26.8 C
Jakarta

Serial Pengakuan Mantan Radikal (XXX-IV): Sekarang Saya Hijrah dari Paham Radikal

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Mantan Radikal (XXX-IV): Sekarang Saya Hijrah dari Paham Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Mungkin kamu belum (atau tidak bakal) kenal saya. Jelas, saya bukan penulis artikel ini. Sekilas tentang saya. Saya adalah mantan kelompok X dan sekarang saya pengin cerita tentang saya begitu asyik-asyiknya gabung dengan organisasi terlarang ini sekarang.

Saya, selain mantan X, adalah seorang akademisi. Kampus mendidik saya menjadi sosok yang kritis menerima segala informasi, apalagi informasi terkait isu agama. Sayang, kampus belum mampu membentengi saya terjebak propaganda X.

X memang organisasi pendatang. Kan X baru didirikannya bertepatan tanggal kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1998. Dibanding organisasi NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah, X itu masih anak bawang alias kemarin sore.

Sesuatu yang kontroversial dari X adalah mengemas segala isu, termasuk isu politik dengan instrumen agama. Sederhananya, X selalu berlindung dan mengatasnamakan agama untuk mencapai segala kepentingannya. Tentu, dengan instrumen agama yang rapi, masyarakat semakin tertarik. Karena, bagi orang Indonesia, agama itu nomor wahid tak dapat ditukar dengan harta dan tahta.

Saya semakin kepincut dengan X kala itu. Saya terlibat aksi-aksi kekerasan. Semisal, sweeping tempat-tempat yang dianggap maksiat, dan masih banyak yang lain. Saya merasa paling benar sendiri. Sedang, orang lain yang berbeda dianggap sesat.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXVII): Aksi dan Dukungan terhadap Eks Napiter Salsa Bangkit dari Stigma Teroris

Sejujurnya saya terjebak dalam kesesatan paham radikal X waktu itu. Saya pikir, Islam itu sebatas bentuk. Padahal, Islam yang benar itu adalah nilai. Islam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. Sedang, bentuknya bebas. Karena, bentuk hanyalah kemasan saja.

X, sejauh yang saya tahu, hanyalah melihat bentuk. Islam itu, bagi X, harus pakai gamis, sorban yang melilit, peci putih, sarungan, dan celana cingkrang. Apa yang dipikirkan X jelas bertentangan dengan Islam. Islam tidak mengatur soal penampilan seseorang. Islam hanyalah menekankan soal berpakaian yang bersih dan rapi.

Tetiba hidayah menyadarkan saya, bahwa apa yang saya perjuangan dari dulu adalah sebuah kesesatan. Saya sekarang hijrah dari organisasi radikal itu. Saya sekarang lebih memilih berdakwah dengan jalan moderasi. Tidak merendahkan orang lain.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru