lingkup kebijakan keindonesiaan, karena menurutnya, mereka terus menerus tergerus oleh kebijakan-kebijakan orang di pedalaman atau bahkan bisa dibilang dijajah oleh orang Jawa. Tentu juga ini terkait dengan fungsi ekspansi agama dan integritas teritorial Indonesia.
Juga, Carool melihat suatu perkembangan Islam Indonesia disebabkan oleh tumbuh suburnya atau keterlibatan para ilmuan Indonesia yang berlatar belakang muslim–yang pada puncaknya–dalam karangka pembentukan negara Islam Indonesia.
Jaringan Islam di Indonesia
Pada ranah itu, muncullah istilah “Islam Jaringan” yang mendapatkan pijakan dengan latar regional personal. Dan bagi Carool, ia mempersepsikan bahwa Islam di Indonesia juga dulunya dilakukan untuk sebagai alat pemersatu dalam melawan kedatangan pengaruh luar yang lebih invasif keras (penjajahan Eropa).
Dalam buku Mengislamkan Indonesia, Carool menawarkan apa yang harus dilakukan para pecinta dan pengkaji sejarah Islam Nusantara khususnya Indonesia. Buku setebal 318 halaman ini memberikan telaah atas bukti-bukti pertama kehadiran Islam di Nusantara, pertemuan Islam dengan tradisi kebudayaan-kepercayaan orang pribumi, peran sumbangsih ulama atas penyebaran Islam di pusat dunia, sampai mengenai peran Islam dengan pelbagai variasi dalam negara Indonesia merdeka.
Dengan romantisme orang-orang yang menjelajahi terang dunia sebagai muslim Indonesia, Carool mengajak kita agar terus menghidupkan kesadaran kritis dan menalaah sejarah kita sendiri di zaman yang serba pengakuan dan kekhilafahan.