Harakatuna.com – Moderasi beragama menjadi cara pandang umat dalam beragama secara moderat. Mengambil jalan tengah dalam kedudukan Islam wasatiah sehingga gerakannya tidak cenderung ekstrem kanan maupun kiri. Moderasi beragama dalam beberapa tahun terakhir menjadi tema penting dalam menyikapi kuatnya arus radikalisme atau ekstremisme beragama. Moderasi beragama, bagi kelompok ekstremisme, dianggap negatif dan berbahaya.
Geram rasanya saat saya membaca postingan Facebook komunitas dari Muslimah Sriwijaya yang membagikan opini berjudul “Moderasi Beragama, Jauhkan Pemuda dari Kebangkitan”. Saat membaca isi tulisan, apa yang dipaparkan dalam pembahasan tersebut seakan bermaksud informatif untuk pembaca.
Akan tetapi, yang ditampilkan justru narasi lantang mengarah pada Islam kafah dengan membawa dalil dan pendapat ulama bersifat tekstual semata, sepotong-sepotong, tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan konteks. Dengan demikian, jika melihat isi konten tersebut, sudah tentu pasti, mereka yang tergabung dalam grup tersebut adalah kelompok ekstremis jihadis.
“Ide Islam moderat bukan pemahaman orisinil dari Islam dan tidak memiliki historis keilmuan di kalangan ahli fiqih. Bahkan, ide ini dianggap oleh banyak ulama sebagai pemahaman yang berbahaya untuk memukul Islam dan menancapkan peradaban Barat.”
Dalam konteks narasi tersebut, mereka beranggapan bahwa ketika Islam moderat menjadi roh kurikulum pendidikan, justru akan menyesatkan peserta didik. Sebab moderasi beragama yang diusung untuk sekolah hanya akan menjadi pendidikan sekuler yang mengakibatkan nilai dan praktik buruk pelajar. Tapi nahasnya, seperti kelompok jihadis, saat mereka menolak moderasi beragama, mereka justru menawarkan pemahaman Islam kafah. Islam kafah ini mengarah pada praktik khilafah dalam rangka untuk memberangus persoalan generasi muda.
Sesat Pikir Penyebaran Ide
Kaum ekstremis selalu menggaungkan praktik dakwah untuk membangun narasi Islam murni tekstual dengan narasi edukatif yang dilabeli pendapat ulama dan dalil agama baik Al-Qur’an maupun hadis. Narasi Islam kafah yang mereka gemborkan adalah keinginan mendirikan dan menguatkan gagasan Islam murni untuk mendorong tegaknya negara khilafah. Tentunya hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai keindonesiaan dan esensi Islam rahmatan lil alamin.
Sedari awal, tujuan dan ideologi kelompok ekstremis keukeuh melawan kebijakan pemerintah yang menurut mereka penyulut degradasi moral dan praktik buruk munculnya kejahatan. Namun, apa bedanya dengan mereka yang juga membangun narasi palsu dan propaganda untuk memanipulasi dan menghasut umat dengan pembawaan narasi yang sangat halus tetapi bertentangan dengan esensi ajaran Islam.
Ekstremisme telah menyesatkan masyarakat. Kelompok ekstremis kerap memberikan porsi berlebihan pada teks, namun menutup mata untuk memahami secara kontekstual dari perkembangan realita maupun budaya lokal. Dengan memberi kelonggaran dan bebas memahami sumber ajaran Islam sehingga mereka condong menempatkan akal sebagai tolok ukur kebenaran sebuah ajaran.
Moderasi beragama bagi mereka justru menyulut generasi muda kehilangan fitrah sehingga berpotensi menjadi generasi amoral. Tentu saja, karena kelompok jihadis memang menentang keberagaman dan inklusivitas. Maka, apa yang mereka elu-elukan dari pemahaman Islam kafah dan sikap kontra moderasi beragama adalah bentuk sesat pikir yang menggiring pada pemahaman keagamaan yang keliru serta melenceng dari nilai kebangsaan.
Moderasi: Islam Rahmatan lil Alamin
Mewacanakan paradigma pemahaman keislaman yang ramah dan toleran yaitu moderasi Islam penting untuk mengimbangi visi islam moderat merespons paham Islam radikal. Tentunya dengan wajah yang menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi, toleransi, maupun persamaan hak. Moderasi beragama lahir sebagai solusi bentuk melawan kelompok ekstremis jihadis yang gerakannya mengancam keberagaman dan kebangsaan.
Merespons narasi anggapan kelompok ekstremis soal moderasi beragama di atas, seyogyanya menjadi moderat bukan berarti lemah dalam beragama ataupun cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan. Bahkan keliru jika menganggap seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agamanya.
Mengutip Kemenag, Lukman Hakim Saifuddin (LHS) dalam berbagai kesempatan sering mengatakan bahwa moderasi beragama adalah jalan tengah dalam keberagaman agama di Indonesia. Moderasi merupakan warisan budaya Nusantara yang berjalan seiring dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal.
Cara pandang moderasi beragama dalam membangun Islam moderat menjadi gerakan Islam yang memiliki ciri khas. Ciri khas itu di antaranya tidak menggunakan kekerasan dalam agenda perjuangan Islam, akomodatif terhadap konsep negara-bangsa modern, serta organisasi bersifat terbuka, contohnya NU dan Muhammadiyah.
Moderasi beragama dalam pengembangan dakwah sangat penting sebab prinsip narasi yang dibawa adalah dakwah bil hikmah wal maw’idhah hasanah atau dengan cara-cara yang baik, mengedepankan nilai humanis, santun pemaknaan teks dan konteks, toleran, serta tidak menentang pilar kebangsaan.
Esensi yang dicitakan moderasi beragama sejatinya adalah beragama secara moderat yang menjadi karakteristik umat beragama di Indonesia dan lebih cocok untuk masyarakat kita yang majemuk. Sebab ini, pada dasarnya moderasi beragama memiliki empat indikator yang penting yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan menghargai tradisi. Tentunya penting bagi cita-cita bersama umat beragama di Indonesia adalah model beragama secara moderat.