33.8 C
Jakarta

Sikapi Virus Korona: “Memerdekakan Diri” Menuju Kebahagiaan Psikologis

Artikel Trending

KhazanahSikapi Virus Korona: “Memerdekakan Diri" Menuju Kebahagiaan Psikologis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Beberapa media yang menyuguhkan tentang berita-berita virus korana bertebaran dimana-mana nyaris seluruh dunia tiap hari memberitakan wabah virus yang mematikan ini. Tanpa berpikir panjang, tanpa melakukan pembacaan yang kritis, masyarakat menelan informasi secara mentah-mentah. Sehingga masyarakat terjebak pada kubangan ketakutan yang mencekam. Ibarat terorisme yang membuat masyarakat merasa ketakutan secara psikologis.

Rumor dan spekulasi dapat memicu kecemasan yang terus menerus dapat menekan angka ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat. Ketakutan tersebut tidak akan menyelesaikan masalah dan justru sebaliknya, menjungkal masyarakat ke dalam ruang pikir yang sempit. Sehingga tidak bisa memerdekakan dirinya dari gangguan mental dan psikologisnya.

Memiliki dan memilih akses informasi yang berkualitas tentang virus korona adalah salah satu cara untuk menghindari, membentengi, atau mencegah masyarakat dari gangguan-gangguan psikologisnya. Karena pemberitaan dengan angka-angka kematian, ancaman, dan merebaknya virus korona yang belum ditemukan obatnya membuat situasi makin depresi.

Seolah-olah ada keyakinan yang mencekam masyarakat bahwa, pada saatnya akan sampai pada sebuah titik waktu dimana semua manusia akan tertular oleh virus korona. Sedangkan terorisme meski bukan virus, tetapi juga membuat masyarakat bisa ketakutan dan depresi.

Bayangkan, berita mengenai virus korona hampir ditemui dimana pun saat ini. Mulai dari televisi, media sosial hingga perbincangan di warung kopi sebagai bumbu penyegar. Bahkan guyonan yang ditanggapi secara serius oleh sebagian personal, dengan serampangan orang-orang bisa berbicara meskipun bukan ahlinya dan belum tentu sesuai dengan fakta yang ada. Lebih dari itu, informasi yang dibawa tidak sedikit menimbulkan kepanikan sosial dan kecemasan yang membekas kepada setiap orang yang belum cukup kapasitasnya untuk menerima dan atau mengkonsumsi informasi tersebut.

Mengetahui informasi adalah tindakan yang baik, apalagi mengetahui informasi cara-cara menangkal wabah ependemi virus korona. Paling tidak, dengan cara memberikan edukasi terhadap diri sendiri dan orang lain bukan dengan cara menakut-nakuti menyampaikan informasi yang dibesar-besarkan. Itu sebabnya, penting bagi media menyampaikan informasi jumlah populasi yang dinyatakan positif korona menjadi negatif meski angkanya hanya berkisar beberapa persen saja.

Virus Korona Meneror Masyarakat

Media memiliki peran yang signifikan untuk ikut andil meminimalisir tingkat depresi dan stres yang dialami oleh sebagian masyarakat, sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menciptakan pedoman kesehatan mental untuk mendukung kesejahteraan psikologis selama wabah virus korona tersebut masih menjadi penyakit pandemi di berbagai negara.

Pedoman WHO tidak lain dirancang untuk mendukung populasi umum, termasuk pekerja perawatan kesehatan, manajer fasilitas kesehatan atau pemimpin tim, pengasuh anak-anak atau orang dewasa yang lebih tua, serta orang-orang yang terisolasi. Mereka menyesuaikan rekomendasi ini untuk masing-masing kelompok tersebut, mengetahui bahwa setelah WHO mendeklarasikan wabah virus korona sebagai kesehatan masyarakat darurat dari kepedulian internasional pada bulan Januari bisa dipastikan bahwa, kecemasan tentang infeksi dapat meningkat.

BACA JUGA  Filter Bubble: Penyebaran Radikalisme Dunia Maya yang Harus Diwaspadai

Syahdan, dengan menghindari menonton, membaca atau mendengarkan berita yang menyebabkan kesusahan atau kecemasan bisa menghantarkan pada hal-hal yang bermanfaat terhadap siapa pun. Tentu, sebagai masyarakat awam, setidaknya lebih berhati-hati dalam memilih informasi. Karena itu, mencari informasi faktual adalah tindakan preventif untuk mengambil langkah-langkah praktis agar bisa melindungi orang yang dicintai.

Kini, terus mengalir deras laporan berita yang hampir konstan tentang wabah yang dapat menyebabkan siapa pun merasa cemas atau tertekan. Rasa cemas dan ketertekanan adalah kata lain dari “ketidakmerdekaan” diri kita sendiri. Karena bagaimana pun kemerdekaan adalah kunci terpenting untuk menuju psikologis kebahagiaan. Tugas kita adalah mencari pembaruan informasi dan panduan praktis pada waktu-waktu tertentu baik pada siang hari atau malam hari dari pelbagai profesional kesehatan. Dan situs web WHO, sehingga bisa menghindari perihal kegiatan mendengarkan rumor yang membuat masyarakat merasa tidak nyaman.

Kenyamanan disitulah dalam salah satu ilmu psikologis disebut dengan kebahagiaan.  Sebab itu, manusia hakikatnya mencari kebahagiaan sejati (authentic happiness) yang disebut oleh Martin Seligman sebagai psikologi kebahagiaan, dengan modal apa. Salah satunya, berfikir positif dengan kondisi yang sudah terjadi. Masyarakat harus benar-benar optimis bahwa, badan-badan kesehatan publik dan para ahli di semua negara. Sedangkan, mengerjakan wabah ini untuk memastikan ketersediaan perawatan terbaik untuk mereka yang terkena dampak dari virus korona.

Emosi Positif dan Kebahagiaan

Dengan jutaan orang di dunia yang memasuki isolasi untuk melawan penyebaran virus korona (covid-19), kebutuhan akan kepositifan akan semakin kritis. Dari sini, melalui emosi positif akan memancarkan sumber kebahagiaan. Emosi positif bukan sekadar tersenyum. Emosi positif energi kemampuan untuk tetap optimis dan memandang situasi seseorang dari perspektif yang konstruktif. Sementara dunia diguncang virus korona itu artinya optimisme dalam tantangan.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, membatasi akses dengan media sosial yang membombardir dengan berita-berita buruk. Kedua, luangkan waktu untuk bersama dengan keluarga dan orang-orang yang kita cintai. Ketiga, rehatlah sejenak menikmati kopi dan melakukan komunikasi jarak jauh. Keempat, berikan kegembiraan terhadap orang lain. Kelima, mencari sudut pandang yang baru untuk keseharian kita agar menimbulkan kesenangan-kesenangan meskipun sangat sederhana.

Keterjagaan psikologis kita adalah mencari titik kebahagiaan untuk selalu optimis menghadapi tantangan, semua tantangan adalah langkah untuk bersyukur, untuk membangun kekuatan, dan untuk merancang peluang-peluang masa depan, apa dan bagaimana yang bisa dilakukan. Itu artinya, optimisme adalah yakin bahwa “segala penyakit ada obatnya”. Wallahua’lam….

Jamalul Muttaqin
Jamalul Muttaqin
Penulis Lepas

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru