34.1 C
Jakarta

Serial Pengakuan Mantan Teroris (XXX-II): Kurnia Widodo Korban Paham NII

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Mantan Teroris (XXX-II): Kurnia Widodo Korban Paham NII
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebut saja saya Kurnia Widodo. Saya Lahir di Medan tahun 1974. Masa kecil saya dilalui seperti anak-anak pada biasanya. SMA saya awalnya ditempuh di Medan. Di Medan saya masuk SMA Favorit. Saya pindah ikut bapak ke Lampung. Di Lampung saya juga masuk SMA Favorit. Bapak orang Jawa, sedang ibu orang Medan. Jadi, ada campuran antar suku yang berbeda.

Saya tempuh pendidikan sarjana di jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB). Istri saya orang Bandung. Terus, saya terpapar radikalisme sesungguhnya sejak duduk di bangku SMA Lampung. Nama kelompok yang saya ikuti adalah NII (Negera Islam Indonesia).

Saya masuk NII berawal dari obrolan dengan orang NII tentang sejarah Indonesia, akidah, pemahaman keislaman, jihad, dan lain-lain. Dan, saya tertarik, sehingga masuk di dalam kelompok itu melalui proses baiat. Baiat itu adalah sumpah ketaatan kepada pimpinan NII. Pada waktu itu pimpinannya adalah Jailani.

Awalnya saya kurang tertarik. Soalnya, background saya itu bukan di agama, termasuk saya suka musik metal. Setelah saya dialog dengan pengikut NII dan saya baca beberapa buku karya mereka, akhirnya saya terbawa juga. Semisal, diperlihatkan bagaimana Islam tertindas di luar negeri. Sehingga, ada rasa untuk membela. Karena, kita merasa satu tubuh.

Selain itu, saya disodorin buku yang menjelaskan bahwa Islam orang Indonesia itu keliru. Bahkan, NII punya sejarah sendiri tentang Indonesia yang tentunya isinya berbeda jauh dari sejarah-sejarah pada umumnya.

Kelompok saya, NII, gampang sekali mengkafirkan, menganggap orang yang tidak sepemikiran dengan thaghut, dan menyebut Indonesia sebagai negara kafir sehingga harus digantikan dengan negara Islam. NII punya struktur juga dan bergeraknya underground, terlebih pada masa kepemerintahan Presiden Soeharto yang lumayan keras.

Saya bawa pemikiran NII sampai saya masuk dan lulus di ITB. Di kampus ini saya juga dipertemukan dengan orang NII. Kita tidak terlalu memperlihatkan tentang identitas masing-masing, bahwa kita anggota NII. Karena, kita sadar NII itu termasuk organisasi terlarang dan kalau ketahuan akan ditangkap.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXIII): Badri Wijaya Terpapar Terorisme karena Ketidaktelitian Menerima Informasi

Ketika saya di ITB, saya ketemu sebuah buku referensi bahasa Inggris di perpustakaan. Buku itu menjelaskan cara merakit bom. Karena kita kelompok yang tertindas dan berhadapan dengan negara yang kuat, kita melakukan perlawanan dengan aksi-aksi kekerasan berwajah terorisme itu. Tentunya, pakai alat bom untuk menyerang.

Jihad bagi orang NII itu cuma satu: perang. NII menginginkan negara diganti dengan negara Islam. Nah, untuk buat bom saya mencari trik sendiri. Hasil dari penelitian saya ini saya ajarkan kepada orang lain, bahkan saya sebar di media sosial. Apa yang saya lakukan jelas termasuk aksi teroris. Tapi, karena dulu tahun 1999-2000 masih belum ada isu terorisme di Indonesia, maka apa yang saya lakukan tidak terpantau dan tidak terlarang.

Entah, beberapa tahun kemudian terjadi bom bali. Yang jelas saya tidak tahu apakah bom yang diledakkan itu adalah hasil dari kurikulum penelitian saya dalam membuat atau tidak. Bahkan, saya tidak kenal dengan Imam Samudra dan Amrozi. Karena, orang NII itu terbentuk dalam sel-sel yang tertutup. Mereka bergerak satu nafas, meski tidak saling mengenal satu sama lain.

Sampai kemudian saya crash dengan komandan saya. Karena, dia punya sembilan istri. Sedang, dalam ajaran Islam bolehnya maksimal hanya empat istri. Saya bertanya-tanya dia dapet dalil kebolehan poligami sembilan istri dari mana. Saya ajak komandan saya debat. Sayangnya, dia mengelak terus. Sehingga, saya memutuskan keluar dari NII pada tahun 1998. Setelah itu, saya terpapar lagi masuk kelompok jihad tahun 2006. Karena kebetulan saya ikut nimbrung di sebuah halaqah.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru