32.9 C
Jakarta

Sinergikan NU-MD dalam Program Deradikalisasi

Artikel Trending

KhazanahPerspektifSinergikan NU-MD dalam Program Deradikalisasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Diakui atau tidak, Indonesia saat ini tengah dilanda berbagai problem, di antaranya problem kebangsaan. Wujud dari problem kebangsaan ini, salah satunya adalah menjamurnya radikalisme dan munculnya wacana dan gerakan ideologi transnasional yang dimotori Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan ide khilafahnya. Munculnya ideologi transnasional ini, secara praktis telah menciptakan polarisasi dan gejolak di masyarakat dan riak-riak gesekan horizontal pun mulai bermunculan. Peran NU-MD pun menjadi

Bahkan, paham-paham keagamaan bercorak radikal tersebut terus menghantui generasi bangsa. Wacana dan gerakan untuk mengubah ideologi Pancasila terus secara lantang disuarakan lebih-lebih di media sosial. Praktis, gerakan dan wacana khilafah ini menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat seperti yang teranyar adalah kasus di Rembang Pasuruan Jawa Timur beberapa waktu lalu.

Selain itu, gerakan anti Pancasila yang terus digaungkan, kekerasan atas nama agama bermunculan dimana-mana. Pengembobaman tempat-tempat ibadah seakan menjadi penyakit akut yang tak segera teratasi. Terorisme dan separatisme hingga detik ini masih berkeliaran di Republik ini. Diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas juga seringkali terjadi dimana-mana. Padahal, bangsa ini dibangun dengan cita-cita kebersamaan dalam kerangka perbedaan. Cita-cita bangsa hidup dan kuat di atas keberagaman. Sebab, keberagamaan bangsa ini merupakan salah satu pondasi keutuhan NKRI.

Atas maraknya gerakan radikal dan masifnya penyebaran ideologi transnasional, maka pemerintah mencanangkan program deradikalisasi untuk mencegah gerakan tersebut. Salah satu upaya untuk melakukan deradikalisasi pemerintah melalui kementerian agama mencanangkan program peningkatan kompetensi dai yang  semula disebut sertifikasi dai. Langkah ini sebenarnya positif tapi bukan satu-satunya, karena problem radikalisme ini sangat kompleks jadi tidak cukup hanya melalui peningkatan kompetensi dai.

Krisis Wawasan Kebangsaan dan Keagamaan

Hemat saya, apa yang menimpa bangsa Indonesia dewasa ini, sebagai akibat dari terkikisnya nilai-nilai dan wawasan kebangsaan dari masyarakat utamanya para generasi muda. Generasi bangsa Indonesia pada semua lapisan telah enggan membaca sejarah bangsa dan nilai kebangsaan. Mereka tidak paham tata nilai dan budaya bangsanya sendiri. Sehingga mereka mudah dipengaruhi oleh paham-paham atau ideologi transnasional yang diimpor dari luar negeri.

Di samping itu, maraknya anak yang bangsa yang menyeberang ke paham-paham baru tersebut lebih dikarenakan minimnya dan lemahnya pemahaman mereka terhadap nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan serta korelasinya. Sehingga mereka dengan mudah terpengaruh paham-paham yang relatif baru.

Akibat dari krisis wawasan kebangsaan itu, banyak kita jumpai generasi bangsa ini yang terperangkap pada doktrin ideoogi transnasional itu. Dalam hal ini, kita dapat menyaksikan berapa banyak para pengguna media sosial yang ditangkap polisi akibat menebarkan kebencian dan misuh-misuh pada kelompok yang dianggap berbeda. Bahkan, tanpa ada akhlak sedikitpun merekapun berani untuk misuh terhadap yang lebih sepuh.

Yang teranyar adalah kasus penusukan kepada ulama yaitu Syekh Ali Jabeer ketika ceramah di Lampung yang dilakukan oleh anak muda. Kasus yang sama juga sebelumnya terjadi ketika Menkopolhukam Wiranto ditusuk orang yang terpapar radikalisme. Fenomena ini menunjukkan bahwa pengaruh ideologi transnasional adalah fakta yang harus segera disikapi agar tidak menjadi besar. Kita perlu menutup ruang gerak mereka melalui counter wacana dalam menyebarkan ideologi transnasional.

BACA JUGA  Mitos: Menyangkal Labelisasi Agama sebagai Sumber Konflik dan Kekerasan

Peran NU-MD

Menyikapi kompleksitas problematika kebangsaan dan keagamaan tersebut, sudah saatnya pemerintah melibatkan peran Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiya (MD). Sebab, kita tahu mayoritas umat Islam di Indonesia kalau tidak berafiliasi dengan NU ya dengan MD tanpa menafikan anggota ormas yang lain. Pelibatan NU dan MD sebagai bentuk proteksi terhadap gerakan radikal dan ideologi tansnasional itu. Sebagai ormas yang memiliki banyak pengikut tentu warga NU dan MD yang akan menjadi sasaran gerakan itu.

Dalam konteks itu, NU-MD bisa diberi peran untuk memproteksi umatnya masing dari paham radikal dan ideologi transnasional. Melalui transformasi nilai-nilai kebangsaan dan keislaman yang toleran dan menenteramkan kepada warganya, NU dan MD akan lebih mudah untuk meminimalisir gerakan radikal tersebut.

Karena itu menggandeng NU-MD dalam gerakan deradikalisasi menurut hemat saya adalah langkah yang sangat tepat. Sebab, sejak awal bersama ormas-ormas lain NU-MD sejak awal telah menunjukkan komitmennya terhadap bangsa ini. Sejak masa kemerdekaan, NU-MD telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses perebutan kemerdekaan Indonesia.

Pada masa kemerdekaan, warga NU, Kiai, santri dan tokoh-tokoh MD telah bahu membahu mengusir penjajahan Belanda dari Indonesia terutama dalam peristiwa 10 November 1945. Karena itu, dalam proses deradikalisasi ini NU-MD bisa mengadvokasi warganya atau basisnya masing-masing. Mengapa, karena basis kedua ormas ini merupakan aset dan kekuatan bangsa. Sehingga jika mereka masyarakat akar rumput telah disusupi ideologi-ideologi yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945, maka sudah di pastikan eksistensi NKRI sedang terancam.

Dalam proses deradikalisasi tersebut, NU-MD bisa lebih bergerak ke bawah untuk menyelamatkan warganya dari pengaruh ideologi-ideologi baru tersebut. Sebab, sebagaimana kita tahu, sudah berapa banyak anak bangsa yang sudah terpengaruh dengan ideologi baru? Dan sudah banyak pula anak bangsa yang terlibat dalam aksi terorisme? Karena itu, NU-MD sebagai salah satu benteng NKRI harus membuat formulasi baru dalam berdakwah.

Model-model dakwah NU-MD perlu diinovasi sesuai dengan kebutuhan zaman. Kalau dahulu dakwah NU hanya melalui pengajian ke pengajian, mimbar ke mimbar, dan masjid ke masjid saat ini mungkin turun langsung melalui advokasi warganya, bahkan sudah seharusnya NU mulai mengubah strategi dakwah yakni melalui media sosial.

Selain itu, NU-MD juga harus lebih intensif mengayomi wargannya agar tidak kecolongan oleh derasnya gelombang paham-paham Islam yang bercorak radikal yang mulai masif di Indonesia. NU-MD harus selalu ada di sisi dan bersama umatnya, melakukan advokasi secara intensif, sehingga tidak ada ruang bagi ideologi Islam radikal tersebut untuk masuk.

Akhirnya dalam program deradikalisasi yang dicanangkan oleh pemerintah, jika ingin berhasi, maka peran NU-MD perlu disinergikan. Pengurus NU-MD disemua tingkatan perlu digerakkan untuk mengadvokasi umatnya. Sehingga NU-MD bisa menjadi katalisator dalam menyelesaikan problematika kebangsaan yang tengah melanda bangsa ini dan sudah dipastikan bangsa Indonesia dan NKRI akan tetap utuh. Wallahu A’lam

Mushafi Miftah
Mushafi Miftah
Kader Muda NU Jawa Timur dan Dosen Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Saat ini tercatat sebagai Kandidat Doktor di Universitas Jember.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru